Sejatinya, momen ulang tahun adalah momen bertambahnya umur kita sebagai manusia yang hidup di dunia. Menandakan bahwa jatah hidup kita di dunia semakin berkurang. Bertambahnya umur seseorang adalah bentuk syukur yang sudah seharusnya diberikan pada Allah. Karena berkat segala nikmat dan rahmat-Nya, dengan secara gratis Allah masih mau memberikan kita umur untuk ke depannya. Allah masih mau memberikan kita kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
Seharusnya semakin bertambahnya umur, maka kita harus semakin sadar dan justru semakin kuat mengintrospeksi diri, tentang apa yang sudah dan belum dilakukan di umur kita sebelumnya. Apakah umur kita selama ini disibukkan dengan melakukan kemaksiatan, dosa, atau bahkan habis untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat? Atau mungkin masih banyak target yang kita lewatkan karena kita terlalu santai dalam menjalani hidup.
Begitu juga dengan Farhan yang hari ini umurnya sudah 7 tahun. Farhan bersyukur di umurnya yang ke tujuh, Farhan masih bisa membuka kedua matanya setelah tertidur. Tubuhnya sehat, lengkap, tak kurang suatu apa pun.
Ia begitu senang dan sangat menanti hari ini dengan perasaan bahagia dan semangat. Langkah kakinya begitu terasa ringan berlari kecil menuju rumahnya. Bahkan saat belum jam pulang sekolah tadi, Farhan sudah sangat tak sabar untuk pulang ke rumah, menanti perayaan sederhana di umurnya yang ke tujuh.
Tangan kecilnya membuka gagang pintu rumahnya, dan..
"Taraaa!!!! Selamat ulang tahun Den Farhan!" teriak Bi Irah saat melihat Farhan yang membuka pintu rumahnya. Salma dan Bi Irah memberikan sebuah kejutan kecil untuk Farhan.
Dalam kondisi apa pun, Allah sangat membenci hamba-Nya yang melakukan perbuatan dosa, maksiat, atau sia-sia. Bukan hanya dalam memperingati hari tertentu yang ujung-ujungnya bisa menjadi bid'ah (amalan yang tidak dituntunkan oleh Rasulullah), namun dalam keseharian pun kita juga harus menjaga diri kita dari berbuat yang bathil, yaitu dosa, maksiat, atau kesia-siaan.
Kegiatan yang berujung pada kesia-siaan, bisa dicerminkan melalui kegiatan perayaan hari ulang tahun. Perayaan ulang tahun yang biasa dilakukan dengan berpesta pora hanya akan membuat kita akan membuang harta untuk urusan percuma, demi kenikmatan yang sesaat saja dan tanpa guna. Hal itu juga bisa membuat diri kita menjauhkan diri dari Allah dan menjauhkan kita dari keberkahan dunia dan akhirat.
Seperti yang telah Allah firmankan dalam Dalam QS. Al Israa ayat 26-27 disebutkan, "Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan."
Salma pun sudah memahami konteks bahwa ulang tahun tidaklah perlu sebuah perayaan. Maka dari itu Salma selalu memberikan pengertian pada adiknya sejak kecil. Menjelaskan dengan bahasa sederhana bahwa untuk ulang tahun tidak perlu ada perayaan atau bahkan pesta pora. Cukup dengan banyak ucapan doa agar umur lebih berkah. Adapun hadiah yang orang lain berikan maka diterima saja, anggap itu sebagai hadiah dan juga tanda syukur masih ada orang yang menyayangi kita.
Tapi Salma tahu adiknya masih kecil dan belum banyak mengerti. Sehingga sampai di umurnya yang ketujuh ini Salma tak pernah absen memberikan kejutan kecil. Sederhana, hanya berupa cake cokelat kesukaan Farhan, dan hadiah yang tak seberapa. Karena Salma tahu, Farhan tak seberuntung dirinya yang bisa menikmati kasih sayang seorang ibu dengan cukup.
Sebuah cake ukuran sedang dengan rasa cokelat tersedia di atas tangan Salma. Salma juga memberikan hadiah buku gambar serta crayon baru untuk Farhan, karena Salma tahu adiknya itu sangat suka menggambar. Sedangkan Bi Irah, ibu paruh baya itu memberikan kado untuk Farhan berupa kubik dan TTS, karena entah mengapa di umurnya yang masih belia Farhan juga menyukai mainan yang membutuhkan kemampuan keseimbangan otak kiri dan kanan dengan dengan baik.
Farhan senang dan bahagia. Ia memeluk tubuh Salma dan Bi Irah karena telah membuat kejutan untuknya. Ia berterima kasih karena masih ada yang mengingat hari ulang tahunnya. Setelah kejutan kecil dari Salma dan Bi Irah, Farhan kembali mendapat kejutan dari kakak laki-lakinya, Ali.
Dari ruang kerjanya, Ali melakukan video call, dan mengucapkan selamat ulang tahun untuk Farhan. Sebuah sepeda berwarna biru ternyata sudah Ali kirimkan ke rumah, sebagai tambahan hadiah untuk Farhan dan juga permintaan maafnya karena ia tak bisa ada di hari ulang tahun Farhan.
Tapi terasa ada yang mengganjal di hati Farhan. Ia merasa di hari ulang tahunnya semakin berlalu dengan cepat. Ada 1 orang lagi yang kehadirannya masih Farhan nanti, namun tak kunjung datang. Tak terasa langit bahkan sudah terselimuti dengan gelapnya malam. Senja sudah menyembunyikan pancaran sinar indahnya dengan utuh.
Adzan berkumandang. Menggema memanggil seluruh khalifah di muka bumi untuk serempak bersujud kepada-Nya. Selesai melaksanakan solat maghrib berjamaah, Salma, Bi Irah, dan Farhan kembali ke ruang tamu.
"Kuenya kok diliatin aja?" tanya Salma dengan wajah tetap tersenyum manis. Cake yang Salma belikan untuk adiknya, ternyata belum tersentuh sama sekali. "Padahal Kakak sengaja pesan yang double choco, loh. Karena Kakak tahu, Farhan sangat suka cokelat."
"Kak..." panggil Farhan dengan dagu bertopang di atas kedua lengannya yang terlipat di atas meja. Mata bulatnya terus menatap ke arah cake cantik di hadapannya. Begitu cantik sampai Farhan merasa sayang untuk memakannya.
Salma tersenyum simpul sambil menatap mata adiknya. Ia membelai puncak kepala Farhan. "Ya?"
"Abi... di mana?" tanya Farhan.
"Abi?" seketika Salma langsung menyadari bahwa perubahan raut wajah adiknya ternyata karena menanti kepulangan abi mereka berdua. "Abi? Mm.." Salma mencoba memberikan alasan yang lebih masuk akal atas pertanyaan adiknya. Karena jujur, Salma sendiri tidak tahu di mana abinya saat ini. Nomor Teguh tidak bisa dihubungi sama sekali, dan kata sekretarisnya tadi saat Salma mencoba menelepon ke kantor, abinya itu masih ada agenda meeting di kantor.
"Apa Kakak sudah coba telepon Abi?" tanya Farhan lagi sebelum Salma sempat memberikan jawaban untuknya.
Salma membuka tutup matanya dengan gerakan pelan. "Sudah sayang. Kata temen kantornya, Abi masih ada meeting di kantor.
Bibir bawah Farhan maju mengerucut. "Kayaknya, Abi nggak inget ulang tahun aku."
Salma mengernyitkan keningnya, bingung dengan yang diutarakan oleh adiknya. Ia menyisir rambut hitam lurus milik Farhan. "Kok gitu sih ngomongnya?"
"Memang itu adanya." Farhan menarik kepalanya hingga ia duduk dengan tegap. Kini kepalanya menunduk. "Memang apa yang Farhan harapin sekarang? Berharap Abi ngucapin selamat ulang tahun ke Farhan? Harusnya Farhan sadar, bahwa harapan itu nggak akan pernah terwujud."
"Astaghfirullah, Farhan.. Nggak boleh suudzon seperti itu dengan Abi."
"Farhan bicara apa adanya, Kak. Abi memang nggak pernah sayang sama Farhan. Abi benci sama Farhan," kata Farhan dengan berdiri dari duduknya. Ia mendorong cakenya menjauh, lalu pergi menuju kamarnya. Kaki kecilnya terus melangkah dan menaiki anak tangga satu persatu yang entah mengapa menjadi 2 kali lipat terasa lebih tinggi dan juga panjang. Membuatnya merasa lelah dan kakinya lemah.
Farhan terus berjalan tanpa menoleh sedikit pun pada kakaknya yang terus memanggil namanya. Ia mengusap air mata yang kini telah demi sedikit berderai membasahi kedua pipinya.
Farhan masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamarnya serta terisak di dalam sana. Tubuhnya meringsut di depan pintu dengan tangan memeluk kedua lututnya. Kepala ia benamkan di antara kedua lututnya.
Farhan menangis.
"Aku benci Abi. Abi jahat. Abi nggak sayang sama Farhan. Abi cuma sayang sama Kak Salma dan Kak Ali."
Salma berdiri menunggu kepulangan adiknya tepat di pintu gerbang. Ia berdiri dengan kepala menunduk menatap jalan. Kepalanya terus terngiang kejadian semalam saat Farhan menunggu kepulangan abinya di hari ulang tahunnya. Farhan benar-benar marah dan menangis. Yang membuat Salma merasa sedih adalah sepertinya abinya itu sungguh tak ingat hari ulang tahun Farhan. Saat tadi pagi Farhan tak mau sarapan pun, abinya tak mengucapkan sepatah kata apa pun. Seolah ia lupa dan tak menyadari alasan dibalik anaknya bertingkah seperti itu adalah karena dirinya.
Salma seperti merasa kehilangan sosok Farhan yang riang. Farhan seakan kembali pada dirinya yang pendiam dan tidak banyak bicara.
Suara bel pulang sekolah, mengalihkan lamunan Salma. Matanya langsung mengamati sekolah adiknya. Meniti satu persatu anak yang keluar dari sekolah tersebut. Mata Salma akhirnya menangkap sosok adiknya. Ia melihat Farhan yang berjalan ke luar pagar dengan kepala menunduk. Di samping adiknya ada Aziz. Terlihat Aziz yang mencoba mengajak Farhan bicara, tapi ternyata Farhan malah bersikap tak acuh.
"Farhan!" panggil Salma dengan tangan melambai. Farhan mengangkat kepalanya, namun kembali menunduk dengan ekspresi lembut.
"Hai adiknya Kakak, gimana sekolahnya hari ini?"
"Aan lagi laper kayaknya, Kak. Dari tadi Aziz ajak ngomong, Aan diem aja." Celetuk Aziz asal karena Farhan yang diam saja tak menjawab pertanyaan Salma.
Salma tersenyum tipis lalu mengacak rambut Aziz gemas. Matanya teralihkan menatap adiknya yang berdiri menunduk di samping Aziz. "Farhan," panggil Salma pada adiknya. "Kamu kenapa sih kok diem aja dari tadi? Masih marah ya?"
"Aan, Kakak cantik manggil kamu."
"Farhan," panggil Salma dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya. Ia mengusap rambut lurus adiknya. Berharap dengan perlakuannya, Farhan mau bicara lagi dengannya.
"Aziz!"
Sang empunya nama menoleh, begitu juga dengan Salma dan Farhan yang sama-sama mengetahui siapa suara gerangan yang memanggil nama Aziz tiba-tiba.
Syauqi, melangkah maju mendekat ke arah Aziz. Seketika pupil matanya melebar saat menyadari kehadiran Salma.
Ia menebar senyum manis ke arah Salma. Senyumnya berubah masam begitu Salma hanya menatapnya 2 detik dan lebih memilih fokus kepada Farhan.
"Farhan, ayo kita pulang." Ajak Salma dengan menggandeng tangan Farhan, tetapi Farhan menolaknya dengan menarik tangannya cepat.
Salma menelan salivanya gugup. Tak pernah sekalipun Farhan bertingkah seperti ini padanya. "Farhan sayang, kamu kenapa sih? Jangan begini dong, kalau kamu begini nanti Kakak sedih."
"Farhan nggak mau pulang," kata Farhan dengan membuang mukanya ke samping.
Tanpa Salma dan Farhan sadari, Syauqi dan Aziz menatap mereka berdua dengan heran. Syauqi memberikan kode pertanyaan melalui gerakan mata dan alisnya pada Aziz, tapi Aziz yang juga tak mengerti hanya bisa mengangkat bahunya sebagai jawaban.
"Kenapa nggak mau pulang? Nanti ditanyain Abi loh kalau Farhan nggak langsung pulang."
Farhan tetap membuang wajahnya ke samping. Tak mempedulikan kakaknya yang menatapnya dengan tatapan khawatir.
"Farhan... " panggil Salma dengan lirih sekali lagi.
Syauqi langsung menoel pipi Aziz. Memberikan kode pada adiknya agar mereka pulang terlebih dahulu. Mengerti bahwa Salma dan adiknya sedang butuh waktu berdua.
"Pulang?" tanya Aziz dengan berbisik pelan. Padahal Aziz maunya pulang bersama Farhan.
"Iya ayo," balas Syauqi dengan berbisik.
"Aku maunya main sama Aziz." Semuanya kompak menoleh ke arah Farhan. Begitu juga dengan Aziz yang merasa namanya disebut langsung menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk kecilnya. Matanya membulat ke arah Farhan, memastikan bahwa ia tak salah dengan kalau Farhan mau main bersama dengannya.
"Kalau gitu mainnya di rumah aja."
"Nggak mau," tolak Farhan.
Syauqi sedikit terkejut mendapati Salma yang meliriknya. Seolah tahu maksud Salma, Syauqi langsung berkata. "Iya, nanti Farhan bisa main di rumah Aziz lagi. Kemarin Aziz habis dibeliin mainan robot sama papanya."
"Nggak tuh, Papa nggak beliin aku robot kemarin," ucap Aziz dengan wajah tanpa ekspresi.
Syauqi membulatkan matanya menatap tajam Aziz, sementara Salma menghela napas panjang. Syauqi langsung buru-buru mengeluarkan ekspresi cengirannya pada Salma.
"Aan maaf ya, Abang aku emang suka begitu orangnya. Kamu pasti marah kan dibohongin, apalagi aku yang hampir tiap hari dibohongin sama Abang aku?" Aziz menepuk dan mengusap bahu Farhan yang tampak lunglai tak bersemangat.
Hahh. Ingin rasanya Syauqi memplester mulut adiknya yang terlalu bocor dan menyebalkan itu.
"Ayo Aan, kita main."
"Eh, mau kemana?" tanya Salma dan Syauqi secara bersamaan karena melihat Aziz yang menggandeng tangan Farhan pergi.
"Mau ke mobil," kata Aziz tanpa memutar badannya lagi. Tingkah songongnya sungguh sangat mengikuti Syauqi.
"Mobil?" tanya Salma dengan melirik Syauqi.
"Aku bawa mobil. Sebelum ke sini, mampir ke supermarket dulu tadi," ucap Syauqi dengan ikut melirik ke arah Salma.
"Abang buka kunci mobilnya!" teriak Aziz yang kini sudah berdiri di samping mobilnya.
"Iish, tuh anak!" Syauqi langsung menyusul Aziz dan membuka kunci alarm mobilnya. Salma mengikutinya dari belakang.
"Ayo kamu ikut bareng aja," ajak Syauqi saat melihat Salma yang sudah berdiri tidak jauh dari posisi Aziz dan Farhan yang masih saling bergandengan tangan. Ia juga membuka sisi pintu untuk Salma, sedangkan Aziz membuka pintunya sendiri.
"Bareng ke mana?" tanya Salma.
"Pulang," jawab Syauqi.
"Kok pulang?" tanya Aziz dengan nada merengek.
"Kan mau main," lanjut Farhan yang tak setuju jika mereka harus pulang ke rumah.
"Iya, kan kita mau main dulu. Ayo Abang, Kakak cantik, cepetan."
Kening Salma sepenuhnya mengkerut bingung. Baru ia ingin mengucapkan sesuatu, Aziz dan Farhan sudah lebih dulu masuk ke kursi belakang.
"Emang kita mau kemana Syauqi?" tanya Salma bingung.
"Nggak tau. Ikutin mereka berdua aja deh, maunya kemana," kata Syauqi santai.
Syauqi, Salma, dan juga kedua anak laki-laki itu akhirnya sampai di tempat tujuan. Dufan, tempat yang diinginkan oleh Aziz dan ternyata juga langsung disetujui oleh Farhan.
Salma tak habis pikir, mereka benar-benar pergi main yang tempatnya lumayan jauh dari rumah. Untungnya setiap Salma menjemput Farhan, ia terbiasa membawa sling bag yang di dalamnya ada beberapa lembar uang tunai, atm, dan juga KTP.
"Ayo, turun!!" perintah Syauqi dengan excited. Ternyata ia juga sama menikmati perjalanannya, karena ia juga butuh liburan dan me-refresh dirinya disela ujian berlangsung.
"Yeayy sampe!!" girang Aziz. Ia dan Farhan segera turun dari mobil tanpa membuang banyak waktu lagi.
Salma ikut turun dari mobilnya setelah menghela napas panjang. Salma sudah bisa membayangkan bagaimana nanti marahnya Teguh saat tahu ia pergi bermain dengan Farhan tanpa izin terlebih dahulu.
"Kakak ayo!!" ajak Farhan dengan menarik tangan Salma, hingga kaki Salma refleks berjalan dengan cepat. Anak itu sudah tak sabar saat melihat plang nama 'DUFAN' yang tertangkap oleh matanya. Ini adalah pertama kalinya Farhan pergi ke Dufan, sedangkan Salma sudah pernah 1x ke Dufan, itu pun saat uminya masih hidup.
Mata Farhan terus memancarkan binar bahagia. Senyumnya terus merekah. Ia sudah lupa bahwa sejak kemarin ia memiliki mood yang tidak bagus karena abinya. Ini adalah hari bersejarah dalam hidupnya, Farhan pergi ke taman bermain yang memiliki banyak wahana permainan.
"Waaah! Abang, ayo kita foto bareng dulu!!" dengan semangatnya Aziz langsung menarik tangan Farhan dan juga Syauqi. Sementara Salma hanya mengikuti dari belakang.
"Sini Kakak fotoin," kata Salma dengan berinisiatif berdiri saat Syauqi dan kedua anak itu sudah mulai mengambil posisi untuk berpose.
"Loh, kok Kakak yang fotoin?" bingung Aziz. "Kalau gitu biar Abang aja yang fotoin."
"Nanti Abang nggak ikut foto dong? Selfie aja selfie, kalau gitu."
"Iya, selfie." Aziz langsung berlari untuk menarik tangan Salma, sedangkan Salma hanya bisa pasrah mengikuti kemauan Aziz. Keempatnya berpose dengan Syauqi yang sudah memegang handphone di tangan kanannya.
"Ayo 1 2 3, cheese!"
"Salma senyum dong." perintah Syauqi saat melihat hasil fotonya dan mengetahui kalau Salma hanya memasang memasang senyum tipis. Cantik sih, tapi Syauqi maunya melihat senyum lebar dari Salma.
"Iya Kakak cantik senyum dong. Pasang muka bahagia, walaupun nggak bahagia kalau sama Bang Syauqi." Syauqi langsung melirik tajam ke arah adiknya.
Salma terkekeh kecil karena candaan Aziz, dan berhasil diabadikan oleh Syauqi. Seperti foto candid yang sempurna, Syauqi melirik Aziz, sedangkan Aziz memilih menatap Salma, lalu Salma yang bertukar tawa dengan Farhan.
Mereka berempat langsung melanjutkan langkah kaki mereka untuk mendekati setiap wahana yang tersedia dan terdekat. Karena Salma dan Syauqi pergi bersama dengan Aziz dan Farhan, maka mereka pun harus rela untuk hanya menikmati permainan yang memang diperbolehkan untuk anak-anak.
Mata Aziz langsung berbinar begitu melihat wahana Turangga-Rangga. "Kuda-kudaan!!"
"Waaah!!" Farhan langsung berlari mengikuti Aziz yang tanpa disuruh sudah berlari ke arah permainan tersebut.
"Abang, Kakak cantik, cepetan!!"
"Kakak nunggu di sini aja, kalian bertiga aja yang naik."
"Yah kok gitu? Nggak asik dong," keluh Syauqi. Lebih tepatnya ia tak mau hanya bersama dengan kedua bocah itu.
"Iya nih, masa Kakak cantik nggak ikutan sih? Ngajak Bang Syauqi mah nggak asik, nggak seru," kata Aziz dengan melirik sekilas pada Syauqi.
"Iih Aziz mah, bisa banget ngomongnya. Padahal paling asik kalau main sama Abang."
Setelah menyaksikan perdebatan kecil Syauqi dan Aziz, akhirnya Salma mau ikut naik kora-kora. Entah apa yang akan terjadi pada dirinya nanti, Salma hanya bisa berharap ia tak akan mual setelahnya.
Syauqi, Salma, dan kedua anak itu malah menikmati Turangga-rangga yang terus berputar semakin tcepat. Tawa tak lepas dari keempatnya. Baik Aziz, Farhan, maupun Salma dan Syauqi sama-sama merasa senang dengan wahana yang mereka naiki. Salma bahkan lupa bahwa ia suka mual dengan sesuatu yang berayun dan banyak berputar.
Lagi, dengan sigapnya Syauqi mengabadikan momen mereka berempat. Kamera handphone dan jari telunjuknya seakan kompak untuk mendapatkan hasil yang baik.
"Hooeeekk!" Syauqi langsung berlari ke pinggir yang ada selokan kecilnya, saat wahana selesai berputar. Tubuh atasnya secara otomatis menunduk. Syauqi sungguh sangat merasa mual, tetapi tidak ada sedikitpun yang ia keluarkan dari dalam perutnya.
Salma tersenyum geli, tetapi Aziz dan Farhan malah terbahak menertawai nasib Syauqi. Syauqi yang sedang merasa mual dan pusing hanya bisa diam dengan ledekan kedua bocah itu.
"Ah, harusnya aku nggak ikutan naik itu tadi." Keluh Syauqi dengan duduk di bangku panjang terdekat.
Setelah menikmati wahana Turangga-rangga, keempatnya langsung mengunjungi wahana yang lainnya. Dari mulai Ice age, alap-alap, istana boneka, sampai dengan gajah terbang, dan wahana lain yang bisa dinaiki oleh anak seumuran Aziz dan Farhan berhasil dinaiki semua oleh keempatnya. Waktunya yang tepat karena di weekdays sehingga tak perlu antri lama hanya untuk menaiki sebuah wahana. Mereka berempat juga benar-benar bersenang-senang dan juga tertawa ceria tanpa beban. Ternyata waktu pergi yang dadakan itu lebih seru dan menyenangkan dibandingkan dengan waktu pergi yang harus arrange schedule terlebih dahulu.
"Kayaknya, Dufan nggak cocok untuk kita, ya?" tanya Salma dengan tertawa geli. Tadi saat mereka menaiki alap-alap, gantian Salma yang merasa mual. Kepalanya pusing, dan isi perutnya seperti mau keluar.
"Nggak cocok kalau kita ajak 2 anak di belakang," kata Syauqi dengan melirik ke arah Aziz dan Farhan yang sedang membeli es krim. Sedangkan Salma dan Syauqi memilih untuk membeli teh manis hangat untuk mereka berdua. Mereka butuh sesuatu yang dapat menghangatkan dan menenangkan tubuh mereka.
Salma tersenyum geli sambil mengangguk mengiyakan. Waktu maghrib sudah terlewati, dan Salma juga sudah melaksanakan ibadah solat maghrib. Sedangkan Syauqi hanya bisa dengan diam-diam duduk menunggu di luar masjid. Ingin rasanya ia bercerita pada Salma mengenai kepercayaannya, tapi benak hatinya terasa tak rela. Ia merasa bahwa lebih baik disembunyikan untuk sementara waktu. Syauqi pikir, toh, Salma tetap mau berteman dengan orang yang tak seagama dengannya.
Syauqi, Salma, dan kedua anak itu masih berada di kawasan Dufan. Walau sudah mau tutup, tetap masih banyak pengunjung yang masih bersantai.
"Kakak!" panggil Farhan dengan berlari mendekat ke arah Salma. Aziz juga ikut berlari mendekat seperti Farhan.
Salma menoleh dan refleks tersenyum lebar saat melihat Farhan yang berlari mendekat ke arahnya. "Gimana hari ini? Seneng?" tanya Salma pada Farhan.
Farhan mengangguk semangat. "Seneng banget. Makasih ya Kak, udah bawa Farhan ke sini."
"Makasihnya jangan sama Kakak. Makasih sama Aziz dan Kak Syauqi yang udah bawa kita ke sini dan menyetir dengan hati-hati." Aziz tersenyum malu mendengar Salma yang menyebut namanya.
Farhan langsung memeluk Aziz. "Makasih ya Aziz," ucap Farhan.
Aziz membalas pelukan Farhan dan berkata. "Sama-sama Aan. Jangan sedih lagi ya," ucap Aziz yang sontak dihadiahi kedipan mata oleh Salma. Salma bersyukur, Farhan bisa berteman dengan Aziz. Ia berharap kedepannya Aziz dan Farhan mampu menjadi teman bahkan sahabat yang selalu bisa saling mensupport dan saling ada untuk satu sama lain.
"Buat Kakak, nggak ada pelukan juga?" tanya Syauqi dengan nada meledek.
Farhan pun melepas pelukannya dengan Aziz dan gantian memeluk Syauqi yang duduk dengan jarak sekitar 50 cm dari kakaknya. "Makasih Kak," ucap Farhan dengan pelan.
"Iya sama-sama. Besok lagi, kalau Farhan sedih, bilang aja sama Kakak, nanti akan Kakak buat Farhan nggak merasa sedih lagi."
"Ah Abang nih. Kalau sama yang lain baik, tapi sama aku jahat." Aziz mengerucutkan bibirnya sebal.
"Aziz suka dijahatin Bang Syauqi?" tanya Salma dengan alis terangkat sebelah dan suara yang sengaja dikencangkan.
"Iya Kak. Abang suka jahat sama aku. Usil, nyebelin, pokoknya banyak deh."
Syauqi melepas pelukannya dengan Farhan namun masih merangkulnya. "Heh, kamu itu. Abang mah bersikap tergantung sama adiknya. Kalau adiknya yang baik kaya Farhan mah pasti Abang juga akan baik. Lah kalau adiknya kaya kamu sih, yaa, nggak tentu deh."
"Ih Kak," Aziz menarik lengan baju Salma lalu menunjuk ke arah Syauqi. "Liat tuh Bang Syauqi. Nyebelin, kan?"
Salma terkekeh kecil, lalu menarik tubuh Aziz mendekat ke sisinya. "Iya, Bang Syauqi emang nyebelin," kata Salma dengan bermaksud bercanda. Ya walau kenyataannya, Syauqi memang terkadang menyebalkan.
Keempatnya langsung bertukar tawa dengan kompak. Seakan beban menguar. Seakan tak ada yang mereka khawatirkan, selain menikmati kebersamaan mereka seharian ini.