Shawn yang malang

1736 Kata
Dengan cepat Lucas meraih tangan Rachel kembali, dan membalik tangan itu. Lucas memperhatikan telapak tangan Rachel lamat lamat seolah tak percaya.              “Shawn ---“ teriakan  panggilan itu di bungkam oleh Rachel. Lucas memelototkan matanya tanda tak terima.              “Kenapa kamu selalu memarahi Shawn?” tanya Rachel, begitu selesai ia segera menarik tanganya.              “Karena dia sudah berani beraninya membiarkan kamu mencuci baju....” Lucas menjawab dengan nada kesal.              “Shawn!!! Shaw—“                 Teriakan Lucas di bungkam lagi oleh rahcel,”Tolong, jangan buat anak kita ketakutan mendengar teriakan kamu sayang...”                 Anak bayi di dalm perut? Bisa terkejut?  Batin Lucas, ia masih tak mengerti tentang perkembangan bayi. Rachel sering sekali membaca buku tentang parenting dan sebagainya. Jujur, Lucas kadang membaca buku buku seperti itu, secara sembunyi sembunyi. Lucas ingin terlihat sebagai ayah yang sempurna nantinya.                 “Apa anak kita benar benar terkejut tadi?”                 “Aku tidak yakin..” jawab Rachel, dengan nada ragu tentunya.                 “Maaf...”                 “Tapi kamu memang seperti Tom.”                 Topik itu kembali mengusik Lucas,”Oke. Aku Tom.” Akhirnya Lucas mengakui julukan itu agar tidak memperpanjang perdebatan.                 Rachel meraih kemenangan tanpa harus bersusah payah, mereka terus berdebat kecil sampai melupakan banyak sekali topik penting.                 “Kita sedang membicarakan apa tadi?” Rachel mencoba mengingat topik pembicaraan mereka yang terpotong sebelumnya, “Ah iya, aku tidak terlalu suka pergaulan kelas atas. Kamu tau? Menemui istri istri kolega kamu, itu melelahkan. Kadang aku harus berpikir lama untuk memahami apa yang sedang mereka bicarakan. Dan topik mereka tidak jauh jauh dari barang barang mahal. Seputar sepatu, berapa banyak aku ke salon, berapa banyak uang bulananku. Jujur, itu tidak menyenangkan....”                 Lucas mendengarkan celotehan panjang Rachel tanpa bosan. Kadang Rachel meninggikan suaranya ketika membicarakan orang yang menurutnya menyebalkan. Atau saat Rachel menceritakan tentang seseorang yang pernah menjelek jelekannya, namun berbicara manis tentangnya.                 Saat bercerita, mata Rachel akan membulat. Rachel juga jadi gemas sendiri dan menggenggam buku buku jarinya.                 “Kamu tau sayang? Aku pernah mengundang mereka saat kamu menyuruhku untuk makan siang bersama....” celetuk Rachel, ia kehausan karena bercerita dan menarik cangkir teh miliknya.                 Meletakan kembali cangkir teh ke meja, Rachel kemudian melanjutkan ceritanya, “Mereka sangat pemilih. Mereka tidak memakan makananku. Aku jadi pusing.”                 “Padahal makanan kamu sangat enak.”                 Lucas selalu suka makanan rumahan, terlebih dendeng.                 “Mereka juga bercerita kalau mereka menggunakan tiga sampai empat pengasuh sendirian....” Rachel meninggikan suaranya dengan nada histeris. “Padahal mereka punya banyak waktu untuk pergi ke salon ....”                 Lucas tertawa kecil, Rachel di pandanganya sekarang ini seperti seorang yang sedang menegakan keadilan.                 “Aku tidak tau menggukan pengasuh itu baik atau tidak, tapi rasanya, kalau aku sampai tidak punya waktu. Bahkan untuk menyuapi anakku nanti, aku seperti Ibu yang buruk....”                 Lucas mengangguk menyetujui, mendengar pengakuan Rachel yang secara tidak langsung ingin sekali merawat anak mereka langsung, membuat hati Lucas menghangat. Ia semakin jatuh cinta pada wanita di hadapannya ini.                  “Aku ingin menggendong anak kita, membawa jalan jalan, menjaga langkahnya saat dia sedang belajar berjalan...” mata Rachel berbinar, ia mulai mengusap perutnya.                 “Maka dari itu, aku juga mencuci pakaianku sendiri.”                 Raut wajah Lucas mengeras,”Tapi kita punya pembantu....” sela Lucas, ia masih tidak menyukai ide Rachel itu. Bagi Lucas, mencuci pakaian itu termasuk pekerjaan berat yang tidak boleh di lakukan oleh Ibu hamil.                 “Mereka sudah kelelahan membersihkan rumah....”                 “Tapi mereka tidak melakukan apapun.”                 “Hei...” Rachel menyela, bahkan ketika Lucas mengatakan ‘mereka tidak melakukan apapun’ di pandangan Rachel, para pembantu di rumah yang bahkan masih cukup besar untuknya ini. Para pembantu di rumah ini sudah melakukan banyak hal.                 “Kamu mencuci pakaian, kamu juga masak untuk kita ...”  Lucas mencoba mengingat banyak hal yang Rachel lakukan langsung tanpa bantuan orang lain.                 “Kenapa aku rasa, kamu jauh lebih banyak bekerja?” Lucas bertanya dengan heran.                 “Anak kita bahkan bisa ketakutan kalau mendengar ayahnya berteriak, apa dia tidak kelelahan? Kalau kamu bekerja terlalu banyak?”                 Keduanya tertawa lebar, sangat menyenangkan berbicara seperti ini sekarang. Membicarakan segala kekesalan, membicarakan segala masalah yang sedang di hadapi dengan mengobrol santai meskipun kadang salah satu, atau bahkan keduanya saling menarik otot wajah karena ingin menang sendiri. Toh, pada akhrinya, baik Rachel ataupun Lucas akan mengalah nantinya. *** *** ***                 Setelah banyak mengobrol di ruangan Lucas, Rachel keluar. Tapi tidak dengan Lucas dia masih memiliki banyak pekerjaan.                 Rachel sendiri langsung beranjak ke dapur, setelah selesai memasak untuk Lucas ia sudah punya rencana untuk bertemu Nadin.                 Dapur di rumah yang baru tidak terlalu luas, tapi lengkap dengan kitchen set berwarna hitam. Peralatan masaknya juga sama lengkapnya, seperti yang di apartemen dan juga rumah Lucas yang di pinggiran kota.                 Setelah insiden dengan Rhamses, apartemen Lucas di kosongkan. Lucas sudah tidak ingin lagi menginjakan kaki ke apartemen itu.                 Mengingat kejadian hari itu, benar benar menakutkan.                 Rachel menggelengkan kepalanya menghilangkan perasaan ngeri yang menggerayanginya.                 Ia mencoba fokus untuk memasak sarapan pagi ini. Tangan kanan Rachel meraih salah satu pan. Dan menyalakan kompor. Semua bahan bahan yang di perlukan sudah Rachel cuci bersih dan ia potong. Tertata rapi di dalam kulkas. Lucas pasti heran sekaligus terkejut kalau mengetahui isi kulkas juga Rachel yang melakukannya. Karena Lucas pernah memuji pembantu yang mengatur isi kulkas. Bahkan isi kulkas selalu penuh dengan makanan kesukaan Rachel. Mengingat itu, Rachel jadi tersenyum kecil. Tanganya meraih buah buahan, ia mengambil pir dan juga apel. Untuk di jadikan jus.                 Rachel mengambil sayuran dari box transparan. Beberapa buncis dan juga paprika dan ada beberapa kornet.                 Setelah setengah jam berlalu.                 Rachel sudah selesai memasak, sudah tertata rapi. Tapi Lucas belum juga muncul.                 Sebelum memanggil Lucas, Rachel sudah memanggil Shawn terlebih dahulu. Menyuruh Shawn untuk memakan sarapan terlebih dahulu. Rachel sangsi kalau kekesalan Lucas pada Shawn sudah mereda. Jadi Rachel tidak mengajak Shawn untuk sarapan bersama di meja makan, bukan karena tidak mau, tapi takut Lucas tidak berkenan karena dia adalah Tom, dan Shawn adalah Jerry. ^^^                 Rachel membuka pintu besar itu, lumayan berat tapi Rachel membuka sampai gagang pintu menyentuh tembok bagian dalam. Melangkahkan kaki, dan mencari cari sosok tinggi yang sangat familiar. Tapi Rachel tidak berhasil menemukannya.                 “Kemana dia?” gumam Rachel dengan mata yang terus mencari cari. Hingga menelisik ke dalam ruangan yang lain pun Rachel belum bisa menemukan Lucas.                 Rachel berbalik arah,”Apa dia di kamar?”                 Rachel menutup pintu,”Pasti di kamar!” serinya girang. Dengan langkah lebar, dan cepat. Rachel berjalan menuju kamar yang tidak jauh dari ruang kerja Lucas barusan itu.                 Kamar Rachel dan Lucas yang sekarang jauh lebih sederhana. Semua karena Rachel yang mau dan Rachel pula yang mendesainnya. Kalau Rachel tetap membiarkan Lucas yang memilih perabotan, pasti laki laki itu kan melebih lebihkan segalanya. Termasuk dapur, Rachel dan lucs sempat bersitegang karena Lucas ingin memperluas dapur, tapi dengan kekeh Rachel tetap pada pendiriannya.                 “Lucas??” panggil Rachel, ia mencari cari Lucas.                 Ranjang yang sudah rapi, pagi tadi saat Rachel meninggalkan ranjang, ia bahkan belum sempat merapikan selimutnya. Tapi sekarang sudah rapi dan bersih.                 Rachel melirik ke arah lemari dan setengah terbuka.                 Dan saat melihat ke lantai, Rachel mendapati kalau piyama yang Lucas kenakan semalam sudah teronggok di sana. Seperti di lepas dan di lemparkan begitu saja.                 Rachel mendengus kecil dan kemudian berjongkok untuk memungut pakaian Lucas itu.                 Samar samar dari arah kamar mandi, terdengar gemericik air dari shower.                 “Dia sedang mandi rupanya....”                 Berjalan ke arah pojok kamar, ada keranjang pakaian di sana yang sengaja di taruh dekat  pintu kamar mandi. Pintu kamar mandi yang terbuat dari kaca buram.                 “Sayang?”                 Panggilan Lucas dari dalam,”Apa kamu di sana?” tanya Lucas dengan setengah berteriak karena percikan air tidak membantu sama sekali.                 “Iya, kenapa?”                 “Aku butuh handuk, aku lupa membawanya....”                 “Ck.” Rachel berdecak kesil. Pantas saja lemari setengah terbuka. Bahkan Lucas belum mengambil handuk kecil. Pasti dia terlalu sibuk memikirkan banyak hal.                 Menikah dengan Lucas, membuat Rachel mengetahui laki laki itu lebih jauh lagi. Kalau tidak ada bathrobe di kamar mandi. Lucas akan sering lupa untuk membawa handuk, seperti sekarang ini.                 Lucas juga sekarang, entah jadi pelupa atau memang dia sebenarnya sedikit pelupa. Sifat pelupa Lucas itu, kadang menyusahkan Rachel.                 Ternyata, di balik sikap dingin dan perfeksionis Lucas, laki laki itu juga punya sisi yang membuat Lucas sama seperti manusia lainnya.                 Rachel mengetuk pintu kamar mandi, dan tidak di tutup. Perlahan Rachel masuk lebih jauh, jalannya sangat pelan karena takut terpeleset lantai yang basah dan licin itu.                 Rachel bisa melihat dari dalam sana. Di sisi kanan Rachel sekarang adalah wastafel dengan dua sikat gigi dan cermin, sedangkan di sisi depannya ada toilet dan juga kamar mandi basah yang di sekat dengan kaca yang sama sama transparan. Dan bayangan Lucas di pagi hari dari balik kaca transparan itu membuat pikiran Rachel mengelana dan tidak bisa di ikat dari kesadarannya.                 “Sayang?” panggil Lucas, melihat Rachel yang berdiri di depan sana dan memegang handuk tanpa berniat masuk membuat Lucas bertanya tanya.                 “Ini, handuknya...”                 “Bawa masuk...”                 “Apa?!” teriak Rachel dengan kelabakan,”Ti—tidak.” Bantah Rachel.                 Ia menatap ke sembarangan arah, mencoba berpikir,”Aku taruh di sini saja handuknya. Sarapannya sudah siap. Kamu harus cepat, hari ini ada banyak pekerjaan. Itu pesan dari Shawn.”                 “Ck, kenapa Shawn tidak kita kirim saja ke Afrika?” Lucas menyuarakan ide jahat itu secara blak balkan. Setelah menikah, pekerjaan bukan lagi hal yang Lucas cintai. Tentu saja Rachel nomor satu, menyusul anak mereka kelak.                 Padahal Rachel hanya beralasan kalau Shawn bilang ada banyak pekerjaan agar ia bisa segera pergi,”Apapun itu, aku tunggu di ruang makan...” Rachel memutar tubuhnya untuk keluar, handuk masih ada di tanganya, hendak ia taruh di tempat bathrobe.                 “Kamu mau kemana?”                 Lucas menengok dari balik pintu secara tiba tiba. Membuat Rachel terkejut karena ia tidak menyadari kedatangan laki laki itu.                 “Keluar ah Lucas!!!                 Lucas tidak memberikan rachek waktu lebih lama untuk menyelesaikan kalimatnya, tangan Lucas sudah bergerak lebih cepat dari pada mulut Rachel. Menarik Rachel masuk ke dalam, dengan keadaan yang tidak menguntungkan. Dengan Rachel yang masih berpakaian lengkap dan Lucas yang tidak di tutupi sehelai benangpun.                 “Temani aku mandi.”                 Rachel menggeleng hendak menolak.                 “Kamu juga belum mandi, jangan beralasan dan jangan coba coba cari topik lain.”                 Lucas terkekeh geli karena sudah memblokir cara untuk Rachel kabur. Dan melihat wajah Rachel yang memerah, bahkan Rachel tidak berani menunduk ke bawah.                 Lucas mendekatkan wajahnya ke telinga Rachel,”Aku Cuma mengajak mandi....” goda Lucas, dan godaan itu semakin membuat merah wajah Rachel.                 ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN