"Rachelnya aja yang baperan.
Plak!
Plak!
Brak!
"Awww, sakit woi!"
"Iya lo sakit, otak lo minta diupgrade ulang," sembur Eza kesal.
"Apaan sih?"
"Lo tadi bilang Rachel baperan, sesama makhluk hidup tuh gak boleh gitu!" nasihat Bagas diangguki semua.
"Kalian denger ya?" Devan menatap teman-temannya sambil meringis.
"Iya deh maaf, nggak sengaja nih mulut terlalu lost," ucap Devan nyengir.
"Ya udah ayo pulang, males gue," ajak Eza mengomando anak SLC pergi.
******
UAS selesai, libur 2 minggu setelah pembagian rapot nanti, ada class meeting, yang pasti ada perlombaan. Maybe.
Devon memijat pelipisnya pusing karena lagi-lagi anggotanya sangat tidak kompak.
"Pilih!" perintah Devon melempar kapur tulis kearah papan tulis yang sudah tertulis agenda mereka.
"Karena kita hanya mempunyai dana sebesar 7 juta saja dan tentunya akan kurang, bagaimana jika kita manarik setiap siswa sebesar 5 ribu rupiah atau sepuluh ribu, dari 4 ribu siswa nanti kita bisa mendapatkan sekitar 20 juta. Dan anggaran tahun lalu kita punya anggaran 20 juta kurang."
"Usulan lomba?" tanya Devon.
"Gimana kalo lomba dibuat 4 hari saja? Senin kita buat acara ringan seperti lomba nomor 3 dan 7 selesai jam 11 besoknya berturut sampai rabu dan kamis nya kita adain jalan sehat dengan membagikan kupon di setiap peserta guru serta murid. Nah disela nanti pembagian hadiah nanti diisi sama anak band."
"Kalian buat saja proposal ya kalo sudah jadi kirim ke saya. Oh iya, pemilihan ketua osis baru nanti setelah liburan. Saya agak kecewa pada pembimbing kalian yang memperpanjang jabatan saya," ucap Devon membereskan ranselnya.
"Saya tunggu nanti malam," ucap Devon berlalu pergi meninggalkan ruang OSIS.
"Sumpah gue kesel banget sama kak Devon, dia enak tinggal ngomong kita yang ngelakuin."
******
"Fani."
Fani menoleh kebelakang saat namanya dipanggil. Tangannya masih menggantung ingin menggapai snack keripik kentang di rak atas.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Mas. Ngapain disini? Sendiri?" tanya Fani saat berbalik melihat sosok Altar datang dengan troly yang berisi snack.
"Stok cemilan, kesini sama bunda, beliau lagi dibagian perlengkapan roti," jawab Altar mengisi snack di troly nya hingga penuh.
"Ya udah abis ini Fani mau ketemu bunda dulu," ucap Fani dengan terampil tangannya mengambil snack berukuran jumbo lalu memasukkannya kedalam troly.
"Assalamualaikum, Bunda," salam Fani selesai dengan snack nya. Ia lalu mencium punggung tangan calon ibu mertua nya dengan lembut.
"Waalaikumsalam, kok masih pake seragam?"
"Hehehehe, dari sekolah langsung kesini," jawab Fani tersenyum.
"Kata mas Altar bunda mau buat kue banyak, ada acara apa?" tanya Fani melihat troly ukuran jumbo milik bunda Hara.
"Lah? Kamu belum dikasih tau Altar?"
"Kasih tau apa, Nda?"
"Papa kamu sama ayah Agra mau buat syukuran atas berhasilnya proyek besar yang mereka bangun. Acaranya kan nanti malam dirumah kamu," jawab bunda Hara membuat Fani menggelengkan kepalanya. Ini perasaan dia anak kandung atau anak pungut sih? Kok apa-apa tidak tau.
"Owalah, Fani bantu ya, mau buat kuenya dimana?"
"Dirumah kamu, biar gak bolak balik nanti malam."
"Ya udah ay-"
"Udah belum sih, Bund? Altar capek baru pulang dari luar kota astaga." Altar datang dengan wajah memelas nya, rambutnya sudah bisa dibilang lepek, wajahnya terlihat sangat lelah, dan pakaiannya juga bisa bisa dibilang sedikit berantakan.
"Kamu naik mobil sendiri atau apa?" tanya bunda Hara pada Fani.
"Fani naik taxi, jarang pake mobil kecuali disuruh papa," jawab Fani.
"Ayo sekalian," ajak bunda Hara menarik Fani kearah kasih.
"Troly Fa--"
"Udah masuk bagasi mobil," potong Altar.
"Mbak nanti semua belanjaannya bunda saya anter ke parkiran ya, mobil hitam didekat parkiran motor," ucap Altar lalu pergi menuju parkiran untuk mengistirahatkan badannya sebentar sebelum ia menyetir.
******
Keadaan rumah Fani bisa terbilang sedikit ramai, para maid ikut memasak sedangkan mama Rachel dan bunda Hara fokus membuat roti setelah selesai menghidangkan beberapa makanan olahan dari daging.
"Mas istirahat dulu aja diatas, itu mukanya nggak enak," ucap Fani menepuk pundak Altar yang sedang memejamkan matanya d isofa ruang keluarga.
"Nggak apa-apa kok," jawab Altar mencoba membuka matanya tapi susah.
"Tidur dikamar Fani aja gak apa-apa, nanti sore baru boleh ngapain aja, ayo Fani anterin," ucap Fani mengantar Altar masuk kedalam kamarnya.
"Mas istirahat dulu, kalo mau minum itu di samping rak buku ada kulkas kecil." Fani menata tidur Altar agar nyaman setelah itu ia keluar dari kamarnya.
Sedangkan Altar, ia tidur nyaman dengan memeluk guling milik Fani dan menenggelamkan wajahnya di boneka panda yang besar disampingnya.
"Fani coklatnya jangan di cemilin," tegur mama Rachel melihat coklat yang seharusnya bahan untuk membuat kue malah berakhir diperut karet anaknya.
"Enak," jawab Fani meletakkan coklat batang diatas meja, wajahnya cemberut karena ia tak bisa karena cemilan nya tadi sudah ia bereskan dikamar dan jika ia masuk takut membangunkan tidur Altar.
"Udah nggak usah manyun, nih coklat." Fani melebarkan matanya saat melihat beberapa coklat kesukaannya diatas meja.
"Makasih, Abang," seru Fani memeluk Devan yang baru saja datang.
"Iya. Udah jangan manyun, dicari bang Devon, sana kekamar dia," balas Devan mengacak poni Fani.
"Siap," ucap Fani langsung berlari kearah kamar Devon yang berada dilantai 3 setelah mengambil coklat dari Devan kedalam pelukannya.
"Kok pulangnya beda, Bang?" tanya mama Rachel saat Devon duduk diantara mama Rachel dan Bunda Hara ikut membentuk adonan kue.
"Ouh itu, tadi pas mau pulang ditelfon bang Devon suruh bareng pulangnya, mobilnya bang Devon tadi pagi masuk bengkel," jelas Devan santai.
"Memang mobil abangmu kenapa?"
"Bannya bocor sekalian nutup goresan kemaren itu."
Mama Rachel dan bunda Hara hanya mengangguk mengerti lalu kembali fokus dengan kegiatan mereka.
"Devan mau ke kamar dulu ya," pamit Devan pergi beranjak meninggalkan dapur.
*******
Altar mengerjapkan matanya saat sebuah suara memanggil namanya.
"Mas, bangun dulu, sholat ashar."
"Jam berapa?" tanya Altar menyandarkan tubuhnya pada hard bed mengumpulkan nyawanya yang sempat melayang.
"Mau jam 4, itu sarung sama bajunya diatas sofa nanti sekalian mandi ya, tadi Fani ambil di mobilnya mas Altar, disuruh bunda soalnya," ucap Fani berdiri dari duduknya.
"Kalo udah selesai langsung turun aja, ayah Agra sama Papa udah dibawah lagi ngobrol bareng," ucap Gani keluar dari kamarnya. Sedangkan Altar? Ia menatap seluruh kamar Fani.
Kamar yang bisa dibilang luas bercat biru cerah dibagian belakang kasur sedangkan 3 sisi lainnya berwana putih ke abu-abuan dan tertempel banyak gambar graphic dan coretan tanda tangan menggunakan kuas, abstrak.
Altar mengakui jika kamar Fani memang luas dan bisa dikenal lengkap. Disaat membuka pintu akan terlihat seperti lorong karena sebuah lemari besar memunggungi posisi pintu, dilanjut samping lemari besar ada sebuah laci setinggi 130 cm dan dipojok sana ada rak sepatu atau sandal lalu baru bisa melihat isi kamar.
Kamar Fani menghadap kearah selatan dan pintu juga dari selatan, ia menghindari jika tiba-tiba seseorang membuka pintu secara tiba-tiba dan ia sedang dalam keadaan yang tidak memungkinkan.
Dibagian sisi selatan depan lemari besar ada tiang tempat menggantung baju atau yang lainnya, lalu ada tv, rak buku serta kulkas yang ada dipojok. Sedangkan dibagian sebelah barat ada meja belajar, pintu balkon, lalu sofa panjang, dan meja yang dipojok sana ada ayunan gantung.
Dan disebelah utara ada nakas, kasur, nakas, dan meja rias tak lupa sebuah sofa panjang didepan kasur untuk memudahkan menonton tv.
Tapi, ada yang membuat Altar tersenyum diantara perabotan dikamar Fani, ia menyusun banyak boneka di sofa dekat balkon seakan boneka itu sedang ngobrol. Ada-ada saja.
####