bc

TERJEBAK PERNIKAHAN PAKSA

book_age16+
1.5K
IKUTI
11.0K
BACA
possessive
sex
age gap
manipulative
CEO
boss
drama
comedy
bxg
campus
like
intro-logo
Uraian

“Saya mau pernikahan ini tetap dilanjut apapun kondisinya!”

Sebuah kalimat ultimatum yang dilayangkan oleh keluarga Rajata membuat seorang Gista merasa benar-benar kesal. Terlebih kondisi keluarganya sedang mengalami duka cita atas meninggalnya Gendis—sang kakak. Gendis meninggal tiga jam sebelum acara ijab qobul dilangsungkan.

Parahnya keluarga Rajata menginginkan Gista yang menggantikan posisi Gendis. Gista yang memang membenci Alleandra Sadewa Rajata langsung menolak permintaan gila itu. Namun, hingga akhirnya Gista terpaksa menyetujui karena keluarga Rajata mengancam-nya.

“Oke fine! Saya akan menikah dengan Sadewa!” putus Gista, penuh dendam.

Akankah pernikahan Gista dan Sadewa bisa berjalan mulus? Terlebih keduanya dipertemukan karena sebuah takdir kematian Gendis yang meninggal secara mendadak dan masih menjadi teka-teki untuk keluarga Gista.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 001 - Kekacauan Di Hari Pernikahan
Suasana salah satu ballroom hotel di Jakarta saat ini tampak meriah sekali. Apalagi di setiap sudutnya terdapat hiasan bunga mawar putih dan beberapa bunga segar lainnya. Aroma wangi bunga bahkan menyeruak ke mana-mana. Gista yang sudah selesai dirias sebagai bridesmaid pun merasa senang dengan konsep pernikahan sang kakak. “Gendis pingsan!” Gista mendengar salah satu kru yang berteriak pun langsung segera berlari menuju ke belakang ballroom. Lebih tepatnya menuju ke dalam ruang make-up pengantin yang ternyata sudah begitu ramai. Gista yang kebingungan hanya bisa melihat wajah sedih sang Ayah dan Ibu. Gista juga melihat semua orang menangis tergugu saat ini. “Mbak, ada apa?” tanya Gista ke salah satu tim tata rias. “Mempelai wanita pingsan, tapi setelah dicek ternyata meninggal, Mbak.” Gista langsung merasa syok. Mulutnya ternganga tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Bahkan Gista masih ingat jelas raut bahagia kakaknya. Menikah dengan orang yang dicintai itu merupakan hal yang terindah dalam hidup. Akan tetapi sebelum ijab qobul dilantunkan justru ajal yang menjemput. Masih syok membuat Gista segera disadarkan oleh salah satu saudaranya. “Gista!” tegurnya keras. Gista masih melamun saja dan tidak percaya akan hal ini. Semua orang yang menangis dan berlari lalu lalang tak membuat Gista sadar-sadar akan lamunannya. “Gista! Mbak Gendis meninggal!” seru saudara itu kembali. Kini tak lama lamunannya berakhir. Gista menangis. Suara jeritan Ibunya membuat Gista langsung tersadar jika ini bukanlah mimpi. Buru-buru Gista berjalan menuju ke dalam ruang make-up yang terdapat Ibu-nya. Di sana Ibu-nya tampak sedang semaput. “Gendis … Gendis! Gendis sayang,” rancau Sarmila—Ibu dari Gista dan Gendis. Sarmila terus merancau dengan kedua mata yang tertutup. Gista yang merasa sedih dan nyesak di dadanya pun langsung segera keluar dari kamar make-up. Gista berlari ke arah toilet dengan wajah yang sangat begitu sendu. Perempuan itu menumpahkan kesedihannya di dalam toilet. Gista benar-benar tidak menyangka jika acara pernikahan yang megah dan bahagia ini bisa hancur dalam waktu sekejap. Ajal seseorang benar-benar tidak ada yang tahu. Tak lama ponsel miliknya yang berada di dalam tas genggam pun berdering hebat. Gista yang penasaran pun langsung melihat dan mengangkatnya. “Halo.” “Bee, kamu di mana?” Gista tidak menjawab melainkan terus-terusan menangis. Rasanya tidak kuat mengatakan kejadian ini kepada Elang Dananjaya—sang kekasih. “Bee, aku dengar kabar kalau Mbak Gendis dibawa ke rumah sakit. Memangnya benar? Kamu di mana sekarang?” “To-toilet.” “Oke, kamu di sana aja, ya. Aku ke sana sekarang.” Gista langsung menutup panggilan teleponnya dengan Elang—Pria yang sudah menjadi kekasihnya selama empat tahun ini. Pria tersabar dan baik untuk Gista. Pria yang selalu ada di saat suka maupun duka. Tak lama pintu toilet itu ada yang mengetuk. Gista yang tengah menangis segera mengusap pipinya dengan kasar. Make-up yang sudah menempel di wajahnya kini tampak sedikit berantakan. Tetapi Gista tidak memedulikan itu semua. Ceklek. Dipeluknya langsung tubuh sang kekasih ketika melihat wajahnya yang tampak sembab. Gista sendiri langsung menangis tergugu dipelukan Elang. “Mbak Gendis tadi tidur enggak sadar-sadar, Elang,” cicitnya lirih. “Iya, kamu yang sabar, ya. Tadi Ayah telepon kasih tahu aku buat jagain kamu. Beliau sekarang lagi membawa Mbak Gendis ke rumah sakit.” “Ayah telepon kamu?” Elang mengangguk sebagai jawaban. “Terus gimana kabar Mbak Gendis sekarang?” tanya Gista, penuh harap. Elang menggeleng pelan, dan mengembuskan napas panjang dengan kasar. “Mbak Gendis meninggal sakit jantung,” sahutnya lirih. Gista yang sudah mendengar jika kakaknya meninggal barusan masih merasa denial karena menganggap jika semua itu hanyalah mimpi semata. Lalu bagaimana dengan pesta pernikahan yang akan digelar kurang lebih tiga jam lagi itu?  “Enggak mungkin! Enggak mungkin Mbak Gendis meninggal, Elang. Tadi aku sebelum pergi ke ballroom untuk melihat dekorasi dia masih baik-baik saja. Dia tersenyum sangat bahagia karena akan menikah dengan pria yang dicintainya itu.” “Sadar, Gista. Semua ini sudah takdir dari Allah. Kita harus menerimanya.” Gista langsung menjerit dan menangis. Elang sendiri berusaha menenangkan kekasihnya itu. Dipeluknya erat tubuh Gista yang hampir limbung. Bahkan ponsel Gista kini berdering nyaring. Elang yang ikut mendengar langsung segera mengambil ponsel itu karena takut ada hal penting. Lain hal dengan Gista yang masih menangis terus. “Ayah telepon,” gumam Elang, memberitahukan. Gista segera mengambil ponsel miliknya yang berada di tangan Elang. Diangkatnya panggilan itu, dan segera menyapa sang ayah di seberang telepon sana dengan suara yang sangat serak. “Halo, Yah.” “Gista, kamu pastinya sudah mendengar dari Elang kalau Mbak Gendis telah meninggal dunia, kan?” Gista menangis dan mengangguk sebagai jawaban meski ayah-nya tidak akan bisa melihat. “Iya, Yah.” “Gendis akan segera dimakamkan langsung dari rumah sakit ke TPU Jeruk Purut. Kamu tenangin Ibu di sana, ya. Ayah akan kembali setelah selesai proses pemakaman.” Gista mengangguk kembali. “Iya, Yah.” Sambungan telepon itu pun berakhir dengan Gista yang menangis kembali. Kini Gista dan Elang langsung segera pergi ke kamar make-up di mana ada sang Ibu. Dipeluknya sang Ibu dan mereka berdua menangis bersama. “Gendis kenapa pergi secepat ini, Gista?” “Gista juga enggak tahu, Bu. Padahal ini hari yang ditunggu-tunggu oleh Mbak Gendis.” “Terus perasaan Sadewa bagaimana? Dia pasti sedih banget Gendis meninggal.” Gista mengangguk setuju. Alleandra Sadewa Rajata—kekasih dari Gendistira Dianing Bramawijaya yang akan menikah hari ini dengan sang kakak pasti perasaannya sangat begitu hancur berkeping-keping dan sedih luar biasa. Meski jujur saja ia tidak terlalu menyukai calon kakak iparnya itu, namun Gendis sangat begitu mencintai dan tampak bahagia jika bersama Sadewa membuat Gista mau tidak mau setuju. Gista yang sering melihat Mbak Gendis menangis malam-malam membuatnya ikut sedih. Apalagi menangisnya sang kakak karena pria itu. Benar-benar sangat berbeda seperti Elang. Kekasihnya yang selalu lembut setiap waktu. Ceklek. Semua orang langsung menoleh ketika pintu ruang make-up mempelai perempuan terbuka. Tak lama menampilkan sesosok Aryo Bima Rajata yang tampak terlihat kacau. “Pernikahan ini harus tetap lanjut!” ucapnya sedikit berat. “Kejadian ini benar-benar membuat kepalaku ingin pecah!” imbuhnya sambil menjambak rambutnya sendiri. Gista dan Sarmila saling berpandangan satu sama lain. Mereka tidak paham dengan ucapan yang dilontarkan Aryo barusan. Terlalu ambigu. Lagipula semisal dilanjut memangnya Sadewa mau menikah dengan jenazah Gendis? Itu namanya orang sinting! “Pak Aryo, mohon maaf sebelumnya. Jika pernikahan ini dilanjut memangnya Sadewa sudah ada mempelai pengantin perempuannya? Gendis anak saya baru saja meninggal, dan sedang dimakamkan.” “Tentu saja ada! Saya mau dia yang menjadi pengganti mempelai wanitanya!” sahut Aryo sambil menunjuk ke arah tubuh Gista dengan telunjuknya. Sorot matanya kian menatap Gista begitu intens sehingga membuat sang empu merasa terintimidasi. Semua orang yang berada di ruangan make-up langsung menatap ke arah Gista termasuk Elang Dananjaya—kekasih dari Gista. Gista yang ditatap semua orang langsung menggelengkan kepala tidak setuju. Apa-apaan jika begini. Lagipula ia masih kuliah semester tujuh, dan belum ingin nikah muda. Masih banyak cita-cita yang harus dicapai. “Enggak! Aku enggak mau! Aku enggak siap nikah!” teriak Gista histeris.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.0K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook