BAB 19

1600 Kata
| 19 Sabtu pagi yang ceria, burung-burung berkicau dengan merdu serta pemandangan tanaman yang semerbak harumnya. Ada bunga yang berwarna putih, ungu, merah, dan lain-lain. Selain keindahan tersebut, masih ada lagi yang nampak indah dan harmonis yakni acara makan bersama di pagi hari bersama keluarga Belin. Ada banyak hidangan disana, seperti olahan tumis kangkung, sayur sop, ayam goreng, udang goreng, dan sambal terasi yang rasanya tak kalah nikmat dengan masakan lainnya. Tersedia minuman air putih dan teh hangat dimeja makan. Keramaian yang tercipta membuat orang lain yang melihatnya akan menimbulkan rasa iri. Semua orang pasti senang dan menginginkan moment tersebut, dimana bisa melewati setiap harinya untuk berkumpul dan menikmati sarapan bersama keluarga. “Kamu mau menu masakan yang mana, Nak? Sini Tante ambilkan.” Ucap Mama Belin dengan ramah. “Jangan, Tante.. Lala nggak enak, Lala ambil sendiri saja. Terimakasih banyak, Tante.” Sahut Lala dengan lembut. “Lala itu sukanya sama sayur sop, Ma.. terus kalau masalah lauk itu bebas, dia suka apa aja. Mama ambilkan semua lauknya aja biar Lala kenyang dan gendut kayak Belin.” Sahut Belin yang menyela pembicaraan Lala dengan Mamanya. Kemudian Mama Belin langsung meracikkan menu sarapan untuk Lala dan putri semata wayangnya dengan senang hati. Perilaku tersebut mencerminkan betapa perhatiannya sosok Ibu kepada anaknya. Meski anaknya sudah tumbuh besar, banyak orang tua yang masih memperlakukan anaknya seperti anak kecil. Seperti perlakuan yang diterima Belin dari orang tuanya. “Tante, terimakasih banyak udah diambilkan nasi dan lauknya, maaf kalau ngrepoti.” Lala menerima sepiring nasi dengan tumpukan sayur dan lauk dari Mama Belin. “Iya sama-sama, anggap saja Tante seperti Ibu kamu. Jadi jangan sungkan.” Lala tersenyum bahagia dengan perlakuan wanita muda tersebut. Baru pertama kalinya ia merasakan nikmatnya menerima hidangan dari seorang Ibu. Usai melakukan sarapan pagi, Belin sengaja menyuruh Lala untuk tetap berada di dalam kamarnya, karena Belin ingin menyampaikan sesuatu kepada kedua orang tuanya. Dengan menikmati fasilitas yang ada di kamar Belin, kini imajinasinya akan suatu kemakmuran mulai muncul. ia membayangkan kelak hidupnya akan tercukupi dan berada pada suatu titik yang tepat. *** Belin berkumpul dengan Mama dan Papahnya di ruangan khusus untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapi Lala selama ini. Kedua orangnya sangat begitu memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut Belin. “Jadi gini, Mah, Pah. Sebenarnya Lala sedang mengalami depresi. Ternyata keceriaan yang selama ini terpancar di wajahnya hanyalah kepalsuan. Dari kecil hingga saat ini Lala itu diperlakukan layaknya pembantu, Pah, oleh Tante Susi. Bukannya menjadi orang tua asuh yang baik, tetapi malah sebaliknya. Dan asal Papah dan Mamah tau ya, selama ini tuh sumbangan dari yayasan untuk anak yatim dan piatu juga sering dirampas oleh Tante Susi. Belin bener-bener heran deh sama Tante Susi, padahal setahu Belin, Tante Susi selalu bersikap ramah dan baik kepada Belin, waktu Belin main kesana.” Ungkap Belin kepada kedua orang tuanya. “Kamu serius? Dengan ucapan kamu barusan?” tanya Papah Belin. “Iya, udah valid belum informasi yang kamu sampaikan? Takutnya kalau salah saham, kan kita juga nggak enak misalnya mau ambil tindakan.” Sahut Mamah Belin. “Belin yakin, Pah, Mah. Lala nggak mungkin bohongin Belin. Belin udah bersahabat dengan Lala sejak dulu, Belin percaya sama Lala. Lala diperlakukan seperti pembantu Pah, mulai dari nyapu, ngepel, beres-beres perabotan, nyuci, masak, dan lain-lain. Itu dikerjakan oleh Lala seorang diri Pah. Ditambah lagi dengan perlakuan kasar yang pernah Tante Susi berikan kepada Lala, dulu Belin pernah melihat Lala dalam kondisi muka kayak bekas pukulan gitu, tapi Lala nggak cerita kalau ternyata itu adalah ulah Tante Susi. Handphone Lala yang didapat dari hadiah jalan santai waktu itu sekarang juga rusak, Pah. Layarnya retak semua dan kondisinya mati total. Kemarin Lala dapat pinjaman handphone biasa dan bukan android dari William anaknya Om Irwan rekan Papah bisnis. Alhamdulillah masih bisa digunakan untuk komunikasi melalui pesan singkat. Tapi kasihan juga, dia mengalami kesulitan dalam mengakses ilmu. Pah, Mah, Belin minta tolong ya, Papah sama Mamah harus membantu Lala. Belin nggak mau kalau Lala sampai terlantar.” Ucap Belin Orang tua Belin menjadi geram usai mendengar semua cerita putrinya mengenai Lala. “Benar-benar kelewatan tuh Susi, Mah. padahal hidupnya bergelimang harta. Tega sekali dia sampai merampas hak seorang anak yatim piyatu. Baik, Sayang. Papah akan keluar sebentar untuk membelikan Lala handphone. Kamu tanyakan kepada Lala, biaya sekolahnya kurang berapa, nanti Papah yang melunasi semuanya.” Tutur Papah Belin. “Papah serius?” tanya Belin untuk memastikan. “Papah serius, Sayang. Papa sama Mamah pergi dulu ya, kamu dirumah aja sama Lala. Saat ini dia sedang membutuhkan kamu.” perintah orang tuanya. “Terimakasih banyak ya, Pah, Mah. Belin seneng banget dengernya. Belin akan menemani Lala dikamar, Papah sama Mamah hati-hati dijalan ya, muuah, muuuah.” Belin mencium kedua orang tuanya sebagai wujud terimakasihnya karena sudah mau membantu sahabatnya. Kini Belin berjalan menuju kamarnya. Ketika ia sampai dan membuka pintu kamar secara perlahan, ia melihat pemandangan yang langsung membuatnya menjatuhkan air mata. Ia melihat Lala yang sedang memandangi foto keluarga Belin yang terdiri dari kedua orang tuanya dan foto masa kecilnya yang duduk dipangkuan Papahnya. Dalam batin Belin merasa bahwa Lala sangat menginginkan masa seperti itu. Masa bersama kedua orang tua dan tumbuh bersama orang tua yang lengkap. Belin tak kuat melihat kesedihan sahabatnya, dengan sengaja ia mengetuk pintu kamarnya untuk menyadarkan lamunan Lala. ~Tok tok tok~ Lala langsung tersadar dan menoleh ke arah pintu. Ia melihat Belin membawa dua gelas jus jambu merah bersama camilan keripik kentang. Lala segera meletakkan bingkai foto tersebut dan menghampirinya. “M..maaf ya, Bel, barusan aku udah lancang pegang-pegang bingkai foto keluarga kamu.” Lala langsung meminta maaf kepada Belin. “Nggak papa kok, tenang aja. Kamu itu udah aku anggap seperti kakak aku sendiri. Oiya ini jus jambu merah sama camilan buat kita. Hari libur gini kita buat nonton drakor yuk.” Belin berjalan menuju meja kecil yang terletak di samping televisinya untuk menaruh nampan yang ia bawa. “Tapikan tetep aja aku nggak enak sama kamu, sekali lagi maaf ya...” Lala merasa bersalah. Belin sama sekali tidak menghiraukan permintaan maaf dari Lala, karena ia menganggap itu hanyalah masalah sepele. Belin melanjutkan aksinya untuk menyalakan televisi dan menyalurkan sebuah flashdisk. Alhasil muncullah file yang berisikan film drama korea tersebut. Belin sangat menyukai film drama korea, ia memiliki beberapa flashdisk khusus yang hanya berisikan film. Selain menyukai drama korea, ia juga menyukasi film Indonesia dengan genre comedy. “Nih, kamu pilih genre apa film nya? Aku punya semua genre, hehe. Mau yang romance, horor, atau yang mana?” Ucap Belin sambil memainkan remot pemrograman. “Terserah kamu saja, Bel. Aku suka semua genre.” Balas Lala dengan pelan karena ia masih merasa tak enak hati atas perlakuannya tadi. “Okay Girl, kita akan melihat film dengan genre komedi. Kayaknya cocok tuh buat mengisi hari sabtu liburan kita. Oiya tolong ini jus sama kripik kentangnya kamu deketin sama kursi ya, biar kita nggak kejauhan ambilnya.” Ucap Belin. “Siap...” Lala langsung menjalankan sesuai ucapan Belin. Mereka berdua sangat menikmati hari liburnya dengan canda dan tawa, keadaan Lala sudah lebih membaik dari pada hari sebelumnya. Berkat kesetiaan Belin kepadanya, kini pancaran pada wajahnya Lala mulai bersinar kembali. Itulah arti sahabat yang sebenarnya, sahabat akan selalu setia menemani kita disaat kita sedang diterjang masalah. Selalu bersama dalam suka maupun duka dan saling mengisi satu sama lain. Saking asyiknya mereka berdua menikmati film genre comedy, Lala tertawa lepas hingga perutnya terasa kaku, sedangkan Belin tertawa hingga menangis. Ruang kamar Belin sedang di penuhi dengan canda tawa mereka berdua. “Pantes aja kamu gemuk, camilan kamu aja non stop.” Canda Lala. “Hehe nggak papa, kita itu akan gemuk dan kurus pada waktunya, asyeeek. Seperti jodoh yang akan tiba pada waktunya, ihuuu.” Balas Belin dengan cekikikan. “Dasar alay.” Ejek Lala. “Tuh, jus jambunya harus kamu habisin biar trombosit kamu normal.” Perintah Belin. “Baik, Dok.” Sahut Lala. Lala meminum jus jambu merah yang diberikan Belin sambil menikmati keseruan film tersebut. Tak terasa film yang mereka putar sudah selesai, saat Belin memilih film baru tiba-tiba ia mendengar bahwa ada yang mengetuk pintu kamarnya. Belin menyuruh Lala untuk memilih film yang akan diputar selanjutnya dan ia akan membuka pintu kamarnya. Saat ia membuka pintu kamar, ternyata yang mengetuk adalah asisten rumah tangganya, yaitu Mbak Mila yang mengetuk pintu sambil membawakan camilan baru untuknya. “Eh, Mbak Mila. Makasih ya, Mbak Mil camilannya.” Ucap Belin “Sama-sama, Non. Mbak, pergi dulu ya.” Pamit asisten rumah tangganya. “Iya, Mbak Mil.” Belin menutup kembali pintu kamarnya dan kembali menikmati film baru yang diputar oleh Lala. Belin duduk di samping Lala sesuai posisi sebelumnya, sambil membuka camilan coklat yang baru di antarkan oleh Mbak Mila selaku asisten rumah tangganya. Ia mencicipi camilan tersebut, rasanya sangat manis dan legit. Saat menuang camilan tersebut pada toples kosong, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. ~Clek~ Suara pintu kamarnya terbuka. Belin dan Lala segera menengok ke belakang untuk melihat siapakah yang membuka pintu tersebut. Ternyata yang membuka adalah kedua orang tua Belin sambil membawa beberapa tas kresek berwarna putih. Banyak sekali isi tas kresek tersebut. Kemudian Belin dan Lala menyambut kedatangannya dengan senang hati. “Mamah, Papah.” Ucap Belin dengan kaget. “Eh, Om dan Tante.” Sapa Lala dengan sopan. Kedua orang tua Belin menaruh beberapa kresek tersebut di atas tempat tidur Belin. Tas kresek tersebut berisikan pakaian, peralatan sekolah, dan handphone android yang cukup mewah. Dalam batin Lala sangat bersyukur memiliki orang tua sebaik orang tua Belin, yang selalu menunjukkan kehangatan, kasih sayang, serta perhatian yang lebih kepada anaknya. Dan Lala tahu betul jika semua benda tersebut untuk Belin putri semata wayangnya. “Sayang, menurut kamu ini bagus nggak? Kamu suka nggak?” tanya Mamah Belin kepada Lala. “Menurut Lala bagus semua Tante, barangnya juga branded semua, pasti mahal ya, Tante.” Ucap Lala dengan lugu. “Ini semua buat kamu, Sayang. Semoga kamu suka dan bermanfaat ya.” Orang tua Belin memeluk Lala layaknya anak sendiri. Kemudian disusul Belin yang ikut serta memeluk Lala. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN