bc

TERJERAT GAIRAH CINTA HOT DUDA

book_age18+
788
IKUTI
6.9K
BACA
contract marriage
family
HE
love after marriage
age gap
boss
heir/heiress
blue collar
sweet
bxg
single daddy
campus
city
office/work place
lies
addiction
assistant
like
intro-logo
Uraian

Dewasa 21+

Seorang ibu yang mengandung dan melahirkan anaknya, tapi kalah dalam merebut perhatian dan kasih sayang dari sang putra yang lebih menyayangi ibu sambungnya.

Violeta yang berstatus mahasiswi, tapi mendadak menjadi istri kontrak dari Bram, seorang hot duda beranak satu, dan menjadi ibu sambung sekaligus pengasuh putranya. Semua itu berawal karena Berlin menganggap Violeta sebagai ibu sejak pertemuan pertama mereka.

Di saat kehidupan keluarga kecil mereka sudah bahagia, tiba-tiba sang mantan istri kembali hadir dan ingin merebut kembali Bram dan Berlin yang masih dianggap sebagai miliknya.

Lalu, Apakah Bram akan kembali pada sang mantan istri dan meninggalkan istri kontraknya? Dan apakah kasih sayang Berlin akan beralih kepada ibu kandungnya dibanding ibu sambungnya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Sugar Daddy
Bram menatap Violeta. "Begini, Nona. Aku mau menawarkan kerja sama denganmu." Kening Violeta berkerut. "Kerja sama apa?" "Kamu jadi ibu sambung putraku. Menikah kontrak denganku. Aku akan memberikan imbalan yang setimpal sesuai yang kamu inginkan." "Sesuai yang aku inginkan? Itu artinya apa pun yang aku mau, Om akan menurutinya?" "Ya." Violeta tampak berpikir sembari tersenyum licik. "Oke. Aku mau nikah kontrak sama Om, asalkan 50 persen harta Om menjadi milikku!" *** Beberapa hari sebelumnya, di sebuah taman. “Mama, tolongin Berlin, Ma.” “Eeh! Apa-apaan kamu? Eh, kamu mau ngapain masuk ke dalam rokku?!” Violeta berteriak dan meminta seorang anak kecil laki-laki agar keluar dari dalam rok yang ia pakai. Violeta menggunakan rok kekinian yang panjang, sehingga anak kecil tersebut tidak terlihat. Wajahnya sudah memerah menahan kesal akibat perbuatan anak kecil yang masih betah bersembunyi di dalam roknya. Untung saja dia menggunakan celana legging panjang, jadi dirinya tidak begitu malu meskipun roknya terangkat. "Dasar bocah songong, gak beradab, gak beretika! Emangnya kedua orangtua kamu gak ngedidik kamu apa?! Kok anak sekecil ini otaknya udah ngeres, masuk-masuk ke rok, hhh!" Violeta terus menggerutu dengan kesal. Seorang pria dewasa yang tampan, berperawakan tinggi besar dengan mengenakan pakaian formal berwarna hitam, kini tengah melihat kesana-kemari seperti sedang mencari sesuatu. Matanya mengedari seluruh penjuru di taman tersebut, tetapi dia tetap tak menemui keberadaan orang yang tengah dicarinya. “Berlin, kamu bersembunyi di mana, Nak? Ayo, keluarlah dari persembunyianmu. Kita pulang, yuk!” Pria tampan itu membuka suara. “Berlin, nanti kita beli apa aja yang kamu mau. Papa janji.” Violeta yang sejak tadi sedang duduk di bangku panjang di taman tersebut, kini berdiri. Lalu dia mengangkat roknya, sehingga anak kecil tadi terlihat dan sedang berjongkok. Dia sangat meyakini jika Bram sedang mencari keberadaan bocah lelaki yang sedang bersembunyi di balik roknya. Wajahnya sudah memerah karena menahan amarah yang sejak tadi tertahan di d**a. Dia sudah tak sabar ingin melampiaskannya. “Berlin ….” “Oohhh … jadi Om ini papanya anak nakal ini, ya? Tolong ya, Om. Anakmu ini diajarkan sopan santun dan etika! Masa dia kurang ajar banget masuk ke dalam rokku.” Violeta berkata dengan menggebu-gebu. Wajahnya benar-benar terlihat sangat kesal. Sejak tadi kedua tangannya terkepal erat. Bram, pria yang sedang mencari anaknya itu menatap Violeta dengan mulut sedikit menganga. Kini, matanya beralih melihat ke bawah, di mana sang putra sedang menangis sambil menutup kedua telinga. Bram menghampirinya, lalu mengangkat tubuh kecil Berlin. “Sayang, kenapa kamu menangis?” “Mama … Berlin kangen Mama. Berlin pengen Mama. Tapi Mama dari tadi marah-marah terus sama Berlin.” Berlin menangis sesenggukan seraya melihat ke arah Violeta. Kening Violeta mengernyit. Dia merasa tak nyaman dengan tingkah anak kecil di hadapannya. Pikirannya yang sedang kalut menambah kekesalannya. Kini, dia berkacak pinggang dengan mata melotot ke arah Berlin. “Dasar bocah tengil! Bocah nakal! Emangnya siapa mamamu, hah?! Enak aja manggil-manggil aku mama. Boro-boro jadi mama dan punya anak, kawin juga belum. Aku masih single, tau!” Tangis Berlin semakin menjadi. Dia meraung-raung sampai wajahnya memerah. Bram kewalahan menghadapi anaknya yang sedang tantrum itu. Dia menatap Violeta dan mulutnya sudah terbuka ingin berbicara. Namun, gadis itu sudah memotong lebih dulu. “Om, kok Om cuma diem aja, sih? Urus dong anakmu ini. Dia bener-bener udah ganggu aku banget, tau. Aku lagi bersantai akhirnya ambyar gara-gara anak Om yang bandel ini. Hhhh!” Violeta memberengut. “Vio, ternyata lo di sini. Gue dari tadi nyariin lo. Eh, lo sama siapa? Lagi ngapain lo sama Om-Om? Jangan-jangan dia Sugar Daddy lo, ya?” Suara seorang perempuan tiba-tiba mengalihkan perhatian Violeta yang sedang kesal. Dia menatap kedatangan temannya dengan wajah ditekuk. “Enak aja lo bilang Om ini Sugar Daddy gue. Kenal juga nggak gue. Yuk, ah. Males gue lama-lama di sini! Ketenangan dan kenyamanan gue jadi terganggu sama bocah nakal ini!” Violeta menarik tangan temannya dan pergi meninggalkan tempat itu. Berlin semakin meraung-raung melihat kepergian Violeta. “Mama … jangan tinggalin Berlin, Ma. Bawa Berlin, Mama ….” Akan tetapi, Violeta tak mempedulikannya. Dia semakin mempercepat langkah. Kini wajahnya semakin memerah karena menahan marah sekaligus malu. Bagaimana tidak, sejak tadi Berlin selalu mempermalukannya dengan memanggilnya mama. Sinta, teman Violeta sejak tadi kebingungan. Sesekali wajahnya menoleh ke belakang, menatap Berlin yang berada digendongan sang papa. “Vio, berhenti dulu.” Sinta mencekal lengan Violeta. Dengan menghentak-hentakkan kaki, akhirnya Violeta terpaksa berhenti. Wajahnya masih tampak kesal. “Ada apa lagi sih, Sin?! Please … gue lagi bad mood banget. Jadi jangan bikin gue tambah bete, oke!” “Lo jujur sama gue, Vio. Itu tadi anak lo sama Sugar Daddy tadi?” Sinta menatap lekat. Violeta menyentil kening Sinta. Dia semakin kesal dengan pertanyaannya. “Lo nyebelin banget, Sin. Sumpah. Udah ah, gue lagi males banget mau ngomong.” “Mama … jangan tinggalin Berlin, Ma. Bawa Berlin, Ma ….” Suara teriakan Berlin menghentikan langkah kaki Violeta. Gadis cantik bertubuh tinggi semampai bak model itu menatap tajam. Hatinya semakin kesal dan gondok. Berlin terlihat berlari menghampiri Violeta, sementara Bram mengejarnya. Bocah kecil itu langsung memeluk kaki Violeta sambil menangis tersedu-sedan. Dengan susah payah Violeta berusaha melepaskan diri dari pelukannya. “Mama, Berlin kangen Mama. Kenapa Mama mau ninggalin Berlin lagi? Emangnya Mama gak kangen sama Berlin? Mama gak sayang Berlin?” Berlin menengadah menatap Violeta yang dianggap mamanya. “Eh, apa-apaan, sih? Lepasin! Aku bukan mama kamu, jadi tolong berhenti manggil aku mama, okey?!” Suara Violeta terdengar lantang. Sementara Sinta sejak tadi sudah pergi terlebih dahulu, sehingga kini hanya tinggallah Violeta, Berlin, dan Bram saja. Mereka bertiga berdiri saling berdekatan. “Mama jahat.” Tangis Berlin semakin menjadi. “Berlin, Sayang. Dengerin papa, Nak.” Bram berusaha menenangkan sang putra. “Berlin cuma mau sama Mama. Kenapa Papa gak pernah mau ngertiin Berlin!” “Sayang, papa selalu ngertiin Berlin, kok. Hanya Berlin hidup dan nyawa papa.” Bram berjongkok sembari memegang wajah sang putra. “Terus … kenapa Papa gak pernah nurutin Berlin tentang Mama?” Bram menghela napas dengan berat dan bangkit. Lalu dia menatap wajah Violeta yang masih ditekuk. Demi sang putra, dia rela menjatuhkan harga dirinya di hadapan orang yang tak dikenal. “Nona, maukah kamu menjadi ibu sambung anakku? Tolong menikahlah denganku, meskipun hanya menikah kontrak.” Mata Violeta terbelalak mendengar ucapan Bram, pria asing yang bahkan tak dikenalnya. Belum hilang rasa kesal dan jengkelnya terhadap Berlin, kini sang papanya pun ikut-ikutan membuatnya geram. “Eh, Om. Apa maksud kamu ngomong kayak gitu? Emangnya aku cewek apaan, hah?! Dasar Om-Om piktor alias pikiran kotor, hhh!” Violeta bersungut-sungut karena saking kesalnya. “Kenal nggak, tapi tiba-tiba ngajakin nikah kontrak. Dasar gila! Piktor! Gak puas sama satu istri, ehh malah mau kawin lagi!” Violeta menghentak-hentakkan kaki, lalu berbalik badan bermaksud ingin pergi dari tempat tersebut. Namun, lengannya dicekal oleh Bram, dan kakinya kembali dipeluk oleh Berlin. Gadis tersebut benar-benar syok. Matanya seakan mau keluar dari tempat. Mengapa hari ini dirinya begitu apes dipertemukan dengan anak dan ayah yang sama-sama gilanya. Ingin rasanya ia mencaci-maki mereka, tetapi ia masih memiliki rasa malu, sebab di sekitar taman banyak pengunjung yang berlalu-lalang. “Nona, tolong jangan salah paham. Ayo, kita bicarakan dulu di tempat yang sepi.” Bram mengatupkan kedua tangan di depan d**a. Hati Violeta kian memanas. Ia semakin menduga bahwa Bram memanglah pria yang selalu berpikiran kotor, sebab sekarang justru mengajaknya untuk ke tempat yang sepi. “Om, kamu ini emang bener-bener piktor, ya. Udah ngajakin aku nikah kontrak, ehh sekarang malah ngajakin aku ke tempat yang sepi.” Violeta bersedekap d**a. “Hhh … pantesan aja anakmu ini masih kecil udah ikut-ikutan piktor, masuk ke dalam rokku, karna papanya aja piktor!” Kini, mata Bram yang terbelalak mendengar ucapan demi ucapan yang dilontarkan oleh gadis cantik di hadapannya. Mulutnya sungguh sangat pedas jika sudah berbicara, dan sangat barbar sekali.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

TERNODA

read
198.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.1K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.4K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
53.4K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook