SEMBILAN BELAS

1203 Kata
"Kalo capek gak usah di paksain kenapa sih?" Dito mengomel melihat kakaknya yang bersikeras untuk tetap menghadiri rapat. "Bawel amat sih lu" sahut Maira yang mempersiapkan diri.  "Gausah takut, ponakan lu due datenya masih lama. Tenang!" tambah Maira sambil tetap melanjutkan aktifitasnya. "Gue juga gak bawa berat-berat. Lu udah janji mau jadi paman yang baik kan?" tanya Maira sambil melemparkan senyumn ke adiknya. Dito hanya bisa menghela napas melihat kelakuan kakaknya ini. "Udah yuk!" Maira dengan riang berjalan keluar dari ruang kerjanya. "Dit, beliin gue sushi dong" ujar Maira tanpa melepas tatapnnya dari sebuah iklan di ponselnya. "Orang hamil mana boleh makan yang mentah sih!" ujar Dito kesal. "Ya sushi kan banyak yang mateng jaan sekarang!" sahut Maira tidak mau kala. "Ya mana gue tau lu mau sushi yang mana!" sahut Dito lagi. "Beliin di sushi dong, pliesss" pinta Maira. "Lu emang mau ponakan lu ntar ileran? Gak mau kan? Udah sana beliin" ujar Maira menyuruh Dito untuk segera membeli pesanannya. "Udah sana beliin, tuh restorannya gak jauh dari sini" ujar Maira sambil mengeluarkan dompetnya.  "Kalo bukan karena kamu, Om gak mau nururtin Mama kamu! Bawel bener jadi emak!" omel Dito ke arah perut Maira. Maira pun menunggu Dito yang mengantri membeli pesanannya. Ia duduk manis di sebuah cafe stelah tadi menemani adiknya itu membeli kopi. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling mall.  Jam-jam setelah makan siang seperti ini masih banyak orang-orang yang mengunjungi mall. Maira menikmati sedikit waktu senggangnya sebelum nanti kembali ke kantor untuk kembali bekerja. Matanya menangkap seseorang yang tidak asing di matanya. Makin lama sosok tersebut semakin jelas. Nico dan Hilda. Dua orang tersebut tengah asyik menikmati segelas es krim berdua sambil bercengkrama dengan mesra.  Nico bahkan merangkul dan mengelus lembut rambut Hilda dengan mesra.  Yang istrinya kan gue, kenapa yang di manjain si mak lampir batin Maira kesal. Di saat yang sama, Maira sadar posisinya. Ia bukan siapa-siapa bagi Nico. Ia hanya istri yang tidak di inginkan. Keduanya juga terlihat menenteng beberapa paper bag sebuah merek perlengkapan bayi. Sudah pasti suaminya itu memanjakan wanita kesayangannya. Ia tidak akan lupa untuk memenuhi kebutuhan Hilda. Wajar gak sih gue cemburu?  tanya Maira dalam hatinya.  Melihat Nico dan Hilda yang semakin menjauh, Maira hanya menatap kepergiannya keduanya dengan tatapan kosong. "Nih udah gue beliin" ujar Dito sambil menyerahkan kantong plastik berisi pesanan Maira. Melihat kakaknya yang tidak kunjung bereaksi, Dito mencolek lengan kakaknya. Maira pun masih tidak bereaksi juga.  "Wey!" Dito menyenggol pelan pundak Maira. Baru saat itu Maira kembali ke alam sadarnya. "Ayok balik, nih pesenan lu udah gue beliin" ujar Dito yang bersiap untuk kembali.  Maira menatapan pesanannya sendiri dengan tidak bersemangat.  "Kenapa lagi lu? Ini udah gue beliin sesuai aplikasi ya!" ujar Dito. Maira hanya menggelang dan kemudian berdiri. "Yuk pulang" ujar Maira lesu. "Semoga kalo nanti gue nikah, istri gue gak aneh begini kalo hamil. Amin" ujar Dito pada dirinya sendiri.                                                                                                             **** "Jadi rencananya, kamar sebelah kamar aku mau aku jadiin kamar bayi buat Hilda" ujar Nico hati-hati pada Sutedja. Ucapan tersebut sukses membuat Nitya dan Sutedja terkejut. "Dariapda buat Hilda mendingan itu buat anak kamu sama Maira" ujar Nitya. "Kamu udah belanja macem-macem buat Hilda, itu Maira kamu belanjain juga gak?" tanya Nitya lagi sambil melirik sinis ke arah Hilda yang duudk di sebelah Nico. "Dia belanjanya online" jawab Nico asal. "Gak bisa" ujar Sutedja dingin. "Kok gak bisa Pa?" tanya Nico menuntut. "Ini rumah Papa, suka-suka Papa dong mau kasih ijin atau gak" sahut Sutedja luwes. "Mama juga gak setuju, gak ada ceritanya ya Nico kamu minta itu jadi kamar bayi buat anak orang yang gak jelas bapaknya siapa" timpal Nitya. "Tante bisa gak gausah ngomong gak jelas bapaknya siapa? Aku sakit hati Tante" ujar Hilda merasa terpojokkan. "Ya emang jelaskan? Sekarang saya tanya, kamu emang tau anak itu bapaknya siapa? Gak kan? Udah melalang buana kemana itu bapaknya" ujar Nitya kesal.  "Sampe Papa tau kamu siapin kamar itu untuk perempuan gila ini, Papa coret kamu dari keluarga ini" ujar Sutedja tegas dan meninggalkan ruang keluarga. Nitya pun mengikuti suaminya itu.  "Jadi si baby gak ada kamar nih?" tanya Hilda dengan nada sedih. "Gak apa-apa kan kalo sekamar sama kamu aja? Kamu nanti boleh dekor apapun kalo mau bikin baby's corner kok" ujar Nico menghibur Hilda yang sedih dengan keputusan Sutedja. "Wahh! Beneran?" tanya Hilda senang. "Mau banget! Apalagi kita juga udah tau kan jkalo anak ini cewek!" ujar Hilda sumringah. "Yaudah beosk kau coba kontak orang dekor deh!" ujar Hilda senang. Maira sedang sibuk menerka barang-barang yang akan ia beli saat Nico masuk ke kamar.  "Nico, kamar sebelah itu ada yang pake gak?" tanya Maira lembut pada suaminya. "Kamar sebelah? Gak ada" jawba Nico jujur. Tadinya ia inging membohongi Maira, namun daripada ia harus menerima omelan dari kedua orang tuanya lebih baik ia menjawab dengan jujur. "Kalo di jadiin kamar bayi boleh gak?" tanya Maira pelan-pelan.  "Tanya Papa sana, orang yang punya rumah Papa" sahut Nico sewot dan langsung masuk ke kamar mandi sambil membanting pintu. Maira terlonjak kaget saat mendengar pintu yang terbanting itu. "Sabar-sabar ya nak sama Papa" Maira hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil mengelus perutnya itu.  Bayangan kemesraan Hilda dan Nico tadi siang di mall membuat Maira jadi sedih sendiri.  Sekeras apapun Maira mencoba, hati Nico tetap untuk Hilda.  Hatinya, perhatiannya, waktunya, senyumnya, semuanya hanya untuk Hilda seorang.  Padahal Hilda sudah memanfaatkan Nico melampaui batas. Membuat Nico harus bertanggung jawab untuk anak  yang jelas-jelas hasil hubungannya dengan orang lain. Suara berisik terdengar dari kamar Hilda. Maira yang bisanya bisa menikmati alunan musik jazz intrumental harus terusik karena Hilda yang tidak ada habisnya berbicara. "Saya maunya di sebelah sini nanti ad ababy crib warnanya pink! Terus jangan lupa di sini pasangan lampu jadi kalo mau ganti popok malem-malem cukup nyalain yang ini aja" ujar Hilda. "Buat lemarinya nanti di sini, saya udah pesen lemarinya tuh tinggal di tata aja" lanjut Hilda lagi.  Maira yang mengintip dari luar kamar Hilda itu merasa kasihan terhadap beberapa orang pekerja yang akna merombak kamar Hilda, karena wanita itu tidak ada habisnya mengoceh dan memerintah layaknya seorang bos. Namun Maira justru teringat akan rencanya untuk mulai mempersiapkan kamar bayi. Ia pun segera beralih ke kamar kosong yang berada di antara kamarnya dan kamar Arya, adik iparnya. Sebuah kamar kosong yang tidak terpakai itu jarang sekali tersentuh.  Hanya sesekali pembantu rumah tangga membersihkannya.  Maira membuka kamar tersebut dan melihat-lihat isi kamar. Hanya ada tempt tidur dan meja kerja kecil di sudut ruangan.  Lantai kamar tidak begitu kotor, hanya debu-dbeu ringan yang menempel pada plastik yang membungkus tempat tidur.  "Kayaknya di bersihin dulu, terus di cat putih dulu deh" ujar Maira sambil memperhatikan sekelilingnya. "Pakewallpaper apa di cat ulang ya? Tapi kalo di cat lagi warna apa ya?" Maira menerka-nerka warna ayng coock untuk kamar anaknya itu.  Berhubung ia belum tahu jenis kelamin janinnya, jadinya Mair abelum memutuskan akan di di cat warna apa kamar itu nanti. Tetapi bayangan perabitan yang akan di gunakannya sudah terbayang jelas di benaknya. Maira keluar dari kamarnya dan mengambil memo warna warni dari dalam tasnya.  Ia memberikan label pada dinding sebagai tanda dimana saja ia akan meletakkan barang-barang bayinya nanti.  Ia pun kembali ke kamarnya untuk mengmabil laptopnya dan menyalakannya untuk mencari tahu tentang jasa interior desain. Ia tidak ingin menyewa orang yang sama dengan yang di pekerjakan oleh Hilda. Ia sudah tahu pasti akan ada saja ulah Hilda untuk membuat dekor kamarnya gagal ataupun tertunda.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN