17 | Jealous 2

2566 Kata
Cup! Aziz tersenyum setelah memberikan sebuah ciuman pada wajah mamanya yang terbingkai dalam sebuah foto di atas meja belajarnya. Kaki kecilnya langsung melangkah keluar kamar dan menuruni setiap anak tangga dengan perasaan senang. Tapi saat ia sudah sampai di bawah, ruang makan mereka malah tampak sepi hari. Aziz berpindah menuju ruang TV dan melihat papanya yang sedang duduk di ruang TV bersama dengan laptop dan setumpuk berkas. "Papa," panggil Aziz dengan mendekati sang papa. Heri menoleh dan tersenyum. "Hei kamu, sudah bangun? Sini sayang," katanya dengan tangan terentang sebelah. Aziz berlari kecil dan berhambur ke pelukan papanya. Ia terkekeh geli begitu papanya menghadiahi dirinya banyak ciuman di wajahnya. "Papaaaaa!" Aziz masih terkekeh dan berusaha lepas dari kurungan papanya. Mereka berdua mengawali pagi dengan canda ria sederhana. "Nyerah nggak?" tanya Heri dengan berganti mengelitiki perut anak bungsunya. Aziz yang tak bisa menahan geli pun dibuat kelabakan. Ia berteriak meminta ampun dan akhirnya membuat Heri melepaskan dirinya. "Papa ih jahat pagi-pagi," kata Aziz dengan memukul paha papanya. Heri tertawa dan mencubit gemas pipi anaknya. "Kamu gemesin, sih. Papa jadi pengen ngisengin kamu, kan." Aziz menggembungkan kedua pipinya. "Pantaslah kalau Bang Syauqi iseng, karena Papanya juga iseng." Heri hanya bisa merespon keluhan anaknya dengan tawa geli. "Terus Bang Syauqi mana, Pa? Kok nggak keliatan?" "Abang kamu mah, masih molor jam segini." "Masih tidur? Kok Abang masih tidur sih, Pa?" Heri mengangkat kedua bahunya. "Nggak tahu. Ya udah, kamu bangunin sana." "Iih, Bang Syauqi! Papa tahu nggak sih, Abang udah punya janji sama aku Pa. Kemaren dia janji mau nemenin aku main ke rumah Farhan." "Ya udah, sekarang kamu bangunin aja. Dicubit kek, tutup lubang hidungnya, atau.... " "Siram pake air." Heri langsung tertawa mendengar Aziz yang melanjutkan kalimatnya. "Boleh, apa aja lah sana kamu lakuin. Asal Abang mu itu bisa bangun." Brak! Aziz membuka pintu kamar Syauqi dengan kencang sehingga menimbulkan suara yang bahkan terdengar oleh Heri di lantai bawah. Heri menggeleng, dan sudah bersiap menutup telinganya dari keributan yang sebentar lagi akan mendengung di kepalanya. Sementara itu, Aziz langsung mendekat ke ranjang Syauqi. Ia menggoyangkan tubuh abangnya itu sambil berkata. "Abang, bangun!" "Bang Syauqi, bangun. Abang kan punya janji sama aku hari ini." "Iish. Bangunin kebo model begini gimana caranya?!" gemas Aziz melihat abangnya yang tak kunjung membuka matanya. Mata Aziz bergeser ke arah meja belajar Syauqi. Ia melangkahkan kakinya ke sana dan bicara dengan foto mamanya yang terpajang di sana. "Ma, kasih Aziz kekuatan dong. Bang Syauqi dibanguninnya susah, aku sebel." Aziz mencium foto mamanya sekali lagi. Tiba-tiba mata Aziz melebar berbinar. "Emang menurut Mama, cara itu akan berhasil?" tanya Aziz pada Liana di foto. Ia merasa ada yang membisikkan telinganya dan memberikan dirinya ide bagaimana cara membangunkan Syauqi. Aziz tersenyum lalu mengangguk. "Oke, aku akan coba. Mama doain Aziz ya. Kalau cara ini masih nggak berhasil juga, mungkin aku akan siram muka bang Syauqi pakai air dingin." Selesai bermonolog dengan sang mama yang ada di foto, Aziz kembali mendekati ranjang abangnya. Ia menarik napas panjang lalu mengatakan satu kalimat dengan kencang. "ABANG DICARIIN KAK SALMA DI DEPAN!!" Kedua mata yang semula terpejam itu langsung terbuka dengan lebar. Tanpa aba-aba, tubuhnya refleks beranjak berdiri dengan gerakan yang begitu cepat. "Mana mana mana?!!!" Aziz menghela napas panjang, penuh sabar. Ingin rasanya ia memukul abangnya itu dengan bantal.  Duduk bersama di satu tempat, namun melakukan hal yang berbeda. Itulah yang dilakukan Salma, Ali, dan juga Farhan. Salma duduk manis di atas sofa sambil menikmati acara tv, Farhan asyik bermain mobil remote yang semalam dibelikan Ali, sedangkan Ali malah sibuk dengan kerjaannya di depan laptop. Di meja tersedia makanan ringan serta 3 gelas jus jeruk yang sudah disiapkan oleh Bi Ayu. "Dek, Kakak ke kamar ya. Ngantuk nih belum tidur semalaman," kata Ali dengan mulut menguap lebar.  Salma menoleh, dan tertawa kecil melihat kantung mata Ali yang sudah terlihat. Kakaknya itu memang sudah tidak tidur semalaman. "Iya, tidur sana. Sebelum Kakak jadi zombie," ucap Salma. Ali hanya bisa mendengus geli, berdiri, dan membawa laptop dan juga berkas laporan keuangan bisnis restorannya.  Sepeninggalnya Ali, Bi Irah muncul dari pintu depan ke ruang TV dengan tergopoh-gopoh. Tangannya juga masih memegang kemoceng serta kain lap."Neng Salma, ada tamu yang nyariin di depan."   "Siapa, Bi?" "Itu Non, biasa, si Mas ngeselin." "Si Mas ngeselin?" tanya Salma dengan kening berkerut. "Iya Non, yang tetangga depan rumah itu loh." "Syauqi maksud Bibi?" tebak Salma dengan yakin.  "Iya Non, bener."  Salma terkekeh kecil lalu mengangguk. Ia memang sedikit setuju dengan perkataan Bi Irah yang menganggap Syauqi menyebalkan. "Ada perlu apa Bi, Syauqi ke mari?" "Justru sudah Bibi tanya, Non. Tapi katanya dia cuma mau ngomong sama Non Salma. Ujar Bi Irah menjelaskan. "Atau Bibi suruh pulang aja Non, Mas nya?"  Salma tertawa, "Nggak usah sampai diusir pergi gitu, Bi. Kalau gitu biar Salma ke depan Bi," ucap Salma kemudian berdiri, dan menuju ke pintu untuk melihat tamunya.  Begitu Salma keluar dari pintu, ia melihat Syauqi dan juga Aziz yang berdiri di dekat vas bunga besar di teras depan rumahnya. Aziz melambai dan memberikan cengiran lebarnya. "Hai Kakak cantik!" sapa Aziz.  "Hai Aziz," sapa balik Salma dengan tersenyum manis. Matanya melirik ke arah Syauqi sesaat, tapi Syauqi malah menunduk diam. "Ada perlu apa Aziz nyari Kakak?" tanya Salma pada Aziz. Saat mata Salma sibuk dengan Aziz, diam-diam Syauqi melirik Salma yang tampak menggunakan pakaian santai namun tetap menggunakan kerudung. Lagi, Syauqi tertegun hanya dengan melihat Salma, perempuan cantik yang selalu menutupi kepalanya dengan kerudung. Kalau dulu, jika Syauqi bertemu Salma maka ia akan senang. Namun sekarang, saat Salma sudah memiliki kekasih, maka keadaannya pun sudah jelas berbeda. Masih senang, tapi tak sesenang sebelumnya.  Aziz memperlihatkan cengirannya. "Hehe kalau aku nyari Aan, Kak. Tapi kalau yang nyari Kak Salma mah Bang Syauqi, bukan Aziz." "Nggak!" Syauqi langsung mengangkat kepalanya. Ia menatap Salma dan Aziz bergantian. "Bohong! Apaan sih kamu, Ziz?" kesal Syauqi. "Apa? Emang bener, kan?" tanya Aziz dengan memeletkan lidahnya pada Syauqi.  Syauqi berdecak kesal. Ketika ia mengangkat kepalanya untuk menengok Salma, matanya malah beradu pandang dengan mata Salma. "Aku nggak nyari kamu. Aku cuma mau nganterin Aziz main sama Farhan." Bingung, tergambar dalam kening Salma yang sedikit berkerut. Tepatnya bingung dengan sikap Syauqi padanya pagi ini. Salma mengangkat bahunya tak acuh. "Kalau gitu kamu bisa pulang sekarang." "........" Salma menatap kedua bocah di hadapannya dengan tersenyum lebar. Aziz dan Farhan tampak bermain dengan akrab. Salma bahkan tak tahu sejak kapan keduanya bisa akrab seperti itu. Sungguh inilah pertama kalinya Salma melihat senyum lebar merekah di wajah Farhan. Bahkan Salma mengira Farhan adalah tipe anak yang pendiam. Tapi adanya Aziz saat ini, seolah meruntuhkan dinding sifat tertutupnya Farhan selama ini. Kehadiran Aziz seolah mampu membuka senyum di wajah Farhan hingga anak itu mampu tertawa lepas. "Salma, Kakak ke masjid dulu ya." Salma menoleh dan melihat kakaknya yang berjalan ke arahnya. Dari wajahnya yang sudah fresh, itu berarti Ali sudah mandi karena rambutnya masih basah, dan sudah memakai baju muslim. "Loh, siapa itu?" Ali melirik Aziz, yang berdiri di samping Farhan. "Temennya Farhan ya?" Ali menghampiri Aziz, dan menggendongnya. Aziz mengangguk dan tersenyum canggung, pasalnya Ali tiba-tiba datang dan langsung menggendong tubuhnya. "Baru kali ini loh, ada temennya Farhan main ke rumah." Ujar Ali dengan melirik, dan tersenyum lebar pada Farhan, membuat Farhan sontak tersenyum malu. Karena Ali memang belum pernah melihat Farhan bermain dengan teman sebayanya. Jadi, ini adalah pertama kali, juga momen langka. "Ih lucu banget sih, gemes." Ali mencium pipi kanan Aziz cepat, lalu menurunkannya. Ali, dan Salma sontak tertawa geli saat melihat ekspresi Aziz yang tampak melongo bingung. "Ayo Ali, cepat." Teguh yang dari pagi hanya diam di kamarnya, tiba-tiba muncul dengan memanggil nama Ali untuk segera berangkat bersama ke masjid. Teguh, menatap ke arah Farhan sedetik, dan menaikkan sebelah alisnya tatkala melihat anak laki-laki yang ada di samping Farhan. Setelahnya ia tak berkomentar, dan hanya melanjutkan langkahnya keluar rumah. "Iya Abi, sebentar." "Kak, bawa mereka sekalian ke masjid aja." Alis Ali mengkerut keduanya. "Dua-duanya?" "Ya dua lah Kak, masa satu. Ayo cepet, udah ditunggu Abi tuh." Ali melirik Aziz dan Farhan bergantian, dan tersenyum tipis. "Ayo, pegang tangan Kakak satu-satu." Ali menggandeng tangan Farhan dan Aziz di kanan dan kirinya. Kedua anak itu pun hanya bisa nurut, mengikuti. Ali, dan kedua anak itu berlari kecil, mencoba menyusul Teguh yang sudah berjalan di depan. "Itu papanya Aan?" tanya Aziz dengan polos. Matanya menatap ke depan, pada Teguh yang berjarak beberapa meter dengannya. "Aan?" bibir Ali membentuk huruf O, ia baru tahu kalau adiknya memiliki nama panggilan 'Aan'. "Iya, itu papanya Aan." Ali menjawab pertanyaannya Aziz. "Kakak juga Kakaknya Aan?" "Yap," jawab Ali dengan tersenyum lebar. Aziz menatap datar ke depan. Ia baru sadar, kalau ternyata ia belum pernah sekalipun pergi ke masjid bersama abangnya, Syauqi. "Farhan," Ali menghampiri Farhan yang masih asyik bermain dengan Aziz di ruang tamu. Ali menggunakan pakaian santai, hanya dengan sweater abu-abu serta celana panjang berwarna hitam. Tak lupa ia juga membawa tas kerjanya. Farhan menoleh, diikuti dengan Aziz. "Kakak mau ke mana? Kok bawa tas?" tanya Farhan bingung pada Ali. Ali menggendong Farhan, dan mencium pipi adiknya itu. "Kakak mau nyiapin keperluan untuk kerja besok, jadi harus balik ke apartemen sekarang, agar rapat besok bisa maksimal." Farhan mengalungkan kedua lengannya di leher Ali, dan menyembunyikan kepalanya di sana. Ali tersenyum haru, dan mengelus punggung Farhan dengan penuh sayang. "Maaf ya, nanti Kakak akan luangkan waktu yang lebih untuk Farhan. Farhan main sama Abi dulu ya, selama Kakak nggak ada." Farhan semakin mengeratkan pelukannya. "Abi nggak pernah mau main sama Farhan," kata  Farhan dengan sangat pelan dan itu hanya di dengar oleh Ali. Ali terhenyuk dengan apa yang dikatakan oleh adik kecilnya itu. Ali memaksakan bibirnya agar tetap tersenyum. "Farhan... Farhan tahu kan, kalau Abi tuh sebenarnya sayang sama Farhan?" Farhan menggeleng kuat, "Abi nggak pernah sayang sama Farhan." Suara Farhan terdengar serak dan semakin melemah di telinga Ali. Sungguh, sakit hatinya mendengar apa yang Farhan katakan. Bukannya ia tidak tahu akan hal itu, hanya saja Ali kira antara Teguh dengan Farhan kondisinya tak akan pernah sampai membuat Farhan akan berpikiran ke arah sana. Ali melepas pelukannya dengan Farhan, mendudukkan Farhan di atas sofa dan ia berjongkok di depan adiknya. Ali mengelus wajah Farhan dengan senyum yang masih dipaksakan. "Farhan, percaya sama Kakak kalau Abi sayang sama Farhan. Mungkin Abi hanya bingung untuk mengekspresikan sayangnya sama Farhan." Farhan menundukkan kepalanya dalam. "Farhan, janji sama Kakak, bahwa apa pun yang terjadi Farhan tetap akan selalu bahagia dengan cara Farhan sendiri. Bermain dengan Aziz, dan bersenang-senanglah dengan Kak Salma. Percaya bahwa banyak orang di sekitar Farhan yang sayang sama Farhan. Mengerti?" Dalam tundukan kepalanya, Farhan mengangguk kecil. Tiba-tiba Farhan merasa tangannya ada yang menggenggam. Anak itu mengangkat kepalanya, dan melihat ada Aziz di sampingnya. Aziz tersenyum menatap Farhan dengan menggenggam erat tangan Farhan. Ali yang melihatnya tersenyum haru. 2 anak kecil itu mampu memperlihatkan persahabatan indah di hadapannya. Entah bagaimana caranya apa yang dimengerti kedua anak itu Syauqi melangkah gontai keluar dari rumahnya. Ia memakai sendal jepitnya lalu menuju pagar. Sejak tadi papanya sudah bawel agar dirinya menjemput Aziz sebelum waktu maghrib tiba. Tapi langkah Syauqi berhenti saat  ia membuka pintu pagar sedikit dan melihat Salma sedang berdiri dengan seorang lelaki. Ah, Syauqi ingat. Lelaki itu adalah lelaki yang sama dengan yang ia temui saat di bioskop. Lelaki yang mengaku sebagai pacar Salma. Ah, Syauqi jadi merasa dikhianati. Syauqi masih belum mengetahui bahwa lelaki itu adalah kakak kandung Salma sendiri, yaitu Ali. Syauqi mampu melihat Salma yang tersenyum, hingga menampilkan deretan giginya. Wajahnya putih bersih, hidung mungilnya, dan juga bibir kemerahan itu. "Farhan!" Yang namanya dipanggil pun keluar dari rumah dengan berlari, bersamaan dengan Aziz. Syauqi yang melihat semuanya hanya bisa berdiri diam di posisinya. Menunggu apa yang akan terjadi setelahnya. Ali terlihat menggendong tubuh Farhan. Mencubit gemas pipi adiknya, lalu menciumnya. Syauqi semakin mengerutkan keningnya dalam, saat melihat Ali yang kini malah menggendong adiknya. Lelaki itu membisikkan sesuatu di telinga Aziz, hingga Aziz malah terkekeh geli. Selanjutnya Ali menurunkan tubuh Aziz. Gantian lelaki itu yang bicara dengan Salma. Tangannya terangkat, membelai puncak kepala Salma. Bahkan mensejajarkan wajahnya dengan Salma yang ada di depannya. Bola mata Syauqi hampir saja jatuh saat melihat Ali yang mengecup kening Salma. Seketika kepercayaan diri Syauqi jadi menurun. Lelaki itu masih terus tersenyum lebar di depan Salma. Akhirnya Ali memutari mobilnya untuk masuk ke kursi pengemudi. Melambaikan tangan untuk terakhir kali pada Salma, Farhan, dan juga Aziz. Ketika ia akan memasuki mobilnya, Ali menangkap tubuh Syauqi yang menatap lurus ke arahnya. Ali membalas tatapan Syauqi. Sebelah sudut bibirnya tertarik membentuk tersenyum. Ia cukup puas melihat reaksi Syauqi yang kembali tampak kesal padanya. Ali sangat yakin, bahwa Syauqi pasti kesal karena melihat ia yang tadi mencium kening Salma. Kini Ali semakin yakin bahwa Syauqi memang menyukai adiknya. Ali masuk ke dalam mobilnya, dan menekan pedal gasnya. Pergi meninggalkan asap tipis di belakangnya. Syauqi langsung membuka gerbang rumahnya dengan cepat, membuat Salma, dan kedua bocah itu langsung menengok ke arahnya dengan kompak. "Loh kamu?" kaget Salma karena kemunculan Syauqi yang tiba-tiba. Syauqi mendekat, dan kini berdiri di hadapan Salma. "Gimana pacarannya? Asyik ya? Pakai acara cium kening segala pula. Maksudnya apa, sih? Bukannya kamu bilang nggak boleh ya? Aku tatap mata kamu aja nggak boleh. Pegang tangan kamu nggak boleh. Ini kenapa orang itu boleh pegang kamu seenaknya?" Telunjuk Syauqi menunjuk ke arah perginya Ali tadi dengan mobilnya. "Atau karena dia pacar kamu? Iya? Katanya kamu nggak pernah pacaran, dan nggak pacaran. Ini kenapa tiba-tiba punya pacar? Atau emang kamu sejak awal udah punya pacar, tapi bohong sama aku?" Salma mengerjapkan matanya, mendengar Syauqi yang bicara panjang x lebar tiba-tiba padanya. Ucapan Syauqi terlalu panjang, hingga ia bingung harus menjawab apa. "Pacar?" Satu yang Salma tangkap tadi, adalah Syauqi membicarakan tentang pacar. "Iya, pacar kamu yang tadi itu." Bibir Salma berkedut menahan senyum. Ternyata Syauqi sungguh percaya dengan alibi kakaknya kemarin. "Maksud kamu, kak Ali?" "Iya, siapalah namanya itu." Suara Syauqi semakin terdengar tak santai di telinga Salma. "Kok kamu ngomongnya begitu?" "Emang kenapa dengan omongan aku? Biasa aja tuh." "Tuh, kamu ngomongnya ngegas." "Nggak!" "Iya," kata Salma. "Nggak!" "Terserah," ucap Salma singkat. Malas meneruskan percakapan yang entah mengapa sepertinya malah akan berujung sebuah perdebatan. "Tuh, cewe tuh sukanya ngomong terserah. Tapi padahal ada hal lain yang di sembunyikan!" lanjut Syauqi masih tak ingin mengakhiri. Aziz dan Farhan beradu pandang melihat menatap Salma dan Syauqi yang saling beradu mulut. Sejak tadi kedua anak itu masih berdiri di sana, dan bingung sendiri dengan perdebatan Salma dan Syauqi. Keduanya sama-sama saling pandang, mengangkat bahu kompak, lalu malah kembali masuk ke dalam rumah Farhan. "Kamu kok malah ngeselin, sih?" "Kok jadi aku yang ngeselin? Kan aku cuma mau penjelasan." Salma mengerutkan keningnya. "Penjelasan apa?" "Penjelasan kenapa kamu bisa punya pacar? Penjelasan kenapa kamu bohongin aku." Salma menatap Syauqi. Apasih maksud laki-laki di depannya itu. Nggak mungkinkan Syauqi marah karena merasa cemburu pada Ali? Salma jadi ingat sendiri, dengan perkataan Ali semalam yang mengatakan jika Syauqi menyukainya. Salma menggelengkan kepalanya sendiri. "Mau kemana? Aku belum selesai ngomong." Ucapan Syauqi barusan menghentikan langkah Salma yang ingin pergi. Salma menoleh dan menyipitkan matanya pada Syauqi. "Kak Ali itu Kakak kandung aku, bukan pacar aku." Selesai menjawab, Salma segera masuk ke dalam rumahnya. Meninggalkan Syauqi yang sibuk mencerna satu kalimat Salma barusan. "........" Ada yang mau nimpuk kepala Syauqi? Kalau ada lakukanlah. Karena ingin rasanya Syauqi menyembunyikan wajahnya saat ini juga. Sungguh memalukan. Udah marah-marah nggak jelas, ngomong nggak nyantai, nuduh sembarangan, ujungnya malah salah paham.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN