Baik Naufal maupun Kila langsung menoleh. Tampak Lusi berdiri di ambang pintu dengan wajah panik.
"Wajah kamu... pasti sakit ya?" Lusi langsung menangkup pipi Naufal ketika berhadapan dengan Cowok itu. Dia tak mempedulikan keberadaan Kila.
"Gue gakpapa."
Kila menutup kotak P3K. Sepertinya, ia harus pergi daripada jadi nyamuk di sini.
"Kila!" bentak Lusi membuat langkah Kila terhenti.
"Kenapa, Lus?" tanya Kila ramah.
"Ini semua gara-gara kamu! Andaikan kamu enggak ajak Naufal ke rooftop. Pasti kejadiannya nggak seperti ini!" sungut Lusi. Jari Gadis itu menunjuk tepat di wajah Kila yang sama sekali tak bersalah.
"Lusi! Diam! Kila gak salah."
"Dia salah, Naufal. Kamu sadar nggak sih? Deket-deket sama dia cuma bikin bahaya aja. Nggak ada untungnya!" tukas Lusi penuh amarah. Wajahnya bahkan sudah merah padam.
Mata Kila berkaca-kaca kemudian meneteskan air mata. Ia mendongakkan wajah supaya air matanya tak menetes lagi. Sungguh memalukan jika ia menjadi cengeng sekarang!
"Jangan sok tau lo. Emang lo liat segalanya? Enggak kan? Oh ya, gue heran deh, lo kan bilang kalau dekat-dekat gue cuma bikin bahaya. Tapi lo sendiri yang bikin Dania bahaya!" lawan Kila.
Lusi membersut. "Maksud kamu apa?”
"Cih, sok polos lo. Lo yang ngadu hal sepele ke Fardo dan fitnah Dania. Sampai-sampai Dania ditinju. Gue gak nyangka, sikap lo rendahan."
Lusi tergemap. Dari mana Kila tahu tentang insiden Dania? Apa selama ini Kila membuntutinya?
Bingung harus berkata apalagi, Lusi menengok ke Naufal, mencari pembelaan. Ia memeluk tubuh Cowok itu seraya pura-pura menangis. "Naufal...di-dia nuduh aku yang enggak-enggak. Kamu kok diem aja?"
"Please, stop. Jangan pura-pura lagi." Naufal mencoba lepas dari pelukan Lusi.
Lusi terkesiap.
"Naufal, kamu..."
"Kak Kila!" suara melengking dari pita suara Ayu membuat seisi UKS itu terdiam.
"Eh, Ayu. Ada apa?" tanya Kila penasaran.
"Kakak dipanggil ke kantor. Buat ujian susulan katanya. Ayo, Kak, bareng. Ayu juga mau ke sana buat ambil hasil ujian kelas sepuluh." cerocos Adik kelas Kila itu.
Kila menganggukkan kepala. Ia menoleh, menatap ke arah Naufal sejenak. Bibirnya mengucapkan sesuatu, tapi tak bersuara. Naufal tahu maksud Gadisnya itu.
Tanpa mengatakan apa pun, Lusi berlalu begitu saja. Meninggalkan Naufal sendirian. Naufal jadi merasa tidak enak. Ini baru pertama kalinya ia membuat Lusi menangis. Ke khawatirannya mendadak muncul. Dia takut Lusi mengadu ke Fardo yang tidak-tidak, kemudian Fardo jadi menyakiti Kila. Tidak! Naufal tak akan membiarkan hal itu terjadi.
“Lusi tunggu!” Naufal beranjak dari ranjang UKS itu. Ia berlari secepat mungkin. Para murid refleks memberi jalan agar tidak tertabrak. Sedangkan Kila? Ia bersikap cuek karena ia percaya, apa pun yang Naufal perbuat pasti demi kebaikannya.
Lusi menangis tersedu-sedu sambil melangkah untuk menghindari Naufal. Sampai akhirnya, ia sampai di halaman belakang sekolah. Lusi bertekuk lutut, lalu menenggelamkan wajahnya di sana.
Suara isakan itu membuat Naufal terenyuh. Perlahan, ia mendekati Gadis itu. Setibanya di depan Lusi, ia berjongkok. Tangannya terulur mengusap rambut Lusi.
“Maafin gue.”
Lusi tetap tidak mau memunculkan wajahnya. Ia terus saja menunduk sambil menangis tersedu-sedu.
“Gue gak bermaksud buat nyakitin lo. Gue Cuma negur lo aja biar lo gak ngelakuin kesalahan lagi untuk kedua kali. Gue mau, lo kaya dulu, Si. Lusi yang dulu selalu lembut, ramah dan bersikap sopan ke semua orang. Tapi Lusi yang sekarang? Dia marah-marah, nyalahin orang lain padahal orang itu gak salah dan lebih parah lagi, dia menghasut kakaknya buat nampar teman gue.” jelas Naufal.
“Lo masih gak mau maafin gue?” tanya Naufal sekali lagi. Ia menilik wajah Lusi dibalik lipatan lutut.
“Gini aja deh. Lo mau minta apa pun ke gue, gue bakal turutin. Asalkan lo mau maafin gue. Lo mau minta apa?”
Lusi perlahan mendongak. Mata sembabnya itu menatap Naufal penuh harap. “Beneran permintaan aku bakal dituruti kamu?”
Naufal mengangguk cepat.
“Jauhin Kila.”
***
Setelah selesai mengerjakan soal ujian, Kila merentangkan tangan agar tubuhnya lebih rileks. Tinggal beberapa soal lagi! Setelah itu dia akan pulang bersama Naufal tentunya.
Mendadak dia ingin sekali buang air kecil. “Pak, Bu, saya izin ke kamar mandi dulu ya,”
“Iya. Jangan lama-lama.” sahut Pak Rezi dan Bu Devi secara bersamaan.
Usai ke kamar mandi, Kila tiba-tiba lapar. Alhasil ia melipir dulu ke kantin. Biar lah jika Pak Rezi mencarinya. Rasa lapar diperutnya tak bisa ditahan lagi!
“Gue ada kabar, Bro!”
“Apa?”
“Di halaman belakang sekolah ada yang pacaran. Gue gak nyangka. Cowoknya itu kayaknya goodboy, tapi kelakuan mirip badboy. Manusia sekarang bikin prihatin ya. Selalu pakai topeng.”
Mendengar gosip para murid cowok duduk di belakangnya, Kila menjadi penasaran. Ia ingin tahu siapa pasangan yang sedang berpacaran di halaman belakang sekolah.
Kila menengok ke sana-kemari. Berharap tidak ada yang mengawasinya. Dia berjalan ke halaman belakang sekolah. Nihil. Kila tak menemukan apa-apa. s**l! Dirinya sadar telah dibohongi.
Naufal mendadak muncul di belakang Kila. Ia menyentuh pundak Gadis itu. “kamu ngapain di sini, Yang?”
“Kamu juga ngapain di sini?” Kila malah menanya balik.
“Aku Cuma mau ambil sesuatu di gudang. Kamu?”
“A—aku tadi kebetulan lewat aja.” dusta Kila.
“Udah selesai ujiannya?”
“Belum. Masih beberapa soal lagi.” Kila mendengus kasar.
“Ya udah. Aku nungguin di luar kantor.”
“Tapi lama. Kamu mau?”
“Mau, sayang.”
***
Bian
Sent A Photo
Kila mengerutkan kening ketika melihat chat Abian. Tumben sekali Cowok itu mengirim foto. Dengan rasa penuh penasaran, dia membuka foto tersebut.
Deg
Sakit, namun tak berdarah.
Di foto itu, Naufal terlihat mesra sekali dengan Lusi. Mereka bahkan terlihat seperti sepasang kekasih yang harmonis. Kila benar-benar tidak menyangka. Padahal Naufal sudah berjanji untuk tidak suka, jatuh cinta apalagi berpacaran dengan Lusi.
Ternyata Abian benar.
Kila mematikan ponsel. Ia berusaha mati-matian agar tidak menangis. Matanya sudah memerah sekarang.
“Kamu kenapa, Nak?” tanya Yuni ketika bergabung duduk di sebelah Kila. Yang ditanya spontan menggelengkan kepala.
“Aku kelilipan, Bun. Hehehe.” Kila terkekeh palsu. Hatinya kini sudah hancur berkeping-keping, tetapi ia tak mau bercerita tentang masalahnya itu ke orang lain. Cukup dirinya saja yang terluka.
“Mau Bunda tiupin?”
“Enggak usah, Bun. Ini udah mendingan kok.” ujar Kila. “Bun, aku ke kamar duluan ya. Mata udah ngantuk banget.” lanjutnya sembari beranjak dari sofa. Yuni mengiyakan.
Pintu kamar di tutup pelan oleh Kila. Detik kemudian, tubuhnya terduduk. Ia menangis tanpa suara.
Kila ingin lari dari semua ini.
Ia ingin kembali bersama kedua orang tuanya dan menjalani kehidupan seperti dulu. Tapi, mengapa Ibu dan Ayahnya sama sekali tidak membalas pesan darinya? Kila bahkan sudah chat berkali-kali sekaligus berlebihan. Ya, bisa dibilang spam. Ia juga mencoba video call dan telefon, namun usahanya sama sekali tak berhasil.