"Kakak..."
Fardo yang sedang berbincang bersama teman-temannya seketika terhenti. Buru-buru ia menghampiri adiknya yang terlihat menangis itu.
"Lo kenapa? Siapa yang buat lo nangis? Jawab gue. Gue bakal beri pelajaran ke orang itu."
Lusi memeluk kakak laki-lakinya itu. Isak tangisnya semakin keras membuat Geri dan Kael--dua sahabat Fardo menjadi penasaran.
"Dia udah bikin aku sakit hati, Kak."
"Di...dia ternyata suka sama cewek lain,"
Fardo melepaskan pelukan. Ia menangkup pipi tirus Lusi. "Siapa pelakunya? Bilang ke Abang."
Lusi menggeleng. "Ng-nggak. Nanti Kakak hajar dia berlebihan lagi,"
"Gak, Lus. Abang bakal kasih dia pelajaran secukupnya, tapi bikin dia inget seumur hidup." gumam Fardo seraya tersenyum miring. Pandangannya kini beralih pada wajah Lusi kembali. "Jawab, siapa pelakunya?"
"Kakak janji gak akan kasih dia pelajaran berlebihan ya?" tanya Lusi sekali lagi. Jujur, dia begitu ragu mengingat kakaknya ini sangat agresif pada orang yang membuatnya menangis.
"Iya,"
"Naufal. Dia udah ngaku Lusi sebagai pacarnya tadi pagi, tapi waktu istirahat, dia semudah itu ngasih pertanyaan dan bilang kslau Kila pacarnya. Kakak sakit gak kalau digituin? Sakit kan?" isak Lusi.
Tangan Fardo mengepal erat. Dia sungguh tak terima adiknya diperlakukan seperti itu apalagi pelakunya Cowok yang selama ini Fardo tak suka. Mungkin, Naufal lupa dengan adik siapa dia bermain-main.
"Tenang, sayang. Kakak akan nanganin orang kaya dia."
"Kak..." panggil Lusi.
"Hm?"
"Aku cuma mau, kakak buat dia sadar kalau aku bukan cewek yang mudah dimainin. Kakak jangan marahin dia secara berlebihan ya? Janji gak akan mukul Naufal?" Lusi menyodorkan jari kelingking. Fardo terdiam sejenak. Bukannya dia tak mau, tapi dia tidak bisa memberi pelajaran tanpa memukul bagian tubuh Cowok yang sudah menyakiti adiknya itu.
"Kak?"
Fardo akhirnya mengaitkan jari kelingkingnya. Senyum Lusi merekah membuat Fardo ikut tersenyum.
"Makasih, Kakak!"
***
Hari sudah sore. Langit-langit bahkan kini berwarna jingga. Kebetulan, hari ini hari dimana Naufal kebagian tugas piket. Karena tadi pagi dia tak piket, jadi ketika pulang lah ia menjalankan tugasnya.
Kila menguap. Ia menatap malas Naufal. "Kamu terlalu rajin ih. Kan, besok ada anak yang piket jadi bisa dibersihin mereka. Ngapain kamu piket sekarang?"
"Bilang aja kamu mau cepat-cepat pulang. Sana pulang sendiri aja." sahut Naufal.
"Ya udah. Aku pulang nih, ya.? Kamu jangan nyesal." Kila mulai berdiri. Ia hendak melangkah, tapi sesuai harapannya! Naufal mencegah dia agar tak pergi.
"Bahaya."
"Nah, kaya gitu. Aku pergi, kamu langsung cegah padahal kamu sendiri yang suruh aku pergi. Kamu emang cowok ter peka di dunia ya! Alaifyu...." pipi Kila merah merona sendiri karena ucapannya. Aneh, tapi nyata.
"Hah? Kamu ngomong apa? Alay?"
Tatapan Kila berubah menjadi malas kembali. "Kamu kalau diajak romantis susah banget!"
"Gampang kok. Tadi kamu ngomong apa dulu? Aku gak dengar." Naufal berusaha menyabar. Sesabar mungkin agar ia tak mencubit pipi pacarnya yang terlihat sangat menggemaskan.
"Gue ngomong..... BURUAN PIKETNYA! SEBENTAR LAGI MALEM!" bentak Kila membuat Naufal ketakutan. Cowok itu melanjutkan aktivitas menyapunya kembali.
"Biasa aja kali, Yang."
Setelah selesai, Kila dan Naufal meninggalkan kelas itu. Tangan mereka terus bergandengan seolah-olah takut kehilangan satu sama lain. Ketenangan mereka tiba-tiba terganggu. Sebuah tangan mencengkram seragam Naufal dari belakang membuat Naufal spontan terhenti, lalu menengok ke belakang.
"Fardo?"
Tanpa aba-aba, Fardo meninju pipi Naufal cukup keras. Genggaman tangan Kila dan Naufal terlepas.
Kila menjauh seraya memegangi perutnya. Matanya menyorot penuh ketakutan.
Fardo mencengkram leher baju Naufal. Deru nafasnya begitu memburu. Sorot kedua netra Fardo begitu penuh amarah sekaligus dendam.
"Jawab! Pacar lo sebenarnya siapa, hah?!"
"Kenapa lo tega nyakitin adik gue!"
"Gue gak akan biarin lo tenang begitu aja!"
Tinju bertubi-tubi menyerang rahang Naufal membuat Naufal batuk darah. Tangan Kila gemetar. Ia mengambil telefon untuk menghubungi seseorang, tetapi sebuah tangan merebut ponselnya.
Geri.
Kila tahu, Geri itu teman Fardo. Ia sering melihat Fardo dan Geri sering menongkrong bersama di rooftop. Sebenarnya ada Cowok satu lagi, namun Kila lupa namanya.
"Gak semudah itu. Lo jangan ganggu tugas bos kami," ujar Kael. Kini Kila dibuat terkejut. Ia kira, hanya ada Geri di sekitarnya, tapi ternyata tidak.
"Balikin ponsel gue! Kalau gak, gue akan teriak." ancam Kila. Kael dan Geri malah tertawa membuat dahi Kila membersut.
"Oh, kalian udah gak waras ya?"
Geri tersenyum miring. Ia mendorong tubuh Kila sampai ke tembok, kemudian memblok pergerakan Kila dengan cara meletakkan kedua tangannya di sisi kanan-kiri Gadis tersebut. Mata mereka bertemu sejenak. Nafas berbau rokok bercampur mint membuat Kila merasa mual.
Jari Geri menyentuh pipi Kila secara perlahan dengan gerakan menggoda. "Cantik."
Kila memalingkan muka ke arah Naufal. Ia sangat benci keadaan ini.
Naufal telungkup, tapi kepalanya mendongak melihat Kila. Tangan Cowok itu mengepal. Raut mukanya begitu tak terima.
"Wah, kenapa cewek secantik lo, seleranya cowok berkacamata kaya dia. Lo bisa jadi pacar gue, dijamin Naufal aman. Dia dipukulin kaya gitu gara-gara elo." bisik Geri penuh penekanan. Kila memejamkan mata kuat-kuat. Sungguh, ia rasanya ingin muntah! Bau rokok itu terlalu menyeruak ke dalam hidungnya.
Tepat ketika Geri hendak mencium Kila, ada seorang cowok menendang pinggang Geri cukup keras hingga Geri terpental lumayan jauh.
Kila mendesau lega. Begitu ia Cowok yang telah menyelamatkannya, Kila begitu terkejut.
"Lo?"
"Lo gak pa-pa?" tanya Abian. Iya, Abian menyelamatkan Kila dari Geri, cowok yang udah terkenal dengan sebutan fuckboy se-SMA Sebum. Tadinya Abian hendak pulang, namun urung ketika mendengar suara teriakan Kila.
Kila menggeleng. Ia langsung menggenggam lengan Abian. "Tolong, selamatin Naufal. Gue mohon..."
Abian mengangguk pelan. Ia menaikkan lengan baju sampai ke siku. Pertarungannya dengan Fardo kini dimulai. Karena sudah dilatih bela diri sejak kecil, Abian dengan mudah mengalahkan Fardo.
"Cih, ngapain lo tiba-tiba nyerang dia, hah?!" sungut Abian.
"Lo jangan sok jadi pahlawan. Gue tau, lo cinta si Kila itu. Seharusnya lo biarin dia sampai mati sekalian biar gak ada benalu di hubungan lo. Gue bakal bantuin lo kalau lo setuju kerjasama." hasut Fardo. Abian malah meninju rahang tegas Cowok itu.
"Gue bukan orang kaya lo!"
Setelah itu, Abian melepaskan cengkraman. Sedangkan Kila terus menangis pilu melihat Naufal tak sadarkan diri dengan penuh luka lebam dan bercak-bercak darah menempel di baju.
Abian datang. Ia membawa Naufal berdiri, lalu menuntun Naufal walaupun Naufal masih pingsan.
"Bian... makasih," Kila tersenyum sendu.
Senyuman itu membuatnya jatuh cinta seketika. Namun sayang, orang yang ia sukai sudah ada yang punya begitu pun dirinya.