Sementara itu, di tengah keheningan malam Lukman terus menumbhkan sajak-sajak dan kata kata di dalam jiwa dan hatinya yang di rasakan saat itu. Dengan di temani hangatnya kopi hitam yang kental dan gorengan yang masih hangat buatan bu Halimah, ibunda tercintanya.
Lukman menatap langit sembari berfikir dengan sajak-sajaknya merasa sudah hidup sempurna dengan segala pemberian Tuhan Yang Maha Esa.
“kenapa Tuhan? manusia selalu menganggap tidak adil terhadapmu,
Mereka memandangku sebelah mata,
Bagaimana mereka bisa tidak melihat ciptaanMu begitu sempurna,
Mereka hanya di butakan oleh kesempurnaan dunia fana,
Bulan yang terlihat indah yang di temani bintang-bintang di sekelilingnya,
Malam yang cerah dengan segala keindahan yang engkau berikan,
Tanda sebagai nikmat terindah,
Dan harus terwujud dalam qalbu dengan penuh kebahagian dan penuh rasa kesyukuran”.
Dengan menyeruput kopi yang sudah hangat-hangat kuku, dan gorengan tempe mendoan sebagai teman camilan yang membukakakn cakrawala pemikiran Lukman, Lukman melanjutkan sajaknya dalam curahan hati yang terdalam itu.
“Fisik boleh tidak sempurna,
Tetapi pemikiran harus dewasa,
Ketulusan terkadang di balas oleh sakit yang begitu dalam,
Tetapi menjadi lebih baik dari hari kemarin itu sesuatu kewajiban yang harus dilaksanakan”.
Sajak itu di tuliskan Lukman menjadi sajak penyemangat dalam hati kecil Lukman, karena sering juga Lukman di perlakukan dengan tidak baik, dan di pandang sebelah mata di keluarga, teman-teman, bahkan lebih parahnya di kampus tempatnya menimba ilmu sering di pandang sebelah mata dan di anggap sesuatu yang urang berguna, karena kecaacatan bawaan lahir yang dia miliki.
Lukman menambahkan sajak bait yang terahir kalinya sebelum melaksanakan istirahatnya.
“manusia mampu mengalami kesusahan dengan penuh kesabaran,
Tetapi setelah kekayaan itu benar-benar di berikan justru lupa akan kesusahannya,
Dan sakit hati atas penghinaan, cacian, dan di remehkan,
Mereka justru membalasnya dengan lebih jahat tanpa belas kasihan”.
Kemudian tepat jam menunjukan “00:00” tengahmalam, Lukman merasa kantuk dan melaksanakan istirahatnya dengan selesainya sajak itu.
Dengan kokokan Ayam di jam “04:00” menandakan sudah menunjukan pagi hari, Lukman melaksanakan rutinitas di pagi hari, seperti biasanya melaksanakan sholat subuh dan tak lupa membaca kalam Allah, yang menjadi pedoman dalam hidupnya, menjalani dengan penuh semangat ia bergegas mempersiapkan dirinya untuk Kembali ke Kampus, dan melaksanakan kegiatan semester ke enamnya.
Di meja makan Bu Halimah berpesan kepada Lukman yang sering murung di malam hari, “jangan larut malam dirimu melakukan tidur malam na!”.
Lukma menimpalinya dengan penuh kelembutan terhadap ibunya,”Tidak Bu, Lukman hanya meneruskan hoby Lukman dalam membuat sajak dan kata-kata yang ada di fikiran Lukman saja bu, sering lupa kalua tidak tertuliskan”.
Baiklah, nak dirimu seprtinya mewarisi hoby Almarhum Ayahmu dahulu, yang senang membuat sajak-sajak dan di cetak menjadi buku yang menjadi inspirasi banyak orang nak.
Sembari menghabskan makanan yang di buat ibunya, Kakak Lukman yang melihat pujian Ibu terhadap Lukman yang di anggap remeh mengutarakan dengan nada ketusnya,”Dia tidak akan sanggup juga membuat dirinya Bahagia atas kata-katanya itu”, sambal memakan makanan yang di buat ibu,
Karena kakak Lukman memang tidak menyukai Ketika melihat Lukman berprestasi, Bahagia bahkan di sukai banyak orang, tetapi Lukman membalasnya dengan senyuman dan tidak mengatakan apa-apa sembari menghabiskan makanan ibu kemudian Lukman langsung bergegas menyiapkan diri lalu pergi ke Kampus dengan keadaan Bahagia tanpa memperdulikan ucapan sang kakak dengan nada ketusnya.
Dengan memesan grab, Lukman di mobil membuat sajak dan kata-kata pebuh harunya,
“manusia boleh menghinamu,
Tetapi ingat Ketika dirimu tidak membalasnya,
Tuhan yang akan membalas dan menghukumnya,
Sampai dia sadar terhadap kesalahannya,
Aku boleh kehilangan mereka,
Tidak mengapa aku di pandang hina,
Asalkan bumi yang ku pijak tidak murka,
Dan tuhan tudak meninggalkan diriku sendirian”.
Selesai Lukman menyelesaikan atas buatan kata-kata yang di buatnya, Lukman sampai ke Kampusnya dan Lukman melaksanakan ujian Semester yang di ampunya di semester enam ini, dengan penuh rasa semangat, Lukman melaksanakan ujian hari demi hari harinya, tak terasa sudah menjadi hari terakhir dan di hari terakhir, dan di laksanakan langsung pegumuman nilai kelulusannya.
Dengan menyambut hari kebahagiaannya, ternyata berita pengumuman nilai yang terbaik kedua adalah Lukman,sedangkan rahma si gadis cantik dan idaman kampus di semester dua ini menempati peringkat terbaik di dalam pengumumannya.
Lukman menemui Rahma kekasihnya itu di tempat biasanya, kantin kampus yang menjadi tempat dimana mereka biasa bertemu dan berbincang-bincang seperti hari-hari biasanya dengan penuh kebahagian Bersama Rahma.
Lukman menunjukan sajak yang di buatnya tadi malam, Rahma yang membaca dengan pennuh hikmat dan penghayayatan itu, muka merahnya dan tak terasa membaca tulisan Lukman yang begitu indah itu, tak terasa airmata membasahi pipi putih meronanya itu.
Lukman yang melihat hal itu langsung bertanya dengan lembut,”kenapa dirimu menitihkan air mata?, salah ya di tulisan yang aku ungkapkan?”.
Sontak Rahma menghapus air matanya itu, kemudian dengan penuh senyuman, sambal tersimpuh malu dengan meronanya merahnya itu Rahma berkata Lembut terhadap Lukman.
“tidak kak, tulisanmu ini menggugah hatiku ini, kenapa kakak bisa mengungkapkannya sejauh mata memandang lautan yang tidak bertepian, dan sedalamsamudra yang gelap gulita”.
Rahma yang menyukai sajak dan kata-kata membaca bacaan Lukman sangat kagum, kenapahamba Allah yang penuh kekurangan itu bisa menciptakan sajak dan kata-katanya sedlam ini?”.
Lukman hanya tersenyum dengan tipis, dan menjawabnya dengan penuh haru,” sesuatu yang di ungkapkan dengan hati dia akan sampai ke hati yang membacanya?.
Rahma menganggukan kepala sambal bergumam dengan salutnya memandang Lukman, “subhanallah sungguh Allah telah menciptakan dengan penuh keindahan”.
Setelah selesai mereka makan siang dan minum dengan segelas es tehmya, mereka Kembali melanjutkan aktifitasnya lalu mereka pulang ke rumahnya masing-masing.
Sementara menuju kepulangannya itu, sambal menunggu grab yang dia pesan tulisan dan goresan pen aitu menumbuhkan jiwa Lukman untuk menulisnya Kembali,
“seseorang yang mencintai dengan ketulusan tidak akan pernah rugi dia pernah mencintai dan menyayangi, tetapi seseorang yang berusaha menghianatinya seseungguhnya dia menghapiri seseorang yang benar-benar akan menyiksa dan menyakitinya”.
Lukma yang mendapat julukan sang pemuda raja kata-kata, setiap mendapatkan inspirasina Dia selalu menuangkan dalam tablet kesayangannya itu yang menumbuhkan jiwa-jiwa yang sama denga apa yang Dia rasakan saat itu juga, kemudian setiap kata-katanya itu tumbuh hikmah dan menggugah terhadap sang pembaca agar menumbuhkan perasaan yang sama.