Bab 2-1 Bertemu Cowok Dingin
Saat ini ada seorang gadis yang sedang berbelanja di minimarket karena disuruh oleh ibunya.
Gadis itu sudah berputar-putar mengambil barang belanjaan sejak tadi hingga memenuhi isi keranjang bawaannya sejak lima belas menit yang lalu.
Namun di saat belanjaan yang terakhir, gadis itu tampak kesulitan mengambil barang tersebut dari atas rak. Bahkan gadis dengan tinggi 155 cm itu juga harus menjinjit tinggi-tinggi untuk mengambilnya.
"Aduh, ini kok bisa tinggi begini sih?" dumalnya.
Nama gadis itu adalah Haura Aini Mahya. Gadis imut nan pendek dengan rambut yang terurai panjang itu saat ini masih berusaha mengangkat tangannya untuk mengambil barang tersebut.
"Yahh nggak nyampe..."
Haura berhenti menjinjit sambil menatap barang tersebut dengan pipi menggembung pertanda ia jengkel. Tapi di lain sisi Haura juga merasa lelah karena terus menerus berjinjit.
"Masa aku nggak beli ini sih?" gumamnya lagi.
Tapi kalau tidak membeli ini pasti haura akan dimarahi mamanya.
"Gimana ya?"
Haura kembali berjinjit dan berusaha menggapai barang itu lagi.
"Sedikit lagiiiii."
Namun lagi-lagi tangannya masih kurang sampai ke sana.
"Ah masih nggak nyampe!"
Haura bercelingak-celinguk. Berharap ada seseorang di sekitar tempatnya berdiri. Haura bisa memanfaatkan orang itu untuk mengambilkan barang yang diinginkannya.
Sesuai harapannya, Haura melihat ada seorang cowok tinggi yang saat ini sedang berjalan ke arahnya. Cowok itu tampak terlihat cool dengan mengenakan kaos hitam. Ketampanannya justru jadi semakin bertambah!
Mendadak Haura langsung sadar pada kenyataan bila ia jadi malah terpana sampai memuji perawakan cowok itu dan melupakan tujuannya.
Melihat cowok itu lewat di depannya, Haura segera berbicara, "Kak, Kak, boleh minta tolong ambilin ini nggak?"
Dia hanya menatap Haura dengan tatapan dingin. Kemudian dia pergi begitu saja.
Mengabaikan kata-kata minta tolong dari Haura.
"Ih sombong banget sih! Kalo nggak mau tinggal nolak aja, nggak usah sok dingin begitu!" cibir Haura sambil menatap orang itu jengkel.
"Ganteng doang tapi sombong!"
Haura berbalik menghadap bagian atas rak. Lalu Haura berjingkat untuk mengambil barang itu lagi.
Namun dikarenakan Haura masih merasakan jengkel dan tidak konsentrasi dengan baik, tanpa disengaja Haura menyenggol barang-barang tersebut.
Brak!!!!
Hingga pada akhirnya beberapa barang mulai terjatuh dari tempatnya sehingga meninggalkan suara yang cukup nyaring. Beberapa orang yang ada di sana bahkan penasaran dengan bunyi itu hingga mulai melihat Haura.
Gadis itu menjadi pusat perhatian sekarang.
Dan itu sungguh memalukan.
"Em, ma-maaf maaf, nanti saya beresin kok. Nggak sengaja beneran." Haura mulai berbicara pada staff minimarket yang juga melihatnya. Tangannya terangkat membentuk gaya peace.
Staf minemarket itu menghembuskan napasnya pelan kemudian mendekat ke arah Haura. "Lain kali hati-hati ya, dek. Udah sini aja saya yang beresin. Udah jadi tugas saya kok."
"Iya, sekali lagi maaf ya, Kak. Maaf banget udah ngerepotin," ujar Haura sekali lagi.
Seusainya hari raya segera pergi dari tempat ini setelah mengambil barang yang ia inginkan.
Seandainya bila cowok itu mau menolongnya, pasti Haura tidak akan bertindak memalukan seperti ini.
"Sial apa tadi aku kok bisa sampai jatuhin barang-barang tadi ?" gumam Haura malu.
Haura kemudian pergi ke kulkas yang berisikan minuman. Lalu gadis itu segera mengambil salah satu minuman di sana. Ia merasa haus sekarang.
Setelahnya Haura pergi ke kasir lalu menyerahkan semua belanjaannya kepada mbak-mbak kasir. Beruntung tidak ada antrian, jadi Haura bisa langsung menaruhnya.
Namun Haura tiba-tiba mengingat sesuatu.
"Oh ya ada yang lupa!"
Gadis itu kembali ke rak-rak yang berisi makanan yang berjejer rapih itu. Lalu ia mengambil salah satu biskuit yang ada di sana.
Biskuit ini merupakan biskuit kesukaan Haura yang tidak boleh terlewatkan.
Haura kemudian kembali ke kasir lagi. Namun Haura melihat ada seorang cowok sombong tadi yang saat ini sedang berdiri di depan kasir.
Namun bukan wajah dari cowok itu yang menjadi perhatian utama Haura.
Tapi terdapat pada tangan cowok itu. Dia memegang minuman yang diambilnya tadi.
Melihat hal itu, wajah Haura mendadak menjadi murka lalu ia merebut minuman itu. "Kenapa kamu ambil minuman punyaku sih? Bisa kan ngambil sendiri?" tuturnya.
Cowok itu menatap Haura dengan tatapan bingung. Dia juga bingung ingin berkata apa mengenai hal itu.
Haura lalu mengambil plastik belanjaan yang telah dihitung oleh mbak-mbak kasir itu. Namun ketika Haura melihat ke dalam plastik itu, Haura melihat minuman jenis yang sama ternyata ada di dalam sana.
Menyadari itu kontan Haura menatap cowok itu dengan tatapan malu serta bersalah.
"Eh, ma-maaf. Salah ternyata hehe, Bukan punyaku tenyata. Maaf ya."
Haura memperlihatkan giginya yang rapih sambil menatap cowok itu. Kemudian Haura mengembalikan minuman itu pada cowok itu.
"Orang aneh," komentar cowok itu lalu pergi meninggalkannya.
Entah apa yang sedang terjadi pada Haura hari ini. Dia sudah mengalami kejadian memalukan sebanyak dua kali di minimarket.
Tapi tindakannya tadi itu benar-benar membuat haura malu setengah mati.
"Semuanya lima puluh ribu, Kak," ujar mbak kasir itu membuat Haura langsung tersadar akan kenyataan..
Haura sontak memberikan uangnya pada mbak kasir tersebut.
"Makasih ya," ucapnya sambil terrsenyum.
"Ya, Sama-sama."
Kakinya kemudian melangkah keluar dari minimarket dengan pikiran yang super berantakan. Pantas saja tadi mbak kasir sempat menatapnya sambil menahan ngakak. Ternyata Mbak kasir itu sudah mengetahuinya.
Karena lagi-lagi Haura kembali larut dalam lamunannya, Haura tidak sadar bila Haura menghalangi sebuah mobil yang ingin melaju pergi dari parkir minimarket.
Tin.... Tin...
"Eh?".
Suara klakson mobil itu sangat mengejutkan Haura.
Dia bahkan sampai berkedip berkali-kali untuk tetap bersikap normal.
Kepala Haura segera menoleh ke kanan. Menyadari bila berdirinya Haura di sini menjadi penghalang mobil, Haura segera memundurkan kakinya sebanyak tiga langkah.
Setelahnya mobil itu perlahan mulai bergerak kemudian bergerak mendekatinya.
"Lain kali kalo punya mata itu digunain!" Seorang cowok itu mulai berbicara pada Haura dengan nada super tidak santai.
Kemudian mobil itu segera menghilang dari pandangannya. Meninggalkan Haura yang masih shock dan terdiam di tempat.
"Dia lagi?" gumam Haura menyadari itu cowok yang sama dengan yang di kasir tadi.
Mendadak wajah Haura jadi semakin sebal. "Siapa sih dia? Kok nyebelin banget orangnya!?"
Meskipun Haura baru bertemu dengan cowok itu hari ini, akan tetapi Haura sudah merasa kurang suka dengannya. Juga Haura memberikan perspektif bila cowok itu memang angkuh dan kasar.
Keesokan harinya tepatnya di pagi hari ini Haura sudah siap mengenakan seragam sekolahnya.
"Haura, hari ini kamu senang mau sekolah lagi, sayang?" Mamanya Haura, Melinda menatap anaknya dengan raut yang bahagia melihat anaknya yang akhirnya bisa semangat lagi.
"Iya, Ma, Haura seneng banget! Akhirnya setelah sekian lama Haura bisa sekolah lagi," sahut Haura sumringah.
Dulu Haura dibully di sekolah lamanya. Haura tidak memiliki satu teman pun yang bisa dipercayai di sana. Tidak ada juga orang yang mau menolongnya. Bahkan gurunya waktu itu juga hanya melihatnya ketika ia diganggu oleh kumpulan geng orang-orang populer dan berpengaruh di sana.
Karena kejadian itu Haura sempat depresi. Setiap hari Haura selalu merasa ketakutan ketika melihat siapa pun. Ia juga bahkan tidak mau berbicara banyak dan lebih memilih untuk di dalam kamar. Oleh sebab itu, Haura jadi tidak mau sekolah lagi sampai akhirnya orang tuanya menyatakan bila Haura telah keluar dari sekolah.
Selama ini kedua orang tuanya memang tidak pernah mengetahui bila temannya tidak mendapatkan perlakuan yang wajar disekolahnya. haura tidak pernah memberitahunya.
Gadis itu memang merasa takut untuk mengadu karena para pembulinya justru akan berbuat lebih parah jika Haura membeberkannya.
Setelah mengalami trauma berat sehingga harus mendapatkan pengobatan dari orang psikologis, akhirnya rasa trauma Haura mulai menghilang.
Meskipun Haura tampak ragu-ragu untuk sekolah, tapi kedua a orang tuanya berhasil membujuknya sehingga membuat Haura mau bersekolah lagi di
sekolah barunya sekarang.
"Kalo ada teman yang ngebully kamu lagi pokoknya kamu harus bilang ke Mama ya. Nggak boleh diam lagi. Mama nggak suka ngelihat anak Mama tertekan lagi. Haura kan punya Papa dan Mama. Haura harusnya cerita kalo ada apa-apa di sekolah. Ngerti kan, sayang?" ujar Melinda dengan lembut.
Haura mengangguk. "Iya, Ma. Haura akan cerita kalo ada apa-apa di sana."
"Udah siap ke sekolah dan ketemu teman baru, sayang?" Papa Haura, Ferdi tersenyum sambil mengelus-elus rambut Haura.
"Iya, Pa. Haura siap!"
Ferdi menatap putrinya bangga.
Sepertinya tidak ada yang perlu ia khawatirkan lagi tentang putrinya.
"Ayo kita berangkat sekarang!"
Kedua mata Haura berbinar mendengarnya.
Seolah ada kupu-kupu dalam dadanya, Haura merasakan senang kembali setelah selama ini Haura mengalami masa-masa terpuruk.
"Udah sampe ya, Pa?" tanya Haura setelahnya ketika melihat mobil papanya berhenti di depan
sekolah.
Sebuah gedung besar dan bertingkat banyak itu mulai terlihat dari pandangan Haura. Bila dibandingkan dengan sekolahnya yang lama itu maka sekolah yang ada di hadapannya
Ini terlihat lebih baik dan bagus. Model gedung sekolah ini menunjukkan bila sekolah ini adalah sekolah elite.
"Udah, Hau. Kamu suka kan sekolahnya?" tanya Ferdi.
Haura mengangguk antusias." Iya, suka banget, Pa. Kelihatannya besar banget gedungnya dan bagus juga warna cat gedungnya. Haura suka banget."
"Kalo gitu ayo turun! Papa mau nunjukin ke kamu anak dari temen perusahaan Papa yang sekolah di sini juga."
"Anak dari temen Papa? Siapa"
Haura menatap ayahnya bingung.
"Nanti kamu juga tau. Papa juga udah suruh dia ke sini sebentar lagi."
"Cowok atau cewek?"
"Cowok, Hau."
Wajah Haura mendadak berubah menjadi kecewa.
"Nggak ada yang cewek, Pa?" tanya Haura.
Sebenarnya Haura merasa canggung bila harus bertemu bahkan berinteraksi dengan seorang cowok. Entah kenapa tadi Haura merasa dirinya tidak bisa membuat akrab dirinya dengan lawan bicara bila jenis kelaminnya cowok.
"Nggak ada, Hau. Anak dari teman-teman Papa yang sekolah di sini cowok semua. Mereka juga orang-orang baik kok. Mereka nggak bakal apa-apain kamu, papa yakin."
Setelah mendengar itu, hati Haura mendadak terasa sedikit lega. Meskipun hanya pendeskripsian dari papanya saja, tapi itu cukup menggambarkan otak Haura bagaimana perawakan orang itu.
"Dimana orangnya, Pa? Kok nggak kelihatan ya?"
Mereka telah turun dari mobil dan masih menunggu kehadiran sosok itu.
"Sebentar lagi datang katanya."
Dua menit kemudian sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.
Cowok itu mulai mendekat ke papa Haura dengan tatapan tidak enak.
"Maaf, Om, saya terlambat datangnya Tadi saya lagi ada keperluan," ujarnya memberi alasan.
"Iya, gapapa, Aksa. Om ngerti kok kamu sibuk. Maaf ya ngerepotin," jawab Ferdi sambil tersenyum.
Cowok itu kemudian menatap Haura dengan tatapan agak terkejut.
"Ini anak Om?"
Ferdi mengangguk. "Iya ini anak saya. Kenalin namanya Haura, dan Haura kenalin ini yang dimaksud Papa tadi. Namanya Aksa."
Papa Haura mulai saling memperkenalkan mereka.
Cukup lama Haura menatap cowok itu dalam waktu yang cukup lama. Ia merasa seperti pernah melihat dia sebelumnya.
Tapi dimana?
"Saya pernah ketemu anak Om di minimarket," ujar Aksa lagi.
Detik ini pula tubuh Haura langsung tegang. Pertemuan awal dengan cowok itu yang kurang mengesankan masih teringat jelas dalam memorinya.
Lagi pula dari semua anak teman-teman papanya yang bersekolah di sini, kenapa harus dia yang menjemputnya sih!?