"......... Kamu baik Bos?"
Victor melirik Leon sinis saat tangan kanannya itu bertanya padanya. Tumpukan kertas yang ada di tangannya dia pegang erat-erat, saat matanya sekali lagi menyapu deretan kalimat yang tercantum di laporan tersebut.
"Kamu yakin dia benar-benar sepupu Enzo?" tanya Victor singkat. Mata tajamnya menatap Leon yang mengangguk yakin, sebelum pria itu menjelaskan alasannya pada Victor.
"Dia anak satu-satunya dari David, kakak dari Nona Ruby yang menjadi dalang keributan besar tujuh tahun yang lalu. Entah apa yang menjadi alasan pertikaian mereka waktu itu, namun Nona Ruby tampaknya masih berbaik hati sampai bersedia menjaga Mia dan membesarkannya sampai saat ini. Tiga tahun setelah Nona Ruby membawa Mia ke dalam rumahnya, kecelakaan yang merengut nyawa dia dan suaminya terjadi. Mia juga ternyata terlibat dalam kecelakaan itu. Dia adalah satu-satunya korban yang selamat karena dalam kecelakaan itu. Selang setahun setelah kejadian itu, Enzo mulai menyimpan saham dalam jumlah besar di salah satu agensi entertainment yang terkenal di negara ini. Enzo juga membeli kompleks gedung apartemen mewah di pusat kota tidak lama setelah itu, lalu membawa sebagian besar bawahannya untuk pindah sementara yang lain mungkin tetap tinggal di rumah utama. Mia mulai di daftarkan sebagai penyanyi di bawah label agensi tempat Enzo menanamkan sahamnya tiga bulan kemudian, dan dia memulai debutnya sebagai seorang penyanyi solo setelah kurang lebih lima bulan Mia dilatih di agensi tersebut. Dia menggunakan nama Mia Caroline sebagai nama yang orang-orang kenal sekarang. Sementara nama resmi yang terdaftar di daftar adopsi adalah Mia Don Zello, anak kedua dari Ruby Zello dan Clark Zello."
Selesai mendengarkan penjelasan panjang Leon, Victor akhirnya menyimpan kertas laporan yang ada di tangannya. Pria itu bersandar pada kursi kulitnya, sorot matanya tetap tajam saat dia terlihat tengah memikirkan sesuatu.
"Dia benar-benar merupakan bagian dari keluarga itu ya....."
Ucapan Verron mungkin masih terdengar setenang dasar lautan. Tapi dari sorot matanya, Victor terlihat tidak bisa menahan perasaan rumit yang tiba-tiba saja memenuhi hatinya.
Mia Caroline atau Mia Don Zello. Victor pasti akan terus mengingat nama itu.
*****
"Bagaimana perasaanmu?"
Saat Mia akhirnya terbangun, wajah khawatir Enzo adalah hal pertama yang menyambut gadis itu di pagi hari. Mia membalas pertanyaan Enzo dengan mengangguk kecil, sebelum dia mencoba bangkit dan merasakan tulang-tulangnya seakan saling bergesek dengan kasar.
Mia tanpa sadar mendesis ketika dia memilih untuk berbaring kembali dan meringankan rasa sakit yang mendera seluruh tubuhnya. Enzo yang mendengar desisan Mia juga ikut membantu Mia kembali berbaring dengan hati-hati. Tangannya dengan telaten kembali menutupi Mia dengan selimut tebalnya. Enzo terdiam lama, sebelum dia kembali berucap ketika Mia mulai menatapnya dengan bingung.
"Jangan dulu mencoba bangun Mia. Kamu demam tinggi kemarin, aku sampai hampir saja membawamu ke rumah sakit jika saja Dokter tidak mencoba meyakinkanku bahwa kau benar-benar baik-baik saja kemarin."
Mia bisa tahu bahwa Enzo tengah marah padanya sekalipun pria itu terus mengajaknya bicara dengan nada halus sedari tadi. Gadis manis itu menunduk, saat dia diam-diam menyentuh tangan Enzo dengan jari-jarinya sendiri untuk meminta maaf.
"....... Maafkan aku, Kak Enzo....." bisik Mia kecil. Dapat remaja itu dengar bahwa Enzo membuang nafas panjang, sebelum jari pria itu mengusap keningnya dengan sangat lembut.
"Kenapa kamu melakukannya Mia? Kenapa kamu harus kabur dariku? Kamu membuatku hampir gila kemarin...."
Mata Mia berkaca-kaca saat gadis itu dengan jelas bisa melihat raut putus asa dari wajah sepupunya yang biasanya terlihat tegas dan berwibawa. Enzo bahkan sampai tidur dengan pakaian kerjanya yang kemarin pria itu pakai saat berangkat kerja, karena seharian sibuk kemarin pria itu sibuk mencari dan merawat Mia saat gadis itu akhirnya ditemukan.
"....... Hiks, maaf......... Hiks, maafkan aku Kak Enzo........ Aku, aku hanya penasaran dengan kehidupan sekolah kemarin....... Diam-diam aku hanya memerhatikan interaksi mereka, aku tidak melakukan apapun lagi setelah itu Kak....."
Hati Enzo mulai melunak saat Mia mulai menangis di depannya saat ini. Sekali lagi Enzo bergerak untuk mengusap kening Mia dengan lembut, sebelum tangannya perlahan turun untuk menghapus air mata di pipi putih milik Mia.
"Sejak kapan kau belajar melakukan penyamaran hm?"
Mia mulai meredakan tangisnya saat dia merasa Enzo sudah tidak lagi terlalu marah padanya. Mia mencoba menenangkan emosinya terlebih dahulu, sebelum menjelaskan semuanya dengan jujur kepada pria tersebut.
"Kak Jay yang mengajariku...... Kata Kak Jay, aku harus menggunakan penyamaran jika hendak keluar sendirian, atau para penggemar mungkin akan mengenaliku. Sebelumnya Kak Jay tidak percaya aku tidak pernah masuk sekolah umum dan dia mulai mengejekku karena itu. Mendengar ucapannya membuatku penasaran tentang sekolah Kak, sampai aku mulai belajar melakukan penyamaran dari internet agar aku bisa keluar seperti yang lain juga setelah itu. Maaf...... Karena aku tidak mengatakannya langsung pada Kak Enzo sebelumnya," ujar Mia menjelaskan. Dia tahu membongkar rahasianya sekarang mungkin hanya akan membuatnya sulit untuk kabur lagi di masa depan. Namun semua itu ternyata tidak sebanding, dengan Enzo yang terlihat kecewa padanya sebelum ini.
Dengan Enzo, Mia bersedia melakukan apapun asal pria itu tidak membecinya. Karena bagi gadis itu, Enzo lah orang pertama yang mau mengulurkan tangan untuk menolongnya dulu. Enzo, Ruby, beserta Clark adalah orang yang membawa Mia keluar dari lubang gelap tempat dia hidup sebelum ini. Mia tidak mau mengecewakan mereka, tidak peduli apa pun yang terjadi.
Sebelumnya Mia berpikir bahwa tidak apa-apa jika sesekali dia menyelinap pergi sendirian. Mia melihat banyak teman agensinya yang melakukan hal itu sepanjang waktu namun dan tidak ada hal buruk yang terjadi. Mia tidak tahu Enzo akan sepanik itu saat dia pergi sebentar. Mia tahu dia telah menyusahkan banyak orang, dan dia benar-benar menyesali tindakannya sekarang ini.
Melihat bahwa Mia telah kapok dengan usaha kaburnya, Enzo mulai mencoba melupakan semua kejadian yang membuatnya sangat panik kemarin dan fokus untuk mengajak Mia bicara lagi sekarang. Pria itu menatapi wajah Mia, sambil berpikir untuk mengingat pria bernama Jay yang dibicarakan gadis itu sebelumnya.
"Mia, Kak Jay yang tadi kamu sebut itu sebenarnya siapa?" tanya Enzo lembut. Mia balas menatap Enzo, sebelum menjawab pertanyaan itu dengan sangat mulus.
"Kak Jay teman artis yang berkenalan denganku di program See My Voice, Kak. Selain sesekali dia akan mengejekku, dia sebenarnya merupakan pria yang baik, Kak Enzo. Dia juga memberiku banyak saran yang berguna selama ini," ujar Mia menjelaskan. Enzo membalas ucapan gadis itu dengan anggukan dan senyum, walaupun pikirannya terus-menerus mengulang nama Jay berulang kali. Enzo merasa dia jelas harus menegur pria bernama Jay itu, karena sudah berani mengajarkan yang tidak-tidak pada sepupu manisnya ini.
"Kak Enzo?"
"Hm?"
Enzo segera kembali merubah ekspresinya menjadi lembut saat Mia lagi-lagi menegurnya. Gadis itu terlihat malu, sebelum jari-jari lentiknya dengan kikuk mencoba menangkup tangan Galen.
"Kak Enzo tidak lagi marah kan? Maafkan aku Kak, aku hanya benar-benar penasaran dengan kehidupan sekolah kemarin......" ujar Mia sekali lagi. Kini Enzo hanya tersenyum, sebenarnya sedari tadi juga kemarahannya memang sudah hilang entah kemana semenjak Mia sudah mau mengakui kesalahannya.
"Ya, asal kamu berjanji tidak akan melakukan perbuatan nekat itu lagi. Dunia luar itu berbahaya Mia, aku tidak akan bisa melindungimu jika kau pergi tanpa memberitahuku seperti kemarin....."
Mia dengan berat mencoba mengangguk setelah dia selesai mendengarkan ucapan Enzo. Sekarang, Enzo sebenarnya sudah tidak pernah takut lagi pada manusia yang ada di luar sana. Sekarang Mia tahu Enzo akan selalu melindunginya jika orang-orang jahat mencoba menyakitinya. Orang-orang yang kini dia temui semuanya bersikap baik dan ramah padanya. Mia pikir mungkin dunia tidak se menyeramkan yang dia pikirkan. Tapi kini, malah sepupunya sendiri yang terus-menerus menekankan bahwa dunia akan menjadi tempat yang berbahaya jika Mia tidak terus bersama Enzo.
Mia kini berpikir. Mungkin, masih banyak sekali sisi dunia yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia beruntung seorang pria baik mau menolongnya kemarin. Mia tidak bisa membayangkan, jika orang jahat benar-benar membawanya pergi kemarin.
Membayangkannya saja sudah cukup untuk membuat buku kuduk Mia meremang. Gadis itu kini benar-benar menaruh rasa hormat, pada teman-teman artisnya yang bisa kabur tanpa terluka sedikit pun berkali-kali.
"Mia, kamu lapar bukan? Ayo kita sarapan bersama, aku sudah meminta seseorang menyiapkan bubur untukmu hari ini."
Mia langsung mengangguk begitu Enzo mengajaknya untuk sarapan bersama. Puas melihat anggukan yang diberikan Mia, Enzo langsung keluar kamar untuk menyiapkan sarapan yang sebelumnya telah disiapkan oleh salah satu pelayannya. Dia kembali dengan nampan penuh makanan untuk dua orang, dan mendapati Mia menatapnya dengan sorot mata penasaran.
"Kak Enzo, apa Kakak tahu siapa yang menolongku kemarin? Aku ingin mengucapkan terimakasih padanya. Aku pasti sudah sangat merepotkannya kemarin."
Pegangan Enzo pada nampan di tangannya mengerat saat dia mendengar Mia kembali menyinggung masalah Victor dan bawahannya. Enzo berusaha tetap tenang di luar, saat dia memberikan semangkuk bubur hangat untuk Mia santap sebelum dia menjawab pertanyaan gadis itu.
"... . . Aku kenal dia, dan sudah berterimakasih secara pribadi juga padanya. Kamu tidak usah memikirkannya lagi, dia juga senang karena bisa membantumu."
Mendengar jawaban Enzo, Mia sedikit kecewa karena itu berarti dia tidak bisa mengucapkan rasa terima kasihnya secara langsung pada orang baik itu. Tapi Mia sadar bahwa Enzo tidak akan suka jika dia membantahnya. Mia akhirnya hanya mengangguk, ketika dia perlahan menyantap bubur hangat yang ada di tangannya.
Padahal jika bisa, Mia ingin bertemu dengan orang baik itu dan berterima kasih langsung padanya.
To be continued