Fourteen

1270 Kata
"Haloo guys. Iya sekarang gue masih di sekolah." Prily menyapa para penggemarnya dari siaralan live. "Ternyata jadi guru enggak seenak itu huh," keluhnya dengan bibir mengerucut. "Iyaa, tenang aja gue bakal semangat kok," balas Prily saat membaca salah satu penontonnya yang memberi semangat lewat chatlive. Kok enggak nikah aja sih kak? Prily terkekeh ketika melihat komentar itu. "Sebenarnya mau langsung nikah, tapi enggak ada salahnya untuk wanita punya pendidikan yang tinggi. Yah, walaupun nanti jadi ibu rumah tangga." Gadis yang kini sedang duduk di salah satu bangku di koridor sekolah itu merasa dirinya sangat bijak setelah mengatakan itu. Padahal dalam hatinya, ia sudah dari dulu ingin menikah dan kabur dari kuliah dan tata bengeknya. "Kalian jangan lupa belajar terus ya, enggak harus di sekolah atau kuliah ya. Dimana aja." Iya, kak. Jangan lupa belajar mantap-mantap juga haha.  Gadis itu menoleh dari layar ponselnya ketika mendengar langkah segerombolan di koridor sekolah. Keningnya berkerut saat melihat seorang gadis yang ia kenali diantara gerombolan itu. Pricilia. Nampaknya gadis itu mengalami masalah karena ada Si Guru BK menyebalkan Amalia di depan memimipin jalan mereka. Tiga orang laki-laki menyusul di belakang dua gadis itu. Dua bonyok, satu masih tetap ganteng. "Guys, udah dulu ya. See you!" seru Prily sebelum menghentikan siaran livenya.  Gadis itu kemudian memasukan ponselnya ke dalam saku almamaternya lalu bangkit dari duduknya. "Ada apa, nih, Bu?" tanya Prily tersenyum manis ke arah Amalia. "Biasa perkelahian," jawab Amalia. "Kalian semua ke BK saja dulu, sudah ada Pak Anto disana," suruh Amalia pada Pricilia, Kaka, Dion dan Brian. "Boleh ikut enggak buk?" tanya Prily. "Boleh, ke Perpus aja nanti." Dahi Prily berkerut heran. "Ruang BK sementara ada disana karena sedang ada perbaikan." Gadis yang berada di depan Amalia itu mengangguk-angguk ketika mendengar perkataannya. "Saya ke toilet dulu, nanti baru kesana, Bu." Amalia mengangguk lalu meninggalkan Prily. "Baik juga itu si Guru BK," ujarnya sambil melangkah menuju toilet. Senyum gadis itu tiba-tiba terbit ketika mengingat bahwa mungkin saja Pradipta akan kembali datang karena masalah ini. Ia harus berdandan sedikit sebelum menyambut lelaki itu. Untung saja setelah ini hingga pulang ia tak memiliki jadwal mengajar. Langkah Prily tiba-tiba terhenti ketika hendak mendekati toilet. "Tunggu, tunggu." Gadis itu memegang kepalanya. "Tunggu, berarti nanti gue ketemu si Mister Palu dong?! Astaga, gimana nanti kalo dia bahas kejadian semalam?" Prily menggigit bibir bawahnya ketika kejadian memalukan malam tadi terlintas di otaknya. Bagaimana jika Pradipta akan benar-benar menbencinya? Prily menghembuskan nafasnya lalu melanjutkan langkahnya menuju toilet. Ia membasuh wajahnya dengan air keran. Lalu sedikit melakukan touch-up pada wajahnya. "Tapi, kalo gue ngehindar terus, kapan bisa ngobrol sama mister Palu!?" tanya Prily pada bayangannya di cermin.  "Lo!" tunjuk Prily pada bayangannya. "Harus berani." Gadis itu kemudian mendengus dengan kuat lalu mengepalkan kedua tangannya tinggi sebelum berteriak. "Semangat untuk hidup enakkk!" "Kenapa, Miss? Keserupan?" tanya seorang siswi yang terkejut ketika baru saja masuk ke dalam kelas. Prily tiba-tiba memelototkan matanya ke arah siswi itu lalu begerak aneh. "AINGGG MAUUNG!" seru Prily tiba-tiba membuat siswi itu lari terbirit-b***t keluar toilet dengan wajah ketakutan. Dengan tidak berdosanya, Prily tertawa terbahak-bahak ketika melihat betapa lucunya saat gadis itu berlari tunggang langgang melihatnya. "Jadi artis udah mantep bener gue," gumannya sebelum keluar dari toilet. Gadis itu mengerjapkan kedua bola matanya ketika melihat seorang pria berjalan di tengah teriknya matahari yang membuat lelaki itu dua kali lebih hot. Pradipta. Calon imamnya. Kening laki-laki itu berkerut saat melihat Si Palu berjalan menuju ruangan BK yang dikatakan Amalia sedang direnovasi. Kakinya tiba-tiba bergerak berlari menuju lapangan tanpa ia hendaki. "Pak, Pakk!" seru Prily. Pradipta yang mengenakan kacamata hitam, melepaskannya sehingga sekarang ia bisa melihat Prily dengan jelas. "Saya tidak akan membahas kejadian malam tadi. Lupakan saja," katanya langsung menyudahi pembicaraan. Wajah pria itu nampak khawatir. Apa karena Pricilia? "Ruangan BK udah pindah, ayo saya antar," kata Prily membuat Pradipta memandang gadis dihadapannya dengan lekat. "Ayo, Pak!" ajak Pricilia membuat Pradipta mengekorinya. Selama perjalanan menuju ruangan BK yang baru Prily sama sekali tak berani melirik ke arah belakang. Namun, ia tahu Prily tahu bahwa lelaki ini sedang panik karena mengkhawatirkan anaknya. "Dimana?" tanya Pradipta ketika Prily berhenti di depan Perpustakaan yang sepi. Kepala gadis itu menoleh ke arah kiri dan kanan. Dimana ruang BK yang baru dimaksud Amalia? "Dimana?" Prily bergedik ngeri ketika mendengar suara Pradipta yang begitu dingin. "Eum, tadi Bu Amalia bilang ruang BK pindah ke perpustakaan Pak," ujar Prily takut-takut. "Tapi, tidak ada disini!" Lelaki itu mengusap wajahnya kasar membuat Prily merasa bersalah. Gadis itu langsung menoleh ke arah pintu Perpustakaan ketika terbuka. Seorang pria yang nampaknya penjaga menatap keduanya. "Pak, ruangan BK pindah kemana ya?" tanya Prily cepat. "Lho ruangan BK masih ada di tempat yang lama kok." "Tapi, kata Bu Amila ruangan BK sedang di renovasi terus pindah kesini," jelas Prily dengan wajah cemas, jangan sampai dirinya membuat Pradipta marah. Saat ini pria itu tengah mengkhawatirkan anaknya. "Enggak ada renovasi, ruang Bk masih ada disana,” jelas Penjaga Perpustakaan. Penjaga Perpustakaan itu kemudian meninggalkan keduanya. Prily perlahan mengarahkan pandangannya ke arah Pradipta, wajah pria itu nampak sangat datar. Mata itu menatapnya tajam seperti ingin menusuknya. "Saya tidak tahu kamu akan serendah ini. Apa kamu tidak bisa membaca situasi saat ini?!" "Tapi—tapi.." "Saya ulangi. Kamu tidak perlu mendekati saya. " Prily terduduk lemas di bangku depan Perpustakaan ketika Pradipta menghilang dari pandangannya. Gadis itu berusaha menyangkal, namun rasa menyesakan itu tetap ada. Ia tidak bisa berbohong bahwa ia merasakan rasa sakit. Padahal Prily hanya ingin membantu Pradipta. —— "Terima kasih telah hadir ketika saya panggil, Pak," kata Amalia mengantar Pradipta keluar. Orang tua siswa lainnya sudah lebih dulu pulang.  Dion yang paling banyak mendapat hukuman. Lelaki itu dimarah habis-habis oleh orang tuanya. "Pa, aku ke kelas dulu," kata Pricilia membuat Pradipta mengangguk. Disusul Brian dan Kaka sedangkan Dion dibawa pulang oleh orang tuanya karena lelaki itu  diskors selama beberapa hari. "Saya sangat kagum dengan orang tua tunggal seperti Pak Dipta yang selalu hadir ketika dipanggil." Pradipta yang mendengar merasa tersindir, perlu diketahui bahwa baru beberapa bulan ia dan Pricilia tinggal bersama. Apa sebelumnya ia peduli dengan anaknya? Tidak, ia sangat sibuk bahkan cukup jarang menghabiskan banyak waktu untuk putrinya. Manik mata Pradipta menoleh ketika melihat dua orang wanita lewat didepannya mengenakan almamater kampus yang sama dengan Prily. Mengingat gadis itu rasanya Pradipta sangat kesal. Gadis itu rela berbohong demi bisa bersamanya. "Tapi, kata Bu Amila ruangan BK sedang di renov terus pindah kesini." "Apa ruangan BK ini akan direnovasi?" tanya Pradipta pada Amalia. "Enggak, Pak. Ruangan ini termasuk ruangan baru," jawab Amalia membuat Pradipta menggelengkan kepalanya. Jadi Prily benar-benar berbohong. "Oh, jangan bilang Pak Dipta ketemu sama Miss Prily? Saya tadi bohongin dia biar enggak kesini. Saya kurang suka sama sifatnya yang sering ikut campur begitu, Pak." Langkah kaki Pradipta terhenti ketika mendengar perkataan Amalia. Jadi Prily tidak berbohong? Dan dia malah dibohongi? Lelaki itu tiba-tiba merasa bersalah. Dia bahkan sudah merendahkan Prily karena kesalahpahaman ini. Niat gadis itu bahkan baik karena ingin mengantarnya. Gadis itu nampak sakit hati ketika ia tinggalkan. "Dimana sekarang Prily, Bu Amalia?" "Lho bapak ada keperluan apa sama Miss Prily?" tanya Amalia bingung. "Oh, ruangan mahasiswa PPL tepat disamping ruangan guru, Pak," kata Amalia ketika melihat tatapan datar Pradipta. "Terima kasih." Pria itu kemudian meninggalkan Amalia dan berjalan menuju ruangan guru. Di harus segera meminta maaf pada gadis itu atau Pradipta akan menyesali perkataannya sepanjang hari. "Permisi, apa saya bisa bertemu dengan Miss Prily?" tanya Pradipta ketika melihat seorang wanita mengenakan almamater yang sama dengan Prily. "Oh, Prily udah pulang karena tiba-tiba enggak enak badan." "Terima kasih." Pradipta kemudian kembali berlari menuju parkiran, namun tidak menemukannya. Lelaki itu mengusap wajahnya kasar. Ia harus meminta maaf pada gadis itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN