Cuaca malam ini cukup dingin. Hujan baru saja berhenti setelah tadi turun cukup lebat. Air masih menetes dari yang menempel di daun serta dahannya. Aroma tanah basah juga terasa samar masuk ke dalam indera penciuman Syauqi melalui jendela kamarnya yang masih terbuka lebar.
Syauqi merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang putih. Padahal baru saja hujan reda, namun ia tetap menyalakan AC kamarnya. Sudut bibirnya tertarik. Ia tersenyum bahkan terkekeh saat mengingat setiap kejadiakepalanya. Tanpa Syauqi juga harus rela makan bersama dengan 2 sahabatnya dan juga Airin. Yang penting untuknya adalah tetap ada Salma di sana.
Syauqi mengubah posisi tubuhnya menjadi tengkurap. Ia membuka aplikasi w******p di handphonenya. "w******p Salma ah... "
to Salma :
Hai
Send. Sent.
Senyumnya mengembang begitu pesannya sudah menandakan ceklis 2. Pesannya sudah terkirim, itu artinya ia hanya tinggal menunggu Salma membalas pesannya.
1 menit.
3 menit.
7 menit.
Dari tengkurap, sampai tiduran, lanjut duduk, lalu berdiri. Salma masih belum membalas pesan darinya. Matanya tak lepas menatap layar handphone yang masih menandakan kegelapan.
"Gak dibales!" teriak Syauqi frustasi saat tahu pesannya tak terbalaskan setelah pesannya itu telah terkirim bahkan sudah mau lewat dari 20 menit.
to : Salma
Salma?
"Kirim lagi nih? tapi nanti malah dibilang bawel gimana?" ragu Syauqi pada dirinya sendiri apakah akan mengirimkan Salma pesan kembali atau menunggu gadis itu hingga membalas pesannya.
"Ah biarin deh, yang penting dibal-" kalimat Syauqi terhenti begitu handphonenya bergetar. Di layar percakapannya dengan Salma, terlihat Salma is typing. "Yes, dibales!!" pekik Syauqi girang.
From : Salma
Assalamu'alaikum
"Oh iya, gue sampe lupa." Syauqi masih belum terbiasa untuk mengucap salam. Walaupun memang tak ada kewajiban bagi Syauqi harus mengucapkan kalimat itu, karena Syauqi bukanlah orang Islam.
To : Salma
Hehe, Wa'alaikumsalam
Syauqi kembali menunggu dengan tenang balasan dari Salma. Dan benar saja, tak lama berselang handphonenya bergetar. Ia langsung membaca balasan singkat dari Salma.
Ada Apa?
Kening Syauqi langsung berkerut. Berpikir keras alasannya mengirimkan Salma pesan. Matanya bergeser ke arah kalender kecil yang berada di atas meja belajarnya. Syauqi langsung bangkit berdiri dan duduk di meja belajarnya. Ia mengambil kalender tersebut dan menemukan sesuatu yang membuatnya cengengesan tiba-tiba. "Besok tanggal merah ternyata," ucap Syauqi dengan wajah cerah gembira.
Dengan cepat Syauqi langsung mengetikkan balasan pesan untuk Salma.
Besok ada acara?
Selang 2 menit Salma membalas pesannya lagi.
Kenapa?
Senyum Syauqi lebar merekah. Tak pakai banyak berpikir, karena Syauqi kembali membalaskan pesannya untuk Salma.
Besok, jalan yuk?
Syauqi yang sedang bersemangat, dengan sigap memeriksa jadwal film yang sedang tayang di bioskop Pondok Indah Mall (PIM) besok. "Wah... bagus nih ada film horror. Cakep," ucapnya dengan jail. Seketika ia jadi membayangkan jika ia dan Salma nonton film horror lalu Salma akan memeluk lengannya karena takut.
"Tapi gak mungkin coy. Mau kena damprat Salma lo, Qi?" tanya Syauqi pada dirinya sendiri. Ia terkekeh sendiri lalu kembali fokus memilah film lainnya yang juga sedang tayang minggu ini. Syauqi sudah merasa bahwa ia dan Salma sudah cukup dekat, sehingga tak ada salahnya kan jika Syauqi mengajak Salma jalan di hari libur?
Drrt drrt!
"Oke dibales," ucap Syauqi dengan bersiul sambil membuka pesan masuknya.
Syauqi menggeram bete, dan dengan malas ia tetap membuka pesan masuk yang ternyata bukan berasal dari Salma melainkan dari Dian.
From : Dian
Besok jemput gue di rumah ya, Qi.
Alamatnya besok gue shareloc.
See you tomorrow :)
Syauqi menggeram kesal dan langsung melempar handphonenya ke bantal. Salma tak membalas lagi pesannya, dan Dian malah mengingatkannya bahwa besok, di hari libur, ternyata ia punya janji dengan perempuan itu. Besok adalah kedua kalinya Syauqi pergi berdua, bersama Dian. Setelah yang pertama kali Dian memaksa Syauqi untuk mengantar dirinya pergi ke toko buku.
Syauqi memilih beranjak ke kamar mandi dan tak membalas pesan dari Dian. dan hanya membacanya.
Wajar jika Syauqi jadi bete karena Salma yang tak membalas pesannya. Karena Salma yang sedang duduk di tepi tempat tidurnya pun sedang berpikir, bagaimana cara ia menolak ajakan Syauqi.
Tok Tok!
Salma langsung menoleh ke pintu, begitu mendengar suara ketukan di pintunya. "Iya sebentar," ucap Salma dengan melangkah segera menuju pintu, dan membukanya.
"Hai!" Pria dengan tinggi 180 cm itu berdiri di depan kamar Salma dengan tersenyum manis. Terlihat dari tubuhnya yang masih terbalut dengan kemeja berwarna biru muda dengan tangan yang menenteng tas dan juga jas hitamnya.
"Kak Ali!" pekik Salma girang. Salma langsung berhambur ke pelukan kakaknya, yang juga dibalas pelukan oleh sebelah tangan Ali yang kosong. "Ya Allah Salma kangen banget sama Kakak," kata Salma masih memeluk tubuh kakaknya. Menghirup aroma parfum sang kakak yang begitu maskulin.
"Kakak juga kangen banget sama kamu," balas Ali. "Kamu dan Farhan apa kabar?" tanya Ali dengan masih tersenyum di sela pelukannya dengan Salma.
Salma melepas pelukannya dengan Ali. "Baik, Farhan juga. Kakak weekend di sini kan?" tanya Salma balik dengan mata berbinar. Berharap kakaknya itu akan menghabiskan waktu weekend bersama di rumah. bertanya dengan wajah ceria dan semangat.
"Maunya?"
"Di sini lah Kak. Ajak Salma jalan-jalan, sebelum Salma UAS."
Ali mengacak rambut Salma gemas. "Iya, Kakak di sini sampai hari minggu. Ya udah ya, Kakak mau ke kamar Farhan dulu ya, dia pasti seneng kalau tahu Kakak ke sini."
"Eh jangan!" Salma langsung menahan tangan Ali sebelum kakaknya itu sempat berjalan. "Kita kasih kejutan aja untuk Farhan. Sekarang, Kakak balik ke kamar kakak aja dulu. Mandi, ganti baju, terus kita makan malam bareng Farhan dan juga Abi di bawah."
Ali terkekeh, "Oke, kakak mandi dulu ya," ucap Ali dengan mengacak rambut Salma, yang membuat Salma mendengus sebal karena rambutnya jadi berantakan. Tapi detik berikutnya ia tersenyum kembali. Karena bagaimana pun kakaknya ada di dekatnya saat ini.
Syauqi berjalan gontai dari ruang TV ke kamarnya yang ada di atas. Ia harus bersiap untuk menjemput Dian di rumahnya. Selesai mandi, Syauqi mengenakan kaos lengan panjang berwarna hitam, dengan jam tangan yang juga berwarna hitam melingkar di pergelangan tangannya. Serta tak lupa celana jeans hitam, serta sneaker berwarna putih yang melindungi kakinya hari ini. Ia memilih berpakaian sangat-simple hari ini. Toh, hanya pergi dengan Dian. Pikirnya. Tapi dengan pakaian yang simple seperti itulah, yang menambah tingkat kegantengan Syauqi Arjune Favian. Kulitnya yang putih seakan kontras dengan warna pakaian yang ia pilih hari ini.
Tanggal merah di hari jumat, hari yang awalnya diniatkan Syauqi untuk mengajak Salma pergi jalan, malah harus ia habiskan dengan Dian. Syauqi jadi sedikit menyesal karena pernah mengiyakan ajakan Dian yang pernah mengajaknya ke toko buku. Karena nyatanya, kini, gadis itu malah semakin gencar mendekati Syauqi.
Syauqi menatap wajahnya di depan cermin dengan lesu. Ia melirik jam tangannya, dan melangkah keluar kamarnya.
Aziz menoleh ke belakang, dan melihat Syauqi sedang melangkah turun. "Abang mau kemana? Aziz mau ikut dong, bosen di rumah."
Syauqi menatap adiknya saat sudah sampai di ruang tv, "Nanti malem aja ya, kita beli martabak. Gimana?" tawar Syauqi.
Aziz kembali berbalik, menatap layar tvnya dengan bibir mengerucut ke depan. Syauqi menghela napasnya, berpikir cara apa yang kira-kira dapat digunakan untuk membujuk adiknya itu. "Hari minggu kita jalan-jalan deh, gimana?"
"Ke rumah Farhan, maunya."
"Deal." Syauqi langsung menyetujuinya tanpa berpikir lama lagi. Biarkan adiknya bermain dengan Farhan sepenuhnya, maka Syauqi juga bisa bertemu dengan Salma.
Ali melangkah masuk tempat bioskop dengan tangan merangkul bahu Salma. Di hari libur ini, Ali memang sengaja mengajak Salma untuk pergi ke mall. Selain untuk menghilangkan penatnya dari pekerjaan, ia juga ingin mengajak Salma untuk membantunya memilih kado untuk Farhan yang minggu depan akan ulang tahun yang ketujuh.
Tanpa mereka sadari, interaksi antara Ali dan Salma ternyata membuat orang di sekeliling mereka yang juga berada di bioskop saling bergunjing.
"Ganteng dan cantik ih."
"Iri banget gue."
"Cocok banget mereka, sumpah deh."
"Huaaa suami able banget!"
Bagaimana tidak, Ali dengan perawakannya yang tinggi, putih, dan tampan itu merangkul pundak Salma yang juga tampak cantik dan mungil di sampingnya. Mereka tampak seperti sepasang kekasih yang menikah muda. Namun, karena Ali dan Salma hanya fokus menatap pilihan judul film yang tersedia, sehingga mereka tak menyadari orang sekitar yang membicarakan mereka berdua. Ali dan Salma saat ini sudah masuk ke dalam antrian untuk membeli tiket bioskop.
"Mau nonton film yang mana, Kak?" tanya Salma dengan sedikit mendongak untuk melihat wajah Ali yang berdiri di sampingnya.
"Apa ya? terserah kamu aja deh." ucap Ali dengan tersenyum pada Salma, membuat para wanita yang berada di sekeliling mereka mendadak berteriak histeris di dalam hati. Terdengar lebay? Mungkin, tapi memang kenyataannya seperti itu. Kalian pasti pernah kan liat cowok ganteng yang kalau senyum itu bikin kita histeris dalam hati? Nah, untuk Ali juga begitu.
"Kalau gitu horror aja ya, Kak. Katanya sih, film itu masuk daftar rekomendasi film yang harus ditonton bulan ini."
"Aduh, jangan horror deh. Males banget, action aja." Ali memang paling anti nonton film horror yang berwajah seram dan mengagetkan itu. Ia lebih suka dengan film yang bergenre action. Lain hal dengan Salma yang cenderung suka film horror yang menyeramkan, bahkan terkadang ia suka film yang dengan genre psychopath. Bagi Salma, film seperti itu seperti tantangan untuk dirinya.
"Tadi katanya Salma yang bebas milih, sekarang Kakak malah komplain." Sebal Salma dengan melepas rangkulan Ali di pundaknya.
Ali tertawa dan mencubit gemas pipi Salma, "Iya deh iya, kakak setuju." ujar Ali.
"Nah, gitu dong Kak." Seru Salma dengan tersenyum senang.
"2 tiket untuk film Conjuring. Di kursi barisan B, jangan pojok ya." Pesan Ali saat sudah sampai pada giliran mereka memesan tiket. Ali tahu jika kursi pojok pasti akan orang-orang ysng pacaran. Maka itu, Ali lebih memilih kursi yang berada di paling pinggir dekat tangga.
"Makasih ya Mbak," ucap Ali dengan mengambil uang kembalian sambil tersenyum tipis.
Salma dan Ali duduk di bangku tunggu, jam tayang film yang mereka pesan adalah jam 13.00. , artinya masih ada waktu setengah jam lagi sebelum film dimulai. Ali melirik jam tangannya, "Udah mau waktu solat jumatan nih. Kakak tinggal solat dulu ya, kamu solat nggak?" tanya Ali.
"Lagi nggak, Kak."
"Ya udah, kalau gitu kamu tunggu sini ya." Ali berdiri dan menepuk puncak kepala Salma sekali, dengan tersenyum manis.
Salma menatap ke sekitarnya, saat Ali sudah meninggalkannya untuk solat jumat. Kebanyakan yang Salma lihat adalah sepasang kekasih. Dalam hati ia mengucap syukur. Setidaknya ia datang ke bioskop bersama kakak laki-lakinya. Lebih bagus kalau orang mengira ia dan kakaknya adalah sepasang kekasih. Salma terkikik geli sendiri dalam hati.
Di lain sisi Syauqi dan Dian juga sudah tiba di tempat sesuai kesepakatan mereka. Syauqi menjemput Dian di rumahnya dari jam 11 siang, sehingga mereka berdua saat ini sudah tiba di mall jam 12.40. Dian menggunakan kemeja motif bunga lily yang ia masukkan ke dalam rok di atas lutut berwarna dusty ungu. Dian tampak cantik dan anggun dengan rambutnya yang bergelombang hingga d**a.
"Qi, kita nonton aja yuk!" ajak Dian bersemangat, saat tak sadar mereka sudah berada di lantai 4 tempat bioskop XXI berada.
Syauqi menghela panjang napasnya, ia sungguh tak bersemangat hari ini. Ingin rasanya ia meninggalkan Dian sendiri di mall, tapi yang ada malah ia yang tak tega. Syauqi langsung berjalan lebih dulu, membuat Dian menarik tangan Syauqi dengan cepat, "Tungguin gue. "
Syauqi menoleh ke samping dan melihat Dian yang terlihat tersenyum manis dengan tangan merangkul lengan Syauqi. Syauqi balas tersenyum, tapi detik berikutnya ia melepas tangan Dian yang memegang lengannya dengan pelan. Syauqi kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan Dian yang tanpa Syauqi sadari mengikutinya berjalan dengan wajah cemberut dan kesal.
"Kita nonton apa ya?" tanya Dian saat mereka sudah mengantri bersama untuk membeli tiket.
"Terserah lo aja," ucap Syauqi dengan membuang muka, mengedar ke seluruh penjuru bioskop. Syauqi benar-benar ingin pulang. Padahal belum ada setengah jam mereka berdua ada di sana.
Syauqi menyipitkan matanya, saat melihat perempuan yang tampak tak asing bagi Syauqi. Syauqi mengamati lekat-lekat perempuan yang sedang duduk sendirian dengan memainkan sebuah handphone.
"Conjuring aja kali ya, Qi?"
"Terserah lo aja."
Tak sadar Syauqi pergi, Dian langsung memesan 2 tiket untuk dirinya dan Syauqi. Sementara Syauqi, ia terus mendekati seorang perempuan yang sedang menundukkan kepala memainkan handphone.
"Salma?" Salma langsung mendongak begitu melihat Syauqi berdiri tepat di hadapannya. Salma langsung berdiri dari duduknya. Terkejut dengan kehadiran Syauqi. "Ternyata bener kamu. Kirain siapa," ucap Syauqi. Matanya tampak berbinar melihat Salma ada di hadapannya. Seketika ia lupa, bahwa ia ke bioskop bersama dengan Dian.
Syauqi bisa melihat Salma yang tampak cantik walaupun dengan baju berwarna gelap dan tampak sederhana. Justru karena kesederhanaan Salma lah, Syauqi jadi menyukainya. Ah, ralat. Karena kesederhanaan Salma lah, Syauqi jadi senang berteman dengan Salma.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Salma, yang tiba-tiba merasa pertanyaan yang ia lontarkan barusan tampak bodoh. Sudah jelas, bahwa orang ke bioskop ya untuk nonton, masa memancing.
"Syauqi!"
Syauqi dan Salma langsung menoleh pada Dian yang sudah berdiri di samping mereka berdua, dengan memegang 2 tiket. Dian tampak terkejut karena melihat Syauqi sedang bersama dengan seorang perempuan yang tak ia kenal. Sedangkan Salma, ini juga pertama kalinya melihat Dian.
"Aku duluan," ucap Salma hendak melangkah ingin keluar dari bioskop, menyusul kakaknya. Dari pada ia harus di sana, dan menghadapi suasana canggung antara Syauqi dan Dian, lebih baik ia melihat tatapan teduh mata kakaknya, Ali. Lagipula, film sudah akan diputar sebentar lagi, ia harus cepat menyusul Ali.
"Mau kemana?" Syauqi menahan pergelangan tangan Salma yang ingin melangkah pergi. Dian melirik Syauqi, Salma, dan tangan yang saling terkait itu.
Dengan cepat Salma menoleh dan langsung melepas genggaman Syauqi. "Astaghfirullah, jangan menyentuh yang bukan mahram kamu Syauqi." Salma mengucap istighfar kembali dalam hati. Saat ia hendak melanjutkan langkahnya ke depan, Salma malah bergeming di tempatnya.
"Kenapa?" Ali sudah hadir tepat di hadapan Salma.
Syauqi langsung menautkan alisnya melihat Salma tampak akrab dengan seorang lelaki. Matanya seakan terasa panas. Mungkin, hatinya saat ini juga merasakan hal yang sama seperti matanya.
Tanpa sadar, Syauqi memindai tubuh Ali dari atas hingga bawah. Sempurna, nyaris tanpa cela. Laki-laki yang menggunakan kemeja berwarna abu-abu dengan rambut yang tertata rapi dan terlihat dewasa. Syauqi merasa pernah mengenal laki-laki yang bersama Salma itu, seperti tak asing baginya.
Ali yang merasa sedang diperhatikan langsung menggeser tatapan matanya ke arah Syauqi. Merasa risih karena ia melihat tatapan tak suka dari sorot mata Syauqi untuknya. Enggan menanggapi, Ali merangkul pundak Salma dengan lembut ke samping tubuhnya. "Temen kamu?" tanya Ali. Ali memang belum pernah berkenalan dengan Syauqi. Dan pasal Syauqi mengingat samar wajah Ali, itu karena saat di pengajian rumah Salma ia melihat figura foto lengkap keluarga Salma, termasuk yang ada Ali di dalamnya.
"Temen kelas," jawab Salma yang dibalas anggukan kecil oleh Ali, tanda mengerti.
"Halo, salam kenal," sapa Ali dengan mencoba bersikap ramah.
"Salam kenal, Kak." Balas Dian yang mulai ikut terhanyut dalam pesona Ali. Sementara Syauqi tak menyapa balik Ali. Ia hanya sibuk melayangkan tatapan tak sukanya pada Ali. Tapi Ali yang tak mengerti apa pun, tak mau terlalu ambil pusing akan sikap Syauqi.
Ali melirik jam tangannya, "Sudah dibuka nih ruang teaternya. Ayo," ajak Ali dengan menekan pelan rangkulan tangannya di bahu Salma.
"Kita duluan ya," pamit Ali singkat.
Baru Salma melewati tubuhnya, Syauqi kembali menahan tangan Salma, membuat Salma dan Ali kompak berhenti karena Syauqi. "Dia, siapa?" tanya Syauqi dengan menunjuk ke arah Ali menggunakan dagunya.
"Astaghfirullah Qi. Udah kubil—" kalimat Salma langsung berhenti begitu dengan cepat Ali menarik tangan Salma yang di pegang oleh Syauqi, lalu melepasnya.
"Pacar," jawab Ali pura-pura, yang membuat Salma langsung melotot kaget karena penyataan kakaknya itu. Ali kemudian melirik Dian yang berdiri di belakang Syauqi. "Pacarnya kasian tuh, nungguin." Ucap Ali sambil tersenyum tipis pada Dian.
"Yuk," Ali kembali menatap Syauqi sambil mengeratkan rangkulannya dan mengajak Salma berlalu. Meninggalkan Syauqi dan Dian yang masih berdiri di posisinya masing-masing.
"Kakak, apa-apaan sih?" tanya Salma gemas saat mereka sudah tiba di ruang teater bioskop. Mereka menaiki tangga untuk mencapai kursi barisan B di atas. Ruang teater juga masih terang benderang, karena film memang belum di mulai.
Ali tertawa pelan, "Lagian temen kamu tuh pake pegang-pegang tangan kamu segala. Emangnya sabun colek," cetus Ali tak suka jika ada sembarang orang yang menyentuh adik cantiknya.
Ali dan Salma sudah duduk manis sesuai nomor kursi yang tertera di tiket. Ali duduk paling pinggir dekat jalan, sedangkan Salma di sampingnya.
Lampu bioskop akhirnya padam, pertanda film akan segera di mulai. Namun 2 kursi di samping Salma masih kosong. Dan benar saja, tak lama 2 orang yang dimaksud Salma tiba untuk duduk dengan tubuh menunduk agar tak menghalangi pandangan orang yang sedang menonton.
Salma menoleh ke samping, saat orang yang ada di sampingnya menarik lengan bajunya. Bola mata Salma hampir melompat jatuh dari tempatnya ketika ia tahu siapa sosok yang baru saja menarik lengan bajunya. "Kamu!"