Salma menegakkan duduknya dan menoleh, di sampingnya sungguh benar-benar ada Syauqi dan Dian. Dalam kondisi gelap, ia juga bisa melihat mata Syauqi yang balas menatapnya. Salma sungguh tak habis pikir, kenapa ia kembali bertemu dengan Syauqi. Salma segera menoleh ke layar, saat matanya bertemu dengan mata Dian. Salma heran, mata Dian itu seperti ada sinar lasernya, yang jika dilihat lama-lama mungkin dapat menyebabkan kebutaan.
"Salma," panggil Syauqi dengan berbisik ke arah telinga Salma. Salma refleks menggeser kepalanya ke arah Ali, saat ia merasa Syauqi hampir menyentuh bagian kerudung yang menutupi telinganya. Syauqi mengerutkan keningnya bingung, belom selesai ia bicara, Salma sudah menggeser tubuhnya.
Ali menoleh ke arah Salma, "Kenapa sih?" tanya Ali karena melihat Salma yang sedari tadi tak bisa duduk tenang. Ali belum menyadari jika Syauqi dan Dian duduk di samping Salma.
Akhirnya Salma memilih untuk menyandarkan kepalanya pada pundak Ali. "Nggak papa, Kak." Salma kembali fokus pada film yang diputar.
"Aaa! " Ali ikut berteriak kaget saat tiba-tiba hantu muncul di layar di tambah suara sound yang sangat besar, membuatnya semakin kaget. Jika bukan karena Salma, maka ia pasti akan menolak mentah-mentah yang namanya nonton film horror.
"Kak ih, apaan deh ikut teriak-teriak begitu." Salma terkikik geli karena tingkah kakaknya.
"Kamu sih ngajak Kakakn nonton beginian. Kaget tahu, mana hantunya serem banget lagi. Mending film action deh, keren."
Salma hanya bisa tertawa puas mendengar keluhan kakaknya. Sedangkan Syauqi, Syauqi tak bisa fokus pada filmnya. Ia terus saja melirik ke arah Salma dari ekor matanya. Salma tampak bercanda ria dengan pacarnya. Syauqi benar-benar menerima dengan mentah informasi yang didapatkan dari Ali tadi, bahwa Ali adalah pacar Salma. Padahal kalau diperhatikan dengan seksama, wajah Salma dan Ali memiliki beberapa kemiripan.
Entah kenapa Syauqi merasa kesal. Kesal dengan Ali yang tampak sangat perhatian dengan Salma. Kesal karena Ali yang mempromosikan diri sebagai pacar Salma. Itu semua sukses membuat Syauqi merasa kesal dan panas. Padahal Syauqi dan Salma hanyalah sebatas teman, yang Syauqi sendiri belum yakin apakah Salma menganggapnya teman atau tidak.
Jadi apa ada yang bisa menjelaskan kenapa Syauqi merasa kesal di sini?
Lalu apakah hanya Syauqi saja yang tak bisa menikmati pemutaran filmnya dengan baik? Jawabannya adalah tidak. Karena Dian juga fokus memperhatikan Syauqi yang terus saja menoleh ke kanan.
Ruang teater bioskop akhirnya kembali terang. Sebagian manusia di sana mengelus d**a karena seramnya film tersebut telah berakhir. Ya kalau nggak seram, bukan film horror namanya. Sebagiannya juga hampir kehabisan suaranya karena beteriak. Manusia-manusia yang berada di ruang bioskop itu pun bergegas keluar satu persatu.
"Ah! akhirnya selesai." Ali mengangkat kedua tangannya lebar, ke atas. Ia kemudian berdiri, diikuti dengan Salma. "Ayo kita makan," ajak Ali dengan menatap adiknya.
"Loh kalian?" Ali mengangkat sebelah alisnya tatkala melihat Syauqi dan Dian yang baru saja beranjak dari duduknya. "Nonton ini juga ternyata?" tanya Ali yang dijawab anggukan kikuk oleh Dian.
Syauqi meletakkan tangannya ke dalam saku celananya, dan mengetuk lantai bioskop dengan sepatunya, malas dan kesal. Syauqi, bukanlah orang yang pandai menolah ekspresi wajahnya. Ketika ia merasa kesal dan badmood, maka dengan jelas akan tergambar seluruhnya di wajah.
Ali sebenarnya juga sudah memperhatikan sikap Syauqi sejak awal padanya, bagaimana cara laki-laki itu menatapnya. Mungkin karena Syauqi terlalu memperlihatkan ketidak sukaannya pada Ali, sehingga Ali juga dengan cepat menyadarinya. Namun, Ali tak terlalu mau ambil pusing, dan memilih untuk bersikap biasa dan tenang.
Salma menoleh pada Syauqi dan Dian, "Kita duluan ya," ucap Salma dengan mengaitkan tangannya pada lengan Ali, dan mengajak kakaknya untuk segera pergi dari ruang teater. Ali menurut, dan bergeser, sehingga ia dan Salma sudah berada di tangga. Tapi bukannya turun, Ali malah kembali menoleh pada Syauqi dan Dian.
"Kita mau makan, kalian juga pasti belum makan, kan? Yuk, kita makan bareng, sekalian double date."
Syauqi mengerutkan keningnya. Apa sih maksud nih cowok? tanya Syauqi dengan nada keki di dalam hati. Pengen gue merasa cemburu, gitu?
Tunggu, cemburu?
Syauqi, kamu cemburu?
Salma tertawa canggung. "Kalian bisa lanjutin acara kalian sendiri. Maaf ya," ucap Salma dengan kembali menarik lengan Ali untuk segera pergi.
"Kita mau kok," jawab Syauqi dengan mantap. Tatapannya berakhir menajam pada Salma. Dian menghela panjang napasnya. Sifat Syauqi sungguh aneh, dan sulit ia mengerti.
Sudut bibir Ali terangkat, hingga akhirnya ia terkekeh. Ia mulai bisa mencium gelagat dari Syauqi. "Ayo kalau gitu," ajak Ali yang langsung memutar tubuhnya. Sedangkan Syauqi dan Dian mengikuti dari belakang.
Syauqi kembali memperhatikan Salma dari belakang, tak ia sangka Salma akan memiliki pacar secepat itu. Mana pake pegangan pula. Syauqi jadi ingat, setiap ia melakukan kontak fisik dengan Salma maka ia pasti selalu kena omel. Tapi ini, Salma malah keliatan mesra banget.
Curang! bentak Syauqi kesal dalam hati.
Mereka berempat makan di restoran dengan main course pasta. Mereka duduk dalam satu meja, empat kursi. Salma duduk di samping Ali, di samping Ali ada Syauqi, dan di depan Sysuqi ada Dian. Di hadapan mereka sudah tersaji menu yang mereka pesan masing-masing.
"Silahkan makan. Biar saya yang traktir hari ini," ucap Ali, tak lupa dengan senyum manisnya yang terukir.
"Makasih, Kak." ucap Dian dengan ragu, namun karena Ali memang terlihat dewasa di bandingkan mereka berempat, maka itu Dian memanggilnya 'Kak'.
“Sama-sama,” balas Ali singkat.
Syauqi hanya diam, malas menanggapi. Cih, sombong banget, mau pamer gitu kalo dia kaya? batin Syauqi.
Syauqi yang baru saja ingin menyendokkan pasta ke dalam mulutnya, melihat Salma sedang sibuk menyingkirkan daun basil yang berada di atas pasta miliknya.
"Makan ini aja, udah nggak ada daunnya." Syauqi mengambil alih piring Salma, dan ia tukar dengan piringnya. Kebetulan, Syauqi dan Salma memilih menu pasta yang sama.
"Eh, nggak us-"
“Makan itu aja. Biar kamu nggak repot buangin daunnya lagi,” kata Syauqi dengan santai. Ia langsung menyantap makanannya yang telah ia tukar dengan milik Salma. Sikapnya barusan, ternyata kompak membuat Ali dan Dian menatapnya heran.
"Mm, makasih," ucap Salma yang hanya dijawab dehaman oleh Syauqi.
Keempatnya mulai makan dalam diam.
"Kalian sudah berapa lama pacaran?" tanya Ali dengan mulut masih mengunyah pasta.
Matanya menatap lurus ke arah Syauqi. Ali ingin mencoba membuka percakapan agar keadaan mereka berempat tak terlalu terasa canggung. Walaupun kelakuan Syauqi barusan pada adiknya, membuat Ali jadi bertanya-tanya.
Syauqi balas menatap Ali. "Kita nggak pacaran!" jawab Syauqi dengan tegas, namun malah terdengar ngegas.
Dalam hatinya, Dian sedikit kecewa mendengar Syauqi yang bicara seperti itu. Padahal Dian lagi berusaha PDKT, kan belum tahu ke depannya seperti apa. Berharap sedikit, tak salah kan?
Ali terkekeh geli, lalu duduk dengan tegap. Pertanyaan yang ada di benaknya tadi terjawab sudah. Laki-laki di hadapannya itu memiliki kemungkinan 50% lebih menyukai adiknya, Salma. Ali meletakkan tangannya ke atas sandaran kursi Salma, sehingga orang akan mengira ia merangkul bahu Salma.
"Oh, lagi PDKT ya?" pancing Ali.
Syauqi membuka mulutnya, bersiap untuk bicara, sekaligus memberikan klarifikasi sejelas mungkin, bahwa ia dan Dian tak memiliki hubungan apa pun.
"Kita doakan saja yang terbaik Kak, untuk mereka." Salma mengambil alih jawaban dari pertanyaan Ali. Salma memang berharap, bahwa tak akan ada lagi orang yang akan berdosa karena pacaran. Jika memang serius, kan lebih baik ta'aruf lalu menikah.
Syauqi membuang jauh-jauh ucapan Salma, dan merapelkan kata tidak tidak tidak sebanyak-banyaknya di dalam hati. Karena, bukan Dian yang ia harapkan.
Ali masih tersenyum geli. Sangat lucu menurutnya melihat ekspresi Syauqi yang tampak keki dan kesal. Entah bagaimana, hanya Ali yang menyadari tiap detail perubahan ekspresi Syauqi. "Baiklah, lanjutkan makannya. Salma, jangan lupa habis ini kita beli kado untuk Farhan ya,” ucap Ali pada Salma, yang tentu saja mampu Syauqi dengar dengan jelas. Sejelas-jelasnya.
*****
"Abang, martabak?" Anak berpipi gembul tiba-tiba muncul dengan dua tangan menengadah meminta martabak. Menyetop langkah kaki Syauqi yang akan masuk ke dalam rumah.
Syauqi menyingkirkan tubuh Aziz dengan pelan, kemudian ia melengos naik ke kamarnya tanpa mempedulikan Aziz yang menunggu kepulangannya dengan harapan dibawakan martabak kesukaannya.
Aziz mendesis sebal lalu berkacak pinggang meratapi kepergian abangnya yang menaiki tangga dengan langkah gontai. “Kenapa sih itu Abang satu? Rumit banget hidupnya,” kata Aziz dengan memasang wajah mirisnya. Kepalanya menggeleng khawatir.
Syauqi masuk ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan kencang. Ia langsung merubuhkan tubuhnya tengkurap ke atas tempat tidur. Wajahnya masuk terpendam ke dalam spring bed miliknya.
“Aaaaa!!” syauqi mengeluarkan semua kekesalannya hari ini. Setelah puas berteriak, Syauqi menolehkan kepalanya ke samping. Tangannya yang cukup hingga nakas pun mengambil bingkai foto kecil yang berada di sana. Itu adalah foto yang mengabadikan antara dirinya dan juga mamanya, Liana.
“Ma, aku bete banget hari ini.”
Kenapa kamu bete hari ini? Apa hari anak Mama berjalan kurang baik hari ini?
Syauqi mulai membayangkan bagaimana ketika ada sang mama di sisinya. Ia sudah terbiasa melakukan hal ini. Ketika Syauqi sedang ingin bercerita, maka Syauqi akan menceritakan semuanya seolah-olah ada sang mama mendengarkan ceritanya, dan juga sang mama yang akan selalu membantunya mendapatkan sebuah solusi.
"Banget, Ma. Masa Salma tiba-tiba udah punya pacar, Ma? Nggak mungkin banget ya kan, Ma? Padahal waktu itu Salma bilang, dia nggak akan pernah pacaran. Mana pegang-pegang sama rangkulan gitu lagi. Kata Salma, menyentuhnya yang bukan mahram itu dosa, terus kenapa dia lakuin itu ke pacarnya? Apa Salma sekarang udah berubah, Ma? Tapi kayanya nggak mungkin Ma. Salma adalah gadis baik yang selalu bisa menjaga dirinya. Kayanya cowoknya deh Ma, yang nggak bener deh, Ma. Mungkin harusnya aku membuat strategi agar mereka putus. Ya, Ma?”
Sang mama tersenyum menatap anak sulungnya yang kini sudah tumbuh dewasa. Kenapa kamu begitu semangat menceritakan gadis bernama Salma itu? Apa kamu menyukai gadis itu? Sampai-sampai kamu berpikiran ingin membuat strategi agar gadis itu bisa putus dari pacarnya.
“No… nggak Ma,” ucap Syauqi terdengar yakin.
“Aku nggak...suka...kok...sama…Salma.” Tiba-tiba suaranya terdengar tak yakin. Antara apa yang mau disampaikan hati dan yang mau diucapkan oleh lisannya berbeda.
Kok gugup gitu jawabnya?
“Nggak! Siapa yang gugup!”
“Kamu pasti menyukainya, Syauqi.”
“Nggak Ma,” ucap Syauqi dengan tak bersemangat. “Aku nggak punya hak apa pun untuk menyukai Salma. Dinding pembatas aku dan dirinya sudah terlalu tinggi Ma. Sulit untukku merobohkannya,” kata Syauqi seiring dengan bayangan mamanya yang pergi menghilang.
*****
Ali dan Salma juga telah tiba di rumah jam 8 malam. Setelah makan bersama dengan Syauqi tadi, Ali langsung mengajak Salma mencari kado ulang tahun Farhan, dan mengajak Salma makan jagung bakar di tempat langganan mereka.
"Farhan!" Ali sedikit berteriak dari bawah, memanggil adiknya yang berada di kamar. Sedangkan Salma sudah ke dapur untuk mengambil minum. Tak menunggu lama, Farhan berlari turun menuju kedua kakaknya yang ada di bawah.
"Kakak!" Ali langsung merentangkan tangannya lebar. Bersiap menerima tubuh Farhan yang sebentar lagi akan berhambur ke dalam pelukannya.
"Taraaaa!!" Ali memberikan plastik yang berisi mobil remote control yang diminta oleh Farhan. Sedangkan untuk hadiah ulang tahun Farhan darinya, sudah ia titip aman pada Salma. "Oleh-oleh buat kamu."
Farhan menerima plastik tersebut dengan wajah gembira 2x lipat. "Makasih Kakak." Farhan memeluk leher Ali dengan tangan mungilnya yang memegang plastik berisi mainan.
"Farhan sudah solat isya belum?" Farhan mengangguk mengiyakan atas pertanyaan Ali.
"Anak pintar, sekarang langsung istirahat ya." Ali mengecup pipi kiri Farhan, dan menurunkan adiknya. Farhan kembali mengangguk dan berlari menuju kamarnya.
Ali ikut tersenyum bahagia melihat adiknya yang nampak bahagia. Ia berjalan ke arah dapur, menyusul Salma, juga untuk mencuci tangannya. "Ke kolam ya, Dek." Ali kembali berjalan ke belakang setelah mendengar jawaban ‘iya’ dari salma. Tak lama, Salma datang membawa 2 teh hangat untuknya dan untuk Ali.
Salma duduk di tepi kolam renang, di samping Ali. Ia juga meletakkan dua cangkir teh di antara duduk mereka.
"Di minum, Kak."
"Makasih ya."
Hening, kakak adik itu tampak sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Temen kamu yang tadi itu siapa?" Pertanyaan Ali langsung memecah keheningan mereka berdua yang sejak tadi tercipta, dan dalam diam mereka berdua hanya menikmati teh hangatnya.
“Dia kan tetangga kita, Kak.”
“Tetangga?” tanya Ali dengan nada terkejut.
“Iya Kak. Rumahnya loh ada di depan kita.”
“Serius kamu?”
“Iya Kak. Dari situ juga aku baru tahu kalau ternyata kita berdua satu kampus, tapi beda jurusan.”
Ali ber-oh ria. "Siapa namanya?"
"Syauqi," jawab Salma singkat.
“Kalau yang cewek tadi, siapa?”
Salma mengangkat bahunya santai. “Nggak tahu. Nggak kenal,” ucapnya.
Ali langsung mesam mesem sendiri. “Terus apa kamu deket sama tetangga kita itu?”
“Deket? Nggak kok. Kita cuma temen biasa aja.”
Ali langsung menyipitkan matanya menatap Salma. Menelisik kebenaran dari jawaban adiknya. “Seriusan nggak deket? Dia pernah chat kamu gitu nggak?”
“Pernah, tapi jarang aku bales.” Salma menceritakan semuanya tanpa ada yang ia tutupi.
“Loh kenapa?” tanya Ali melanjutkan pancingannya.
“Nggak papa. Kan, bukan mahram. Jadi Salma merasa, memang sudah seharusnya kita saling menjaga jarak.”
Ali tersenyum puas. Memang seperti inilah sifat adiknya. Bisa menjaga dirinya dari lawan jenis. "Tapi menurut kamu, yang cowok tadi sifatnya aneh gitu nggak sih?"
"Syauqi? Aneh gimana maksud Kakak?"
"Kamu nggak sadar ya gimana cara tadi dia natap Kakak? Dia kayanya nggak suka banget sama kakak." Ujar Ali.
"Masa sih Kak?"
"Iya, tepat saat Kakak muncul di samping kamu, tatapan dia langsung beda."
"Ah, Kakak ini. Itu perasaan Kakak aja mungkin."
"Dia kayanya suka sama kamu deh."
Salma langsung mendelik menatap kakaknya. "Kak ih. Jangan menyimpulkan hal kaya gitu ah," ucapnya.
Tawa Ali sontak menguar. "Kakak cuma bercanda," katanya.
Salma langsung mengalihkan wajahnya ke kanan. Ia menggembungkan pipinya, dan menghela napas panjang.