LIMA BELAS

1202 Kata
Nico tidak habis pikir dengan apa yang di katakan oleh Lita. "Gue juga kaget banget Nic, nemuin ini di toiletnya Hilda" ujar Lita sedikit panik. Nico tidak percaya dengan ini. "Jangan bilang sama gue kalo ini bukan anak lu" Lita seolah memprediksi bahwa Nico hendak lari dari tanggung jawab. "Ini emang bukan anak gue Lit" sahut Nico cepat.  "HAH?" Lita memekik kaget. Tidak percaya dnegan apa yang di katakan oleh Nico. "Gue gak pernah ngapa-ngapain sama Hilda. Sumpah! Gue paling jauh cuman nyium dia doang. Sampe hamil begini gue gak berani" ujar Nico.  "Terus anak siapa dong?" tanya Lita lagi. Nico menggelengkan kepalanya. Mencoba untuk mengingat setiap momen yang ia lewati bersama Hilda.  Nyatanya memang ia tidak pernah melakukan apapun dengan Hilda. Ia hanya pernah melakukannya dengan Maira seorang yang juga tengah mengandung.  Nico dan Lita berpikir keras siapa ayah dari janin Hilda.  "Lit, gue gak bisa lama-lama. Masih ada kerjaan di kantor soalnya. Please take care of her, anything happens just call me" ujar Nico.                                                                                             **** Maira hanya bisa menghela napas karena perutnya sudah mulai membuncit, sedangkan keluarganya  belum tahu jika ia sudah berbadan dua. Entah kapan Nico akan memberitahu keluarganya. Ia menatap Nico yang tengah berpikir keras. Entah apa yang di pikirkan oleh suaminya itu sehingga daritadi tidak berbicara sepatah kata pun padanya. Entah pekerjaan atau pacarnya Hilda. "Aku turun duluan ya" ujar Maira sambil melangkah keluar kama. Nico hanya melihatnya sekilas. "Duh Maira juga hamil lagi, makin pusing deh gue!" ujar Nico sambil mengusap wajahnya frustasi.  Sedari tadi ia berpikir keras siapakah ayah dari janin yang ada di kandungan Hilda. Sudah jelas tentunya bukan dia. Ia tidak pernah melakukan hubungan itu dengan orang lain selain dengan Maira seorang. Bahkan istrinya itu kini tengah hamil. Dan ia tidak tahu kapan ia akan memberi tahu keluarganya. Nico pun memutuskan untuk bergabung dengan keluarganya di ruang makan untuk makan malam. Sesampainya di ruang makan, Nico langusng duduk di sebelah Maira. Saat suaminya itu datang, Maira langsung menyendokkan nasik dan lauk sesuai dengan keinginan Nico. Ada satu hal yang Nico sadari. Maira tidak pernah membalas sikap kasar dan acuhnya selama ini. Istrinya lebih memilih untuk tidak menggubris sikapnya itu, dan tetap bersikap sopan serta melayaninya dengan sebagaimana mestinya. Di tengah makan malam keluarga yang terasa hangat itu, salah seorang pembantu rumah tangga menghampiri Nitya dan membisikkan sesuatu. Nitya yang kaget refleks menjatuhkan sendok dan garpu yang langsung membuat suara nyaring saat bertabrakan dengan piring makannya. "Hilda ada di depan" ujar Nitya dengan penuh amarah sambil menatap tajam ke arah Nico. Putranya yang tengah makan itu terhenti. Tanpa babibu lagi, Nico langsung pergi untuk menemui Hilda. Sutedja mencoba untuk menahan Nico tetapi putranya itu sudah melesat sangat cepat untuk menhampiri Hilda. Nitya mengaduh frustasi karena rumah tangga anaknya di rusak oleh wanita tidak tahu diri semacam Hilda. Sedangkan Arya merasa bersalah bukan main karena turut menyembunyikan rahasia tentang hubungan Hilda dan Nico dari Maira. Ia bisa melihat ekspresi kecewa Maira yang tidak dapat di sembunyikan lagi oleh wanita itu.  Nico masih sibuk menenangkan Hilda yang masih menangis sesunggukkan, ia terus mengelus punggung Hilda. "Udah udah, jangan nangis terus dong" Nico menghapus air mata Hilda yang terus mengalir dengan derasnya. "Nico!" teriak Nitya yang membua Nico dan Hilda kaget. Nitya menarik kasar Nico dari sofa. "Berani-beraninya kamu datang ke sini dan nangis-nangis sesunggukkan begini!" Nitya yang sudah kehabisan kesabaran menampar Hilda. "Mama!" teriak Nico "Nico!" Sutedja menghardik putranya itu. "Jangan berani-beraninya kamu sentuh Mama karena menampar perempuan itu!" tegas Sutedja.  Nitya dan Sutedja benar-benar di buat emosi oleh Nico hari ini. "Ngapain kamu masih ngurusin perempuan ini?! Sadar diri kamu itu udah nikah!" teriak Nitya pada putranya.  Ia berbicara seolah Nico tengah mengalami kesurupan, karena putranya itu tak kunjung sadar dengan apa yang tengah ia lakukan. "Hilda hamil" ujar Nico. Sutedja dan Nitya kaget setengah mati dengan apa yang di katakan oleh Nico. Maira dan Arya yang melihat mereka dari jauh pun tak kalah kagetnya. Maira merasa seakan dunianya kiamat seketika.  Sedangkan Arya tidak percaya apa yang di katakan oleh kakaknya ini. "Tapi itu bukan anak aku, inget anak itu bukan anak aku" Nico menambahkan lagi pernyataannya. "Terus kalo itu bukan anak kamu, ngapain perempuan ini datang nangis-nangis kemari. Jangan bilang kamu ke sini, minta tanggung jawab anak saya atas anak kamu yang gak jelas bapaknya siapa! Kamu pikir kita buka panti asuhan gitu?" Nitya mencak-mencak pada Hilda "Iya Ma, aku akan tanggung jawab!" ujar Nico. Lagi-lagi semua orang di rumah itu di buat terkejut atau Nico. "Kamu udah gila apa gimana sih? Kenapa juga harus kamu yang tanggung jawab sedangkan itu bukan anak kamu?" Sutedja tidak habis pikir apa yang terjadi pada otak putranya itu. "Okay jadi sebenernya . . ." Nico menghela napas lagi. "Maira juga lagi hamil" semua orang lagi-lagi terkejut dengan ucapan Nico. Arya yang berdiri di sebelah Maira langsung menatap kakak iparnya itu. "Mbak..." Arya memanggil Maira. Maira mengangguk tanpa menoleh adik iparnya itu. Maira berusaha keras untuk menahan air matanya agar tidak lolos. "Mama gak setuju perempuan ini tinggal di sini!" tolak Nitya keras. Ia sangat menolak keras keinginan itu. "Papa juga gak terima! Gak bisa! Dia bukan siapa-siapa kita! Anaknya pun bukan cucu Papa!" ujar Sutedja keras. "Pokoknya Hilda tinggal sama kita! Mama apa tega biarin ada ibu hamil begini sendirian di apartemen, gak ada yang nemenin? Mama perempuan juga kan, masa iya Mama gak punya hati" Nico mencoba untuk meyakinkan ibunya itu. "Harusnya kamu nanya sama perempuan ini! Apa dia punya hati sampai ngerusak rumah tangga orang? Hamil anak siapa, tapi minta tanggung jawab sama siapa?" serang Nitya lagi. Hilda semakin merasa tersudut, karena keluarga Nico jelas-jelas tidak menerimanya. "Gue gak ngerti sama lu, kita semua gak ada yang bisa terima lu tapi lu masih nekat aja datang ke sini. Urat malu udah putus apa gimana?" Arya datang dengan amarahnya yang tidak bisa di tampung lagi. "Lu juga! Istri sendiri hamil tapi gak ada perhatiannya sama sekali! Giliran p*****r kayak begini lu bela-belain!" Arya melempar amarahnya ke Nico. "Jaga mulut lu ya!" teriak Nico yang tidak terima dengan ucapan Arya itu, menarik kaos Arya dan bersiap untuk melempar bogem mentah ke adiknya itu. "Apa? Lu mau mukul gue? Pukul sini! Lu lebih milih nyakitin adik sendiri hah? Lebih milih p*****r itu demi adik sendiri? DAN ISTRI SENDIRI?" teriak Arya di wajah Nico. Nico mendorong Arya sambil terengah. "Mbak!!!" teriak Nico memanggil pembantu rumah tangganya. Seorang pembantu rumah tangga pun datang menghampirinya. "Siapin kamar di atas, dua jam lagi saya balik ke sini pokoknya sudah harus siap kamarnya. AC sudah harus dingin" perintah Nico. "Nico!" hardik Nitya lagi.  Kali ini, Nico sudah tidak mau lagi mendengarkan ucapan oang tuanya lagi, ia akan tetap membawa Hilda untuk tinggal bersamanya.  Nico pun membawa Hilda pergi untuk mengemasi barang-barang Hilda di apartemennya.  Maira yang sudah tidak kuat lagi melihat situasi saat ini memilih untuk kembali ke kamarnya.  Melihat Maira yang perlahan mundur, Nitya tidak bisa membendung air mata kekecewaannya. "Seharusnya dari awal kita pisahin mereka berdua!" raung Nitya. Sutedja hanya bisa menunduk lesu dengan keputusan putranya ini. Arya memilih untuk menghampiri kakak iparnya itu. Ia bisa merasakan sakit hati yang di rasakan oleh Maira. Ia pun tidak bisa menutupi rasa bersalahnya karena sudah menutupi hubungan Nico dan Hilda dari Maira.  "Mbak..." Arya mengetuk pintu kamar Maira yang sedikit terbuka. Tidak ada jawaban, Arya pun mengintip dari luar kamar dan melihat Maira yang menangis tersedu-sedu di pinggir tempat tidur. Pemandangan ini membuat hati Arya di gerogoti pilu
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN