"Izinkan saya untuk ikut memberikan kesaksian."
Dara tak bisa untuk tak memalingkan pandangannya dari Akriel. Seolah ada magnet dengan tarikan amat kuat sehingga membuatnya enggan untuk berkedip sekalipun. Dara khawatir apa yang akan dilakukan orang itu. Bisa dibilang Akriel adalah orang yang nekat. Tidak seharusnya Akriel berada di sini. Dara hanya bisa mengehela napas ketika Akriel berjalan semakin mendekat sampai menjadi pusat perhatian semua orang.
"Kesaksian?" Pak Bondan mengernyit.
Akriel mengangguk. Kemudian laki-laki itu merogoh sakunya, dia mengambil sebuah foto dari sana. Hebatnya, Renita yang berada tak jauh dari tempat Akriel berdiri berhasil dibuat tercengang. "Saya membawa sebuah bukti." Akriel memberikan foto itu ke Pak Bondan. "Itu adalah foto ibunya Sheryl yang sedang memberi suap pada saksi utama, Mira."
Semua guru-guru termasuk Pak Bondan kompak tercekat. Sementara di satu sudut, Renita tengah menahan emosinya mati-matian.
"Bukan hanya Mira, tapi semua saksi yang ada di sini sudah terpengaruh olehnya sehingga apa yang dikatakan mereka adalah palsu." Lanjut Akriel. "Dara mengatakan hal yang sebenarnya."
Tampaknya Renita sudah tidak tahan lagi untuk meluncurkan amarahnya. Ia melayangkan tatapan yang mampu membunuh ke arah Akriel. "Omong kosong apa lagi ini?! Menyuap?! Atas dasar apa saya melakukan suap?!"
"Setidaknya sudah jelas di foto itu bahwa Anda menyuap Mira sebagai saksi utama untuk mengatakan hal yang menyimpang dari apa yang terjadi sebenarnya." Ucap Akriel begitu tenang meskipun tengah mendapat tatapan yang mengancam maut dari Renita.
"Omongan bocah ini tidak usah didengar!" Renita menukas keras.
"Apa Anda takut?" Akriel masih tenang sambil melirik Renita. "Jika Anda terus menyangkal itu akan membuktikan kalau Anda memang melakukannya."
"Siapa kamu berani bermain-bermain dengan saya?" Renita melirik Akriel sambil mengeratkan giginya kuat-kuat genah menahan emosi.
"Saya bukan siapa-siapa, saya hanya melakukan hal yang benar." Jawab Akriel.
"Jadi, apa benar Anda menyuap saksi?" Pak Bondan menoleh ke arah Renita.
"Itu tidak benar!" Renita tetap menyangkalnya. "Untuk apa saya melakukannya?!"
Pak Bondan geleng-geleng kepala. "Mira."
Mira sedikit gelagapan lalu menoleh dengan groginya ke arah Pak Bondan.
"Apa kamu mendapat suapan dari ibunya Sheryl untuk menjadi saksi?"
Mira meneguk salivanya. Dia langsung tremor dan gelisah.
"Mira!"
Mira tercekat ketika Pak Bondan berseru lagi dan menegurnya agak lantang. "Apa kamu mendapat suapan dari ibunya Sheryl?"
"S-saya t-tidak." Ucapnya terbata-bata.
Dara yang masih duduk terdiam hanya bisa memejamkan matanya sambil menormalkan napasnya sesekali. Akriel benar-benar tidak tahu siapa Renita. Dia ceroboh karena sudah berurusan dengannya.
"Sudah diputuskan sidang ditunda!" Ucap Pak Bondan kemudian membubarkan sidang tersebut.
Kalau bisa, mungkin seluruh tulang Dara sudah rontok sampai membuatnya tidak bisa berdiri lagi. Satu per satu orang mulai meninggalkan ruangan itu termasuk Pak Bondan, Akriel, Sheryl dan kedua orang tua kandungnya. Dara bisa melihat ayah tiri Sheryl masih duduk di sana dan entah kenapa ia tidak ikut keluar ruangan bersama yang lainnya. Dara hendak pergi namun seseorang berseru padanya.
"Dara!" Dara pun menoleh. Namun, ekspresinya berubah masam ketika tahu orang yang berseru padanya adalah ayah tiri Sheryl. Dimas menghampiri Dara. Tapi, Dara menjauh darinya.
"Maafin, Ayah!" Kata Dimas pada Dara.
Dara tersenyum miring. "Kamu bukan ayah saya. Buktinya kamu lebih membela anak tirimu dibanding anak kandungmu sendiri. Ayah mana yang membiarkan anaknya sendiri dalam kesusahan."
Ucapan Dara membuat Dimas tercekat di sana. Kini dirinya diliputi oleh perasaan beraslah. Apalagi ketika Dara berjalan memunggunginya sebagai orang asing.
***
from Rangga:
Lo dimana? Lo udah siap-siap, kan?
Kisa berdecak ketika ada satu pesan masuk dari Rangga. Padahal Kisa sudah mau niat pura-pura sakit buat menghindari datang ke pesta ulang tahunnya Liura. Tapi sepertinya itu akan sedikit sulit. Rangga sampai menelepon Kisa berkali-kali tapi cewek itu sengaja tak menjawabnya. Sudah jelas pasti Rangga akan memaksanya untuk datang ke pesta itu.
Sampai ke-100 kalinya Rangga menelepon, Kisa pun kewalahan dan akhirnya dia mengangkat panggilan itu.
"H-halo?" Kisa gugup.
'Lo di mana? Kenapa gak jawab telepon gue?' Terdengar suara Rangga dari balik telepon.
"Gue di... kamar." Jawab Kisa.
'Lo jadi pergi kan?'
"Gue gak bisa pergi."
'Kenapa?!'
"Ya karena gak bisa."
'Lo jangan bikin Liura kecewa.'
"Ya mau gimana lagi. Mon maap nih tapi gue bener-bener gak bisa." Kisa manyun.
'Kenapa?'
"Karena gue gak bisa."
'Kasih gue alasan yang masuk akal.'
"Emang itu kurang masuk akal?"
'Kisa.'
"Apa?"
'Datang ke pesta! Atau gue jemput sekarang?'
"Gak usah!" Kisa beringas. "Napa sih maksa banget deh lu."
'Lu harus dateng.'
"Kenapa harus?"
'Karena gue udah jemput lo.'
"Hah!" Kisa melotot. "Di mana?"
'Di depan pintu kamar lo.'
Kisa nyaris terjengkang. "Sejak kapan?"
'Lima menit yang lalu. Cepat buka pintunya!'
Rangga sialan. Bisa-bisanya dia dengan seenak jidat datang ke kamar asramanya. Kalau ketahuan satpam, bisa kena tangkap dia karena masuk ke asrama cewek sembarangan. Tapi kalau betulan ketahuan, bisa saja kan dengan entengnya Rangga bakal menyocok satpam tersebut pakai segepok uang. Lalu masalah pun beres. Cukup sial karena kebetulan Kasa lagi tidak ada bersamanya. Kisa sendirian di sana.
Tok tok tok
Kisa beringas lagi, dia melotot ketika Rangga mengetuk pintu. "Gak ada orang di sini!"
"Lah, terus yang jawab siapa?" Tanya Rangga di balik pintu.
"Hantu!"
"Kisa!" Rangga berseru lagi. "Lo mau gue dobrak pintunya?"
"Jangan!"
"Ya makanya buka!"
"Kagak mau!"
"Oke, kalo gitu pintunya terpaksa gue dobrak."
Kisa tidak tahu harus berbuat apa. Orang kaya ternyata sekeras kepala itu. Apalah daya Kisa yang cuma rakyat jeli walau sudah menghardik 100 kali pun sepertinya tidak akan berpengaruh pada Rangga. Jadi, Rangga betulan mau mendobrak pintu kamar Kisa? Kisa jadi pusing mencari bantuan. Cewek itu sudah gelagapan dari tadi.
Dan benar saja pintu pun terdobrak.
BRAK
Kisa melotot ketika melihat Rangga baru saja berhasil menjeboli pintunya secara paksa. Beruntung Kisa tidak pakai celana gemes yang bisa mengekspos seluruh pahanya, cewek itu kedapatan cuma pakai hoodie dengan bawahan celana training hitam yang terkesan santai dan tertutup. Sementara Rangga sudah berpakaian rapi dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan setelan suit berwarna biru dongker bikin dia makin ganteng.
"Ngapain lu masih di sini sih?" Tanya Rangga melihat Kisa lagi berdiri menjulang di atas tempat tidurnya.
"Gue males ya, Rangga. Gue mau PW-an di sini."
Rangga mengernyit. "PW-an itu apa?"
Kisa memutar kedua bola matanya. "Rebahan manja di atas kasur."
"Gak ada. Cepet lu siap-siap. Liura lagi nunggu kita."
"Gak mau, anjir."
Rangga mengernyit lagi. "Anjir itu apa lagi?"
Kisa menghadeh frustasi. "Lu kurang pergaulan banget dah."
Rangga menggeleng. "Itu gak penting." Rangga mengambil paper bag berisi dress dan sepatu Kisa yang pernah diberikan Liura kemarin yang terletak di atas nakas. "Cepetan lu turun sekarang juga."
"Kagak!"
"Turun!" Rangga memaksa sampai menarik-narik tangan cewek itu dan tanpa diduga hal mengejutkan pun terjadi.
Gudubrak
Kisa tergelincir akibat tangannya ditarik Rangga dan berakhir dia terjatuh di atas tubuh Rangga(?) Mereka saling pandang sesaat lalu kemudian...
"Aaaaaaaaaaaa!!!!!!" Kisa menjerit sampai telinga Rangga rasanya mau torek.
Buru-buru cewek itu bangun dan memalingkan wajahnya yang kini sudah semerah apel. Malu, Kisa benar-benar malu. Bisa-bisanya dia dan Rangga saling bertumpukan dengan gaya seambigu itu barusan. Kisa masih tak mampu menatap Rangga hingga suasana pun jadi canggung.
Selama beberapa detik, mereka saling diam. Mungkin mereka sama-sama trauma dengan tragedi satu menit yang lalu.
"Gue tunggu lo di luar. Gue bakal bawa lo ke stylist kalo lo gak bisa dandan sendiri." Final Rangga dengan nada datar, tangannya masih setia menenteng paper bag pemberian Liura sambil berjalan ke luar kamar Kisa.
***
Akhirnya Kisa memutuskan buat datang ke pestanya Liura. Bagaimana tidak, Rangga tiba-tiba mengancam kalau dia akan mengatakan kepada Liura tentang tragedi yang baru saja terjadi. Rangga benar-benar sudah gila. Kisa tidak bisa membiarkannya dan dengan terpaksa akhirnya dia mengiakan untuk datang ke pesta ulang tahun Liura.
Seusai menjalani proses make over yang cukup memakan waktu, Kisa dan Rangga datang telat ke pestanya Liura. Cewek itu menggunakan dress pendek merah muda bentuk kemben 10 cm di atas lutut yang bikin dia kesusahan setiap mau berjalan. Tak lupa dia juga menggunakan topeng sebagai penutup wajahnya.
Mereka masuk ke dalam aula pesta, Liura yang menyadari hal itu langsung menghampiri Kisa dan Rangga.
"Why you are so late, guys?" Kata gadis blasteran Amerika itu.
Kisa sempat tak mengenali Liura karena cewek itu juga mengenakan topeng.
"Ada insiden kecil tadi, makanya kami telat." Jawab Rangga dan entah kenapa bikin Kisa deg-deg-an.
Liura tampak ber-oh kecil. Kisa sangat berharap Rangga tidak akan nekat menceritakan kejadian tadi pada Liura. Bisa-bisa melayang nyawa Kisa kalau Liura tahu.
"By the way, would you like a toast?" Kata Liura sambil mengangkat gelas berisi Champagnenya.
"Bersulang?" Kisa mengernyit. "Gue gak minum alkohol."
"Really? I'm sorry I don't know." Kata Liura agak sedih. "Kamu bisa minum jus kalau begitu. Let's follow me."
Liura menarik tangan Kisa dengan buru-buru. Kisa sempat nyaris terjatuh karena sepatu hak tinggi yang dia pakai benar-benar bikin bencana baginya, beruntung cewek itu masih bisa menjaga keseimbangannya.
Sama seperti di pesta Rangga minggu lalu yang penuh dengan bule Amerika dan Korea, di pestanya Liura pun tak kalah sama. Dari ujung pintu sampai seluruh ruangan isinya 80% dipenuhi bule-bule Amerika dan Korea yang seumuran dengan Kisa.
Kisa mengambil jus jeruk yang diasongkan Liura kepadanya. "Thanks."
"Can you stay here? Eumm... ada sesuatu yang mau gue lakuin sebentar."
Kisa mengernyit. "Apa itu?"
Liura malah tersenyum kelihatannya amat bahagia. "Kamu bakal mengetahuinya sebentar lagi."
Cewek itu lantas berjalan mendekati Rangga dan menariknya ke tengah aula. Mereka kini jadi pusat perhatian semua orang termasuk Kisa sendiri. Kisa juga penasaran tentunya dengan apa yang akan Liura katakan di sana.
Teng teng teng
"At first, I would like to thank you to everyone that attendence my birthday party." Liura memancarkan senyuman yang mampu membuat semua orang jatuh cinta. "Ulang tahun kali ini terasa spesial dari sebelumnya. Karena hari ini bukan cuma tentang ulang tahun gue aja, tapi karena sesuatu yang mau gue sampaikan ke kalian semua."
Liura menatap Rangga di sampingnya. "Gue dan Rangga akan bertunangan dalam waktu dekat."
Sontak perkataan Liura memicu tepuk tangan dari semua orang, mereka bersorak dan gembira. Termasuk Kisa yang mendengarnya dari ujung sana. Dia tak kalah gembira ketika mengetahui hal itu, namun entah kenapa hatinya tak sehaluan dengan keyakinannya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal namun entah itu apa. Kisa meneguk jusnya sampai habis, lalu cewek itu mengambil gelas lain berisi minuman di atas meja. Dia langsung meneguknya sampai tak tersisa lagi dan tanpa dia sadari itu adalah gelas berisi wine. Benar saja, Kisa langsung pusing bak diputar di atas gasing. Gadis itu mulai sempoyongan lalu pandangannya pun mulai kabur. Mungkin dalam hitungan detik saja dia akan segera ambruk namun beruntung ketika Rangga tiba-tiba menahan Kisa yang hampir terjatuh.
"Kisa?!" Rangga mulai panik sambil menepuk-nepuk pipi gadis itu. Di sisi lain, Liura tercekat dengan apa yang Rangga lakukan. Seperti ada perasaan tak suka di benakanya ketika Rangga membopong Kisa yang kini sudah pingsan dan tak sadarkan diri.