PART 60

1011 Kata
Waktu terasa berhenti. Kila terdiam mematung. Naufal yang tak kunjung mendengar jawaban pacarnya itu seketika melepaskan pelukan untuk mengecek Kila. “Kamu gak apa-apa kan?” “Kamu bilang apa tadi? Coba ulangi.” pinta Kila tanpa berniat menjawab pertanyaan Naufal. Naufal menghela nafas. “Kamu mau kita pacaran?” “Kenapa gak sekalian nikah aja?” “Itu nanti, sayang. Orang tua kamu belum pulang dari luar negeri.” “Tapi kamu beneran mau nikahin aku kan? Kamu mau tanggung jawab?” cecar Kila. “Iya. Aku akan tanggung jawab. Aku udah siap terima semua konsekuensinya.” “Kita duduk dulu di sana yuk.” lanjut Naufal mengajak. Kila mengiyakan. Mereka berdua pun duduk di bangku halaman depan rumah itu. “Mau disuapin? Atau makan sendiri?” tanya Naufal. “Suapin. Tangan aku lagi males bergerak.” “Oke.” Naufal membuka bungkusan itu. Ia keluarkan semua isinya mulai dari makanan, minuman serta buah mangga muda. Saat Kila sedang mengunyah, matanya terbelalak melihat Naufal makan di sendok bekas mulutnya. “Itu... sendok bekas aku, Fal.” “Emang kenapa?” “Ng—nggak kenapa-napa sih,” pipi Kila memerah bak kepiting rebus. Detik kemudian, suara motor berhenti berhasil membuat Keduanya menengok ke sumber suara. “Dania?” ujar Keduanya kompak. Mereka saling menatap masing-masing. “Kalian berdua? Kok di sini?” tanya Dania dari kejauhan. Jelas, Naufal dan Kila tidak mendengar. “Apa?!” teriak Kila. Dania terlihat menggeleng. Cewek itu menghampiri kedua temannya. “Lo ngapain di sini?” “Lo ngapain di sini?” Tanya Dania dan Naufal bersamaan. Spontan Kila tertawa singkat. “Wah, kalian udah jadi sahabat nih? Kok bisa kompak?” tanya Kila takjub. “Lo duluan.” Naufal mengalah. Ia menyendok makanan, lalu memasukkan ke dalam mulutnya. “Gue dapet SMS dari Bi Surti kalau dia mau ke sini buat kasih informasi tentang orang tua lo, Kil.” tutur Dania sukses membuat Kila menatap serius sahabatnya itu. “Kenapa lo gak telefon gue?” “HP lo nggak aktif.” Kila menepuk pelan jidatnya. Dia baru ingat kalau ponselnya dimatikan dan sengaja ditinggal di mobil. "Hehehe. Maaf." "He'em." Dania beringsut duduk di bangku yang terletak di samping Kila. Melihat begitu banyak piring terpampang di meja dekatnya, Dania mendengus kesal. "Kok gue gak dikasih?!" "Makanan ini gue beliin cuma buat Kila. Sorry," sahut Naufal. "Fal, gue mau mangga itu!" seru Kila semangat. Naufal terkekeh, ia langsung mengambilkan buah itu. "Bentar, aku kupas dulu." ucap Naufal langsung dibalas anggukan oleh Kila. Tak membutuhkan waktu lama karena pisau yang digunakan Naufal cukup tajam, buah mangga muda pun siap dimakan. Kila dengan antusias mengambil potongan buah mangga yang masih berwarna putih itu. "Kil, itu masih mentah loh." Dania menatap Kila terkejut. Setahunya, Kila tak pernah suka memakan buah-buahan mentah seperti itu. "Biarin ih. Manis tau." jawab Kila dengan mulut penuh makanan. Dania ragu-ragu mengambil salah satu potongan buah mangga itu. Ia menggigitnya. Seketika, matanya menyipit. Rasa mangga itu begitu asam! Kontan Dania membuang mangga itu. "Lo gila! Ini asam woy!" gertak Dania. Kila terlonjat kaget membuat Naufal yang melihatnya merasa tak terima. "Pelanin suara lo." tegur Naufal. "Gue ngomong bener sumpah! Lo coba mangga ini deh!" balas Dania mencoba membela diri seraya menyodorkan buah itu ke Naufal. "Mau rasanya asam atau enggak, itu bukan urusan lo. Yang penting Kila suka." tukas Naufal. Dania sukses dibuat diam. Entah mengapa, hatinya remuk redam. Perasaan ini benar-benar aneh. Apa dirinya cemburu? Ah, tidak! Naufal bukan tipe Cowok yang Dania cari. Kila tak sengaja bersendawa. "Eh, kekenyangan." ujarnya kemudian cengengesan. "Gak apa-apa, Yang." Kedua mata Dania membulat. Ia tak salah dengar kan? Mengapa Naufal mengatakan 'Yang' pada Kila? "Beneran udah kenyang?" tanya Naufal memastikan. "Udah. Makasih. Kapan-kapan beliin aku kaya gini lagi ya." "Iya," "Eh, itu Bi Surti udah datang!" seru Kila saat tak sengaja menangkap sosok Bi Surti yang baru saja turun dari boncengan motor. Kila dan Dania menghampiri Bi Surti. Sedangkan Naufal masih membereskan bungkus sisa-sisa makanan tadi. "Jadi gimana, Bi? Mama sama Ayah sebenernya ke mana? Dia masih sayang sama aku waktu aku pergi kan?" cecar Kila. Bi Surti mengusap pundak Kila. Raut muka wanita paruhbaya itu membuat Kila berpikir yang tidak-tidak. "Ke--kenapa, Bi?" "Non yang sabar." Pikiran Kila semakin ke mana-mana. Dia langsung merangkul lengan Naufal ketika pacarnya itu sudah berdiri di sampingnya. Dania yang melihat itu semakin terheran-heran. Hari ini, Naufal dan Kila terlihat dekat sekali. "Ayah Non bilang kalau dia sama Nyonya Yana mau menetap di luar negeri." Kila akan ambruk. Namun Naufal menahannya. "Be--berarti orang tua aku enggak akan kembali lagi ke rumah ini? Selamanya?" tubuh Kila gemetar kala mengatakan itu. Naufal menarik pinggang Kila agar mereka lebih dekat dan Kila menjadi lebih tenang. "Ke...kenapa Bibi... gak...ce..cegah Mereka? Bibi tau, kan Kila gak bisa hidup tanpa mereka berdua..." ujar Kila di tengah isakan tangis pilunya. Ia menenggelamkan wajah di d**a bidang Naufal membuat kaos Cowok itu basah karena air mata. "Bibi enggak bisa, Non. Itu di luar urusan Bibi. Dan juga, Pak Edwin ngelarang saya buat ikut campur. Maafin Bibi, Non. Maaf." Bi Surti mengatupkan kedua tangan. Kila tidak menjawab. Ia terus menangis di dekapan Naufal. Dania? Ia berusaha ikut menenangkan Kila, tapi urung. Dania sadar, sudah ada Naufal yang menenangkan Kila. "Aku mau pergi sekarang, Naufal..." pinta Kila parau. Naufal mengiyakan. "Saya dan Kila pergi dulu, Bi." pamit Naufal. Dania ikut melangkah pergi. Bi Surti mengiyakan. Ia cukup merasa bersalah, tapi di sisi lain, dia tak mau anak majikannya itu berharap sesuatu yang tak akan pernah terwujud. Di dalam mobil, Kila masih saja menangis. Naufal mengusap-usap punggung Gadis itu dan tak berhenti memberi kecupan pada kening Kila. "Berhenti nangis. Nanti kamu jatuh sakit gimana?" "A... aku...sendiri...Fal..." sahut Kila. "Ada aku, Ibu, Kak Hani sama Reni. Kamu gak sendiri. Anggap mereka keluarga kamu." ucap Naufal. "Tapi...tetap aja. Aku kangen sama Mama, Fal. Aku gak bisa nahan rasa kangen ini untuk selamanya. Aku masih butuh banget sosok orang tua. Kamu gak pernah ngerasain. Jadi kamu gak tau." Naufal melepaskan pelukan. Ia menatap lekat wajah Kila, lalu menangkup pipi pacarnya itu. "Jangan jadi Kila yang cengeng kaya sekarang, oke? Kamu tambah jelek kalau nangis. Aku nggak suka. Mata kamu jadi merah kaya gitu. Hidung kamu juga merah, kaya badut." "Aku capek, Fal." "Maksud kamu?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN