18 | Her Smile

1800 Kata
Syauqi menatap pantulan wajahnya dari dalam cermin. Ia meringis kuat begitu kepalanya kembali mengulas saat memalukan di depan rumah Salma tadi. "Gue tuh cowok polos atau b**o, sih?" tanya Syauqi pada dirinya yang ada di cermin. "Kok rasa-rasanya sulit buat dibedain." "Dan cowok itu—Ya Tuhaann.. Itu bukan pacarnya, tapi kakak kandungnya. Kakak-kandung, Qi!" ucap Syaui penuh penekanan. Syauqi menggeleng frustasi. Ia kembali membilas wajahnya dengan air. "Muka kakaknya itu," kata Syauqi menggantung. "Pantesan dia selalu senyum-senyum liatin gue. Karena nyatanya dia nahan ketawa setelah berhasil bohongin gue. Sampe tadi pas dia pergi, dia bahkan masih ngeliatin gue sambil mesam-mesem gitu. Dan keselnya! Dia nggak ngejelasin kalau dia kakaknya Salma. Dan lebih keselnya!! Dia biarin gue ngomel-ngomel nggak jelas ke Salma kaya emak emak yang mergokin suaminya selingkuh!" Walaupun Ali nyatanya kakak Salma, Syauqi juga merasa kesal. Rasanya lebih menyebalkan dibanding saat Ali mengaku sebagai pacarnya Salma. Yang ini jauh lebih menyebalkan, lebih memalukan, dan lebih dari cukup untuk Syauqi ingin mengganti wajah serta namanya. Syauqi memutuskan untuk keluar dari kamar mandi. Rasanya terlalu frustasi untuk memikirkan hal tadi. "Eh bocil? Ngapain kamu di kamar Abang?" bingung Syauqi saat melihat Aziz yang sudah terlentang di atas kasurnya. "Abang berisik banget sih di kamar mandi. Aku jadi nggak bisa tidur," kata Aziz dengan kembali mencoba memejamkan matanya. Syauqi berdiri di depan lemari pakaiannya, memilih kaos hitam, dan memakainya dengan cepat. "Biarin lah, kamar kamar Abang. Kok kamu yang sewot? Lagian kamu ngapain di sini? Keluar sana, Abang mau tidur." "Abang jangan marah-marah mulu ih. Nanti Kak Salma nya nggak suka loh." Syauqi menoleh dan mendengus sebal. "Semenjak kepolosan Abang bergeser satu garis mendekati b**o, maka Salma udah nggak suka. Abang udah nggak ada muka buat ketemu dia. Ini semua gara-gara kamu sih," kata Syauqi dengan menyalahkan Aziz atas nasibnya. "Ih kok nyalahin aku?" "Kenapa kamu nggak bilang kalau cowok itu—ah ya udahlah. Udah lewat, Abang udah terlanjur malu. Udah terlanjur berlaku jadi cowok annoying." Syauqi duduk di kasurnya. Ia menggeser paksa tubuh Aziz hingga anak itu berada di tepi kasur. Syauqi merebahkan tubuhnya, dan menutup mata dengan lengannya. "Ih nanti aku jatoh, Abang!" "Biarin. Kan udah Abang bilang, Abang mau tidur, capek." Aziz refleks memeluk tubuh Syauqi dari samping, karena takut terjatuh. "Ih mau di sini. Sekali-sekali Abang kelonin aku, bacain cerita lucu buat aku, kek, atau apa, kek." Syauqi membuka kedua matanya, dan menghela napas panjang. "Kok jadi manja begitu? Minta sana sama Papa. Emang Abang nggak ada kerjaan lain apa, disuruh dongengin kamu sebelum tidur." "Jahat. Aan aja sering dibacain cerita sama Kak Salma sebelum tidur. Dikelonin sampai dia tidur, ini mah aku sama Abang yang ada dijahatin mulu." Ujarnya dengan bibir mengerucut. Syauqi menggeram sebal. "Merem aja udah. Kalau kamu bawel mending kamu keluar," kata Syauqi dengan mata kembali terpejam. Dalam keadaan penuh sadar, ia menggeser tubuhnya ke kiri sehingga Aziz memiliki tempat yang lebih cukup dibanding yang tadi. Aziz terkekeh geli, dan Cup! "Ah Papaaaa, Aziz cium pipi aku!"  Aziz berhasil mengecup singkat pipi Syauqi, dan memeluk abangnya dengan erat. Dan keduanya pun berakhir dengan pertengkaran lagi. Syauqi tidak jadi tertidur dan malah membalas dendam atas apa yang telah dilakukan Aziz padanya.  Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara k*********a. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' (QS. An-Nur [24] : 30). Salma menutup browser tab yang ada di handphonenya, sesaat setelah is selesai ia membaca isi dari salah satu blog di sana. Salma memegang handphone dengan kedua mata terus menatap ke sekitar kantin. Kini Salma sedang berada di kantin jurusan HI. Menunggu kedatangan sahabatnya, Airin, untuk janjian makan siang bersama. "Salma!" Salma menoleh dan refleks tersenyum. Ia mengangkat tangan kanannya dan melambai pada Airin yang sudah terlihat dari pintu masuk kantin. "Maafin, kamu nunggu lama ya?" tanya Airin setelah cipika cipiki singkat dengan Salma. "Hmm yaa.. Sampai cukup untuk aku baca hampir 3 blog materi sih," kata Salma sambil menahan tawa. Airi mengerucutkan bibirnya. "Iya nih, soal ujiannya tadi susah banget. Aku sampe minta tambahan waktu sama dosennya, untung dibolehin." Salma tersenyum tipis. "It's ok, Rin. Tapi ujian kamu lancar kan?" Airin mengerucutkan bibirnya, tanda kecewa karena pertanyaan Salma. "Lancar, sih, tapi yaa gitu. Semoga aja nilainya tetep aman." "Aamiin. Nggak usah khawatir, kamu udah berusaha lakuin yg terbaik. Jadi Allah juga akan beri hasil yg terbaik." Airin tersenyum. Puas mendengar motivasi dari Salma. "Jadi, apa menu makan kita hari ini?" "Bakso enak kali, ya?" tanya Airin dengan kedua alis terangkat naik. Salma mengangguk setuju, lalu bangkit berdiri. "Kalau gitu kamu tunggu sini ya. Biar aku yang pesen makanannya." Salma segera melangkah ke kanan untuk memesan bakso, sementara Airin bertugas menjaga meja mereka. Selesai memesan, Salma kembali menuju mejanya. Ketika keduanya mulai membuka percakapan dengan topik ringan, 2 orang lelaki muncul menghampiri mereka. Itu adalah Evan, dan Zidan. "Hai kalian!" Salma dan Airin kompak menoleh.  Evan melambaikan tangannya dengan senyum terhias, sementara Zidan memberikan senyum tipis. Walaupun sedikit terkejut dengan kehadiran Evan dan Zidan, Salma tetap membalasnya dengan senyum simpul. "Ngapain lo di sini?" tanya Airin dengan sarkastik. "Dih, galak banget sih lo. Ini kan kantin umum, bukan kantin milik nyokap lo." Airin memutar bola matanya sebal. Bukan Evan namanya jika tak menyebalkan. Bukan Evan namanya jika tak membuat Airin kesal. Saat Evan sudah mau duduk di samping Airin, Zidan menahan lengannya dengan cepat. "Maaf ganggu waktu makan kalian. Kita pilih meja samping aja," kata Zidan menangahi. Mencoba menghindari pertengkaran antar Evan dan Airin. Bukannya nurut, Evan malah duduk, dan menarik tangan Zidan hingga Zidan malah ikutan duduk di sampingnya. "Tapi sorry, kita nggak jadi pindah. Udah pewe di sini." "Van..." Evan menoleh dan tersenyum pada Zidan. Ia merangkul pundak sahabatnya lalu berkata. "Semua mejanya penuh. Yang tersisa cuma meja ini, dan yang kebetulan nggak kepake semuanya. Jadi akan bijak jadinya ketika kita memakai meja ini agar penggunaan meja di kantin ini bisa efisien dan efektif, Zidan.  Airin menggeram kesal. Selalu saja Evan pandai mengeluarkan segala alasannya. "Terus apa perlu kita berjejer bertiga begini? Samping Salma masih kosong." Kesal Airin. Evan terkikik. Ia mendorong tubuh Zidan untuk berdiri dan menyuruhnya duduk di samping Salma. "Ngomongnya jangan ngegas gitu lah, Rin. Santai dan ngomong sambil senyum emang nggak bisa?" Evan menopang kepalanya dan menatap jail ke Airin yang sda di sampingnya. "Nggak!" jawab Airin cepat. "Ngomong sama lo mah nggak bisa pakai kesabaran tingkat Dewi. Keburu gue kebakaran jenggot, tahu nggak?!"  Mata Evan menyipit. Suara Airin seakan meledakkan gendang telinganya. "Salma, sahabatnya bisa dikasih tahu nggak sih, kalau ngomong itu nggak usah teriak-teriak, karena gue yang di sampingnya denger." "Airin nggak akan begitu kalau nggak kamu gangguin, Evan. Tadi dia bersikap manis kok sama aku," kata Salma dengan tersenyum geli menatap Airin dan Evan. "Tuh, dengerin Salma!!" semprot Airin. From : Evan Gue tunggu di kantin gue ya. Syauqi berdecak saat membaca pesan dari Evan yang menyuruhnya ke kantin fakultas Evan dan Zidan. "2 lawan 1, dan gue selalu kalah. Ya udah lah yaa.. Sabarkan hati hamba karena memiliki 2 sahabat seperti mereka, Ya Tuhan." Ujar Syauqi berdoa dan mengamini doanya pada Tuhan. Selesai berdoa, Syauqi berdiri dan beranjak meninggalkan ruang kelasnya. Ia berjalan santai sambil bersiul menyusuri koridor untuk menuju parkiran. Sampai di parkiran, Syauqi langsung naik ke motornya. Ia memakai helm dan langsung menarik gas motornya. Tak butuh lebih dari 2 menit untuk Syauqi akhirnya tiba di parkiran fakultas komunikasi. Syauqi langsung turun dan berjalan menuju kantin. Sesekali ia harus mengecilkan matanya yang sudah sipit itu karena kilaunya sinar matahari. Syauqi menyipitkan matanya ke seluruh penjuru kantin. Mencari 2 makhluk manusia yang ia maksud. "Syauqi!" Mata Syauqi langsung berusaha fokus. Meneliti ke segala arah dari suara Evan yang memanggilnya. Dan dapat, Syauqi menemukan Evan yang melambaikan tangannya. Tapi ternyata... tak hanya ada Evan dan Zidan saja, ada Airin dan juga Salma yang sedang bersama kedua sahabatnya itu. Ih si oneng Evan, pake kagak bilang kalau ada Salma. Syauqi menelan salivanya gugup. Malu Qi, malu. Katanya udah nggak punya muka ketemu Salma? Eh, kaki, ayo kita pulang aja. Jangan maju, please, jangan maju. Syauqi terus membatin di dalam hati. Tak sadar jika Evan dan Zidan sudah menunggu kedatangannya. "Syauqi!" Syauqi kembali mengangkat kepalanya. Ia meringis di dalam hati. Mengatakan dengan kuat bahwa ia tak mau melangkah maju, tetapi otaknya berkata lain. Otaknya malah memerintahkan kedua kakinya untuk melangkah maju. Akhirnya mau tidak mau Syauqi bergerak maju. Zidan duduk berhadapan dengan Evan. Disamping Evan duduk Airin, dan di depan Airin duduk Salma. Keempatnya duduk dengan membuat jarak yang cukup sebagai hijab. Syauqi tiba di samping meja mereka berempat dengan diam. Berbeda dengan Syauqi biasanya yang ketika bertemu maka akan menyapa dengan semangat disertai lambaian dan senyum cerah. "Duduk sini," Evan menepuk bangku kosong di sampingnya. Syauqi duduk kembali dalam diam. Ia hanya melirik sedikit ke arah Salma yang asyik berbincang dengan Airin sambil makan. Di hadapannya juga sudah ada nasi goreng dengan satu gelas es teh manis. "Kenapa lo Qi? Diem-diem bae. Kebelet boker?" "Evan!!!" pekik Airin, yang membuat Salma dan yang lainnya menatap ke arahnya. Evan bahkan sampai melongo karena terkejut dengan suara Airin yang seolah akan memecahkan gendang telinganya. "Jorok banget sih! Nggak liat apa orang lagi pada makan?!" Airin menumpahkan semua kekesalannya. Zidan mendengus lelah karena percekcokan Evan dan Airin yang kembali terjadi. Rasanya keduanya itu baru tenang selama 15 menit, kini malah terjadi lagi. Evan mengerjap. "Tadi padahal gue udah bisik-bisik loh ngomongnya." "Bisik-bisik dari mana?! Orang jelas banget kedengeran. "Maaf Rin, maaf. Ya Allah, nggak tahu kalau bakalan kedengeran. Lagian juga nanti apa yang lo makan bakalan jadi t*i, kan?" tanya Evan dengan wajah tak berdosanya. "Evan!!" pekik Airin. "Iih ngeselin banget sih duduk sama cowok kaya lo! Pergi sana!!" "Aww!! Sakit Rin!" ringis Evan saat Airin memukul bahunya dengan binder catatan milik gadis itu. "Makanya, ngeselin banget sih jadi cowok! Kalau ada orang makan tuh jangan ngomong jorok. Jadi nggak nafsu makan, kan, gue!!" Salma menarik kedua sudut bibirnya. Tersenyum hingga terkekeh karena melihat percekcokan antara Evan dengan sahabatnya. Walaupun isi kantin jadi berisik, tapi tetap lucu dan menghibur. Salma hanya akan melihat sisi itu dari Airin ketika Airin berada di dekat Evan. Entahlah, ketika sedang bersama Evan, maka Airin akan sering marah-marah dan kesal. Di tengah lucunya Evan dan Airin, mata Salma secara tak sengaja bertubrukan dengan mata Syauqi, Syauqi ternyata juga tak sengaja menatap mata Salma saat dirinya juga tengah tertawa geli karena tingkah Evan dan Airin. Waktu seolah berjalan lebih lambat 3x lipat.  Keduanya seolah ikut terserap dalam medan magnet yang seakan saling mengikat kedua mata mereka untuk saling menatap. Senyum yang tak luput, dan mata yang seakan saling bicara sesuatu. Di detik ketiga, Syauqi dan Salma seakan kompak untuk sama-sama menurunkan pandangan mereka. Keduanya sama-sama menarik senyum mereka,  dan sibuk menatap ke meja berwarna cokelat dalam diam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN