Waktu bergulir dengan sangat-sangat cepat, hingga tak terasa rembulan dan ribuan bintang yang baru saja menghiasi langit malam itu, kini telah berganti menjadi mentari yang menghangatkan tubuh setelah sebelumnya embun dingin menyelimuti bumi ini. Berbeda dari pagi yang biasanya, aku terbangun dan menyadari jika kini aku seorang diri di dalam apartemen ini, tak ada mama, tak ada papa, dan bahkan Rico adikku. Aku tertampar oleh kenyataan dan perasaan rindu, meski sebenarnya kami berpisah belum lama, namun perasaan sesak akan selalu ada ketika menyadari jika aku pada akhirnya harus berjuang sendirian di sini, sebuah kota yang baru saja aku pijaki satu hari yang lalu.
Pandanganku kini tertuju ke arah jam yang tertempel di dinding tengah ruangan itu, yang kini menunjukkan pukul enam pagi, yang mengartikan bahwa aku harus segera mempersiapkan seluruh hal yang harus aku lakukan bahkan sebelum berangkat kerja, dan satu hal yang paling utama dan harus di lakukan adalah memasak untuk sarapan pagiku.
“Hah … selamat pagi dunia dan segala macam yang ada di dalamnya! Dorong lah aku di hari ini agar terus bersemangat menyapa dan menjalani hari pertamaku saat ini, aku sangat mengharapkan itu dari kalian semua!” gumamku kala kubuka pintu teras yang langsung menyajikan pemandangan perkotaan yang masih sepi di pagi hari itu, yang tentu saja membuatku merasa sangat nyaman ketika aku masih mampu mendengar deruan angin yang segar berembus dan menusuk tulangku pada saat itu.
Kukembangkan senyumanku setelah merasa bahwa aku siap untuk menghadapi dunia baru di hari ini, aku melangkah masuk kembali ke dalam apartemenku dan membiarkan pintu teras itu terbuka sehingga udara pagi yang segar bisa menyeruak masuk ke dalam dan menyegarkan udara di dalamnya.
Langkah kakiku saat ini melenggang menuju kulkas yang saat itu sudah di sediakan oleh pihak apartemen, beruntungnya juga aku karena Rico memberikanku satu kotak penuh bahan makanan yang katanya ‘kau pasti akan membutuhkan ini semua!’ yang memang ternyata ucapannya adalah benar, aku terlalu lelah hingga aku tidak sempat pergi ke market terdekat dan membeli beberapa bahan makanan, dan aku sangat bersyukur karena isi dari kotak itu adalah sereal, s**u box, roti beserta selainya dan beberapa snack yang aku sukai, yang kemudian tentu saja kini aku baru menyadari jika adik laki-laki ku yang menyebalkan itu, ternyata sangat mengerti diriku.
“Terima kasih atas pemberianmu ini, Rico! Aku menggunakannya dengan baik dan menikmatinya!” aku bergumam dengan senyuman senang yang terus terpasang di bibirku ketika aku buka kotak sereal itu dan menumpahkannya ke dalam mangkuk yang berisikan s**u box yang sebelumnya sudah aku simpan di dalam lemari pendingin semalam.
Berbicara tentang sereal dan juga s**u, banyak pro kontra yang berkaitan dengan itu. Antara tuang susunya terlebih dahulu, atau serealnya. Dan aku adalah tipe orang yang fleksibel, hingga aku bisa melakukan keduanya semau diriku, asal aku mendapatkan sereal dan juga s**u, itu sudah istimewa dan lengkap bagiku.
Aku melahap sereal itu dengan semangat, dan pandanganku kini tertuju ke arah handphone ku yang kini bergetar di atas meja makan saat itu.
Rico calling you
“Khkh!” aku terkekeh ketika mendapati jika Rico, adik laki-laki yang baru saja aku bicarakan di saat itu, kini menghubungiku dan tentu saja dengan cepat ku raih handphone itu dan segera mengangkat sambungannya.
“Halo Rico … ada apa? Rindu padaku?” tanyaku menggodanya, aku sengaja menanyakan itu dan bahkan aku tidak bisa berhenti mengembangkan senyumanku di sana.
“Hh … aku nyesel telfon kamu Sop!” ucapnya kepadaku, dan hal itu membuatku kini kembali tertawa dengan pelan dan menganggukkan kepalaku, merasa puas setelah menggodanya di sana,
“Ada apa Rico?? kenapa?” tanyaku kepada Rico yang ada jauh di sana, pandanganku kini menoleh menatap ke arah jam dinding yang kini menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit, dan membuatku merasa bahwa aku harus segera menyiapkan hal yang lainnya di sana. Sambil menggenggam handphoneku dengan bahu yang sengaja aku tempelkan ke telinga kananku, aku berjalan membawa mangkuk yang kosong itu ke tempat pencuci piring. Aku meletakkan itu begitu saja, karena aku tahu aku pasti akan membersihkannya nanti. Ku lanjutkan langkah kakiku kini masuk ke dalam kamar dan membuka lemari milikku, untuk kemudian ku pilih beberapa style yang rapi yang setidaknya bagus untuk aku gunakan ke kantor di hari ini. aku terus saja mendengarkan dirinya yang tidak melakukan apa pun di sana, hingga aku merasa penasaran dengan tingkah laku Rico di sana.
“Rico?? you there??” tanyaku dan kemudian aku mendengar dia dengan segera membalasku,
“Ah yeah … aku di sini!” ucapnya, dan hal itu membuatku mendenguskan napas dan kembali berkata,
“Ada apa? Kau tidak menjawab pertanyaanku, Rico!” ucapku kepadanya,
“Nothing! Aku hanya memastikan jika dirimu baik-baik saja dan sudah menyiapkan diri untuk hari ini!” itu lah yang ia ucapkan kepadaku, dan tentu saja hal itu membuatku kembali tersenyum setelah mendengarnya berkata seperti itu.
“ Yeah … aku sudah menyiapkan semuanya, jangan khawatir! Aku bisa melakukannya saat ini!” ucapku kepadanya, dan saat ini aku sangat senang karena setidaknya Rico mendukungku seperti itu.
“Baiklah … good luck, Sophia!” aku kembali tersenyum ketika mendengar Rico berkata seperti itu, aku menganggukkan kepala sebelum akhirnya Rico segera memutuskan sambungan kami pada saat itu, seolah tidak ingin mendengar godaan yang akan aku lontarkan pada saat ini.
“Terima kasih, Rico!” hanya kata itu yang ingin aku sampaikan kepadanya, namun nampaknya Rico tidak ingin mendengar hal memalukan seperti itu, dan begitu juga dengan diriku, karena itu hanya akan membuatku canggung kepada dirinya nanti.
“Hah … sudah lah, aku harus segera bersiap saat ini!” ucapku mengingatkan diriku sendiri, dan itu berhasil! Aku segera bersiap dan mandi lalu berganti pakaian untuk akhirnya itu semua selesai pada pukul setengah delapan pagi. Di karenakan jadwal masuk kantor itu pada pukul delapan pagi, membuatku mengharuskan pergi dari apartemen setengah jam sebelumnya, karena akan memakan waktu sekitar lima belas menit bagiku untuk berjalan menuju kantor dan beristirahat selama sepuluh menit untuk akhirnya memulai semuanya di sana. Hal sedetail itu sudah aku perhitungkan bahkan sebelum aku mendatangi kantor itu beberapa minggu yang lalu, ketika aku menghadapi sesi wawancara dengan kantor tersebut, dan tentu saja perhitungan itu sangat berguna untukku saat ini.
“Huft!” aku menatap pantulan diriku yang terlihat sangat rapi di sana, dengan style kemeja putih, blazer tosca yang indah serta rok span hitam yang serasi dengan tas serta sepatuku, tentu saja membuatku merasa bahwa aku sangat cantik di hari itu. Aku bahkan dengan sengaja menggulung rambut ikal coklat ku ini hingga ia terlihat sangat rapi di sana.
“Baiklah, Sophia! Jangan pernah mengacaukan hari ini, kau bisa melakukannya … semangat!” gumamku kepada pantulan diriku di saat itu, sebelum akhirnya aku beranjak pergi dari apartemenku.
Aku menutup dan mengunci pintu apartemenku, dan setelahnya aku berjalan menuju lift yang berada di ujung koridor dari apartemen lantai tiga. Apartemen ini hanya memiliki lima lantai, dan aku mendapatkan apartemen di lantai tiga yang sebenarnya itu adalah lantai 4, karena lantai pertama merupakan lobby utama.
Tak!
Ku tekan tombol lift di sana, dan menunggu pintu dari lift terbuka. Bersamaan dengan itu aku mendengar suara pintu dari salah satu pintu yang ada di belakang sana terbuka yang kemudian ku dengar sebuah suara seorang wanita muda yang berucap,
“Aku pergi!” itu lah yang diucapkan oleh orang itu sebelum akhirnya suara pintu kembali tertutup, semua itu terdengar jelas di telingaku. Meski pun begitu aku tidak merasa penasaran dan berusaha untuk acuh, karena aku yakin jika suara itu berasal dari gadis remaja menyebalkan yang tinggal di apartemen nomor tiga lima enam.
Tap … tap …
Suara langkah kaki berhenti tepat di sampingku, dan mau tak mau aku menoleh singkat ke arahnya, dan benar saja … itu adalah gadis remaja tersebut yang kini berdiri dengan gaya angkuhnya, melipat kedua tangan di depan d**a sambil menunggu pintu lift itu terbuka. Satu hal yang ada di dalam pikiranku saat ini, aku tidak ingin satu lift dengan anak menyebalkan ini.
Ting!
Pandanganku kini menatap ke arah pintu lift yang terbuka, pada saat itu aku bisa saja melewatkan pintu lift tersebut dan memilih untuk kembali menunggu pintu selanjutnya terbuka, namun karena aku tahu aku tidak memiliki banyak waktu di hari itu dan terlebih itu adalah hari pertamaku, maka aku dengan terpaksa masuk ke dalam lift yang juga sama-sama di tumpangi oleh anak remaja berambut hitam pendek sebahu itu.
Selama kami menaiki lift tersebut, tak ada satu pun kata yang aku lontarkan maupun satu kata pun yang ia lontarkan.
“Ehem … kue ibumu itu … hmm” aku mengerutkan alisku ketika mendengarnya berucap dengan pelan di sana, hingga aku kini menoleh menatapnya dengan bingung, dan aku rasa ia mengetahuinya dan melirikku dengan kesal seraya berkata.
“Hh … kue buatan ibumu itu enak!” ucapnya dengan lantang, dan membuatku terkejut sekaligus senang karena aku rasa ia mencicipi kue ibuku.
“Terima kasih!” ucapku, namun masih seperti dirinya ia terlihat cuek di sana dan tidak lagi menanggapi ku, yang pada akhirnya membuat ku ikut kembali menatap ke arah layar lift yang tengah berjalan turun menuju lobby.
“Hh! Asal kau tahu saja, berhati-hati lah dengan Mark!” ucap gadis remaja itu kepadaku, yang tentu saja membuatku kembali mengerutkan dahiku ketika aku tidak mengetahui siapa Mark yang di maksud oleh gadis tersebut.
“Huh?? s .. siapa?” tanyaku kepadanya yang kini kembali menghembuskan napas dengan malas dan menatapku,
“Mark, lelaki yang tinggal di tiga lima delapan! Jauhi dia atau kau akan menerima akibatnya!” jelas gadis remaja itu kepadaku, sebelum akhirnya meninggalkan diriku sendirian dengan penuh tanda tanya yang hadir di dalam benakku setelah ia berkata seperti itu bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.
Satu hal yang baru saja aku sadari saat itu, gadis remaja tersebut berkata seolah ia mengancamku, dan itu sangat membuatku terkejut. Kini aku hanya bisa terkekeh tidak percaya ketika menyadari bahwa ada kemungkinan besar jika gadis remaja itu menyukai laki-laki penghuni tiga lima delapan yang kini aku ketahui namanya sebagai Mark.
…