Hujan yang Datang dengan Rasa Cemas

1585 Kata
Pagi itu angin berembus dengan kencangnya, dan membuatku enggan untuk membuka pintu teras dari apartemenku saat itu. Aku berjalan melangkah dari ruang Tv untuk menyiapkan sarapan pagiku dan dengan sengaja aku menyetel pemberitaan pagi hari itu. Hari ini diperkirakan akan terjadi hujan petir disertai angin yang kencang, untuk para pejalan kaki diharapkan berhati-hati dan membawa selalu payung serta alat yang menutupi tubuh anda dari air hujan. “Ah!!” aku hanya bisa mendesah malas ketika mendengar pemberitaan cuaca di pagi ini, hujan … kenapa harus di awali dengan hujan? Aku memang orang yang biasa saja dengan cuaca, tak ada yang aku sukai, namun hujan? Diantara cuaca lainnya, hujanlah yang paling merepotkan menurutku di sana. “Apakah harus aku membolos di hari ini?” gumamku kepada diriku sendiri, namun ketika melihat bahwa ini baru hari kedelapan dariku bekerja, membuatku merasa jika bermalas-malasan adalah hal yang buruk dan terlebih bolos kerja adalah hal yang tidak boleh ada di dalam kamusku saat itu, hingga mau tidak mau aku memang harus pergi di pagi hari untuk bekerja. Zhaasssshh!! “Ough! Bahkan aku baru selesai mandi!” rutukku ketika menoleh ke arah jendela apartemenku yang kini tengah memperlihatkan turunnya hujan yang deras di sana, dan hal itu membuatku mendecik seraya berjalan masuk ke dalam kamar untuk bersiap-siap. Aku dengan sengaja mengenakan kemeja panjang berwarna coklat dengan outer rajut guna menghangatkan tubuhku, aku juga mengenakan rok midi berwarna hitam serta aku dengan sengaja menghindari high heels dan memilih untuk mengenakan sepatu platform yang warnanya senada dengan rok yang aku kenakan. Aku memilih tas anyam kulit yang berwarna coklat muda dan berbentuk semu kotak, dan itu merupakan hadiah yang diberikan oleh ayahku ketika aku menginjak usia tujuh belas dulu, tas itu pun merupakan tas kesayanganku. Aku sengaja merias wajahku dengan semi natural, dengan rambut yang aku kepang dan aku gulung hingga membentuk gaya fishtail accented messy bun yang dengan sengaja tidak aku sisir dan memberikan efek bahwa rambutku fluffy karena menggunakan sisir sasak di sana. Dan setelahnya aku siap untuk berangkat menuju kantorku. Aku terdiam beberapa detik di depan cermin itu, yang kemudian aku tersenyum ke arah cermin sebelum akhirnya mengangguk dan menjadi bersemangat di sana, “Ayo! Lakukan yang terbaik di hari ini!” itu lah ucapku sebelum akhirnya keluar dari dalam apartemenku itu. Hujan memang masih turun membasahi bumi, namun hujan sekali pun tidak boleh meliunturkan semangatku di sana. Dengan semangat aku menekan tombol lift itu, dan tidak lama lift terbuka, namun aku terkejut ketika mendapati seseorang berdiri di dalamnya dengan tubuh basah kuyup karena terguyur oleh air hujan pagi itu. Lelaki itu memiliki rambut yang dipotong secara acak, dan aku jelas tahu siapa lelaki itu, Mark. Lelaki tampan yang tinggal tepat di samping Apartemenku, “Ah Hei! Sepertinya kau kehujanan ya?!” ucapku berbasa-basi kepadanya, namun entah mengapa kini dirinya berjalan begitu saja dengan raut wajah yang sangat sulit aku tebak pada saat itu, ia dengan sengaja mengabaikan pertanyaanku di sana, yang tentu saja mendatangkan tanda tanya besar kepada lelaki itu. Ia terlihat sedih? Marah? Atau kecewa? Entahlah … aku tidak pandai membaca raut wajah seseorang, terlebih lelaki itu baru aku kenal. “Hah …” aku hanya bisa menghembuskan napasku ketika melihatnya masuk begitu saja ke dalam apartemennya, dan aku pun masuk ke dalam lift yang masih terbuka di sana. “Ck! Ada apa dengannya? Dia terlihat lebih diam!” gumamku di dalam lift itu, AKu mengerutkan dahiku ketika aku mencium sebuah bau yang aneh dan asing menurutku di dalam lift itu, ya … aku yakin ini bau anyir, bukan ikan atau air dari hujan. Karena kini aku merasa bau itu sedikit samar, itu bau darah yang tersiram oleh air hujan, yang tentu saja membuatku kini menduga bahwa ada sesuatu hal yang terjadi pada Mark. Apakah dia terluka? Itu lah yang ada di dalam pikiranku saat ini, karena aku seratus persen yakin jika itu bau anyir dari darah, dan hidungku tidak mungkin salah. “Hh …” aku menghembuskan napasku di sana, merasa menjadi tidka karuan ketika menciumnya, apakah Mark baik-baik saja? Pertanyaan lain pun datang, karena di saat yang bersamaan aku melihatnya yang terlihat agak aneh, dan aku menjadi khawatir jika Mark tidak baik-baik saja saat ini. … “Hah …” aku kembali menghembuskan napasku ketika menyadari bahwa hujan pagi tadi tidak pernah berhenti bahkan hingga siang ini, dan aku rasa helaan napasku itu membuat penasaran Charlotte yang karenanya ia bertanya kepadaku, “Ada apa? Sepertinya kau tidak bersemangat di hari ini!” pandanganku tertoleh menatap ke arah Charlotte untuk kemudian memberengut kepadanya dan berkata, “Tentu saja! Hujan lah masalahnya, basah! Dan aku ingin makan di luar, bukan memesan pizza seperti ini!” ucapku seraya meraih satu potong pizza paperoni untuk akhirnya aku lahap, dan hal itu membuat Bob terkekeh di sana, “Kau mengatakan bahwa kau tidak suka, tapi kau melahapnya juga!” ucap Bob, yang langsung saja aku suguhkan tatapan menusuk dariku, “Hujannhya yang tidak aku sukai, hujannya! Bukan pizza!!” ucapku kepadanya yang kini mengundang tawa dari ketiga temanku itu, namun di saat yang bersamaan ingatanku kembali tertuju ke pagi hari tadi di mana aku melihat wajah dari Mark yang terlihat berbeda dan bau dari darah di lift yang aku tumpangi setelah dia menumpanginya. “Sophia … Sophia??” pandanganku seketika tertoleh menatap ke arah Marla yang baru saja memanggil namaku di sana, “Apa yang kau lamunkan, huh?” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Marla pada saat itu, membuatku kini menggelengkan kepala dan menjadi diam, namun hal itu lah yang justru membuat mereka menjadi penasaran di sana, “Katakan saja, Sophia … kali kami bisa membantu!” ucap Bob, dan akhirnya aku pun menganggukkan kepalaku ketika mendengar akan hal itu, “Aku merasa ada yang aneh dari tetanggaku!” ucapku kepada mereka yang membuat mereka kini mengerutkan dahi mendengarnya, “Tetangga?” aku menganggukkan kepalaku ketika mendengar pertanyaan dari Marla di sana, “Yeah … aku rasa dia terluka!” ucapku, dan hal itu membuat Bob mengerutkan dahinya dan kemudian berkata, “Kau melihatnya terluka?” aku menggeleng ketika Bob bertanya, dan aku kemudian menoleh menatap ke arah ketiga temanku itu, “Aku tidak melihatnya, tapi aku mencium bau darah yang tersamarkan oleh basahnya hujan ketika aku memasuki lift tempatnya berdiri sebelumnya!” jelasku kepada mereka, dan hal itu membuat mereka ikut terdiam karenanya, “Sapaanku bahkan tidak di indahkan olehnya, berjalan dengan cepat masuk ke apartemennya, apakah itu akan baik-baik saja?” ucapku kepada mereka, dan hal itu membuat Charlotte menggelengkan kepala dan berkata, “Aku tidak tahu dan yakin bisa membantu tentang hal ini, Sophia, karena kita tidak tahu apakah benar itu darahnya?” aku seketika mengerutkan dahi di saat Charlotte berkata seperti itu, “Apa maksudmu?” tanyaku, dan hal itu membuatnya menggelengkan kepala dan berkata, “Maksudku, kita tidak tahu persis apakah dia terluka, atau dia habis melakukan sesuatu di sana! Menolong orang yang kecelakaan, mungkin? Atau … sebaliknya!” ucap Charlotte kepadaku, “Melukai orang maksudmu?” tanyaku seraya tertawa merasa jika hal itu tidak mungkin terjadi, namun Charlotte mengedikkan bahunya di sana, dan aku tidak ambil pusing dan mengambil positif thinking nya saja, karena aku tidak ingin memikirkan hal buruk kepada siapapun. … Waktu bergulir dengan cepat, hingga tiba saatnya bagiku untuk pulang ke rumah, dan di tengah perjalanan aku memutuskan untuk membeli obat luka, alkohol dan juga perban, karena aku merasa jika ketiga benda itu akan sangat dibutuhkan untuk Mark, karena aku masih yakin jika ia yang terluka di sana. Sesampainya di apartemen, aku tidak langsung masuk ke apartemenku, melainkan berdiri dan menekan tombol bel milik Mark di sana, berniat untuk memberikan obat dan perban kepadanya, namun sudah lebih dari lima menit, pintu itu tidak kunjung di buka yang tentu saja membuatku bertanya-tanya saat ini. “Hh … apakah dia baik-baik saja?” gumamku merasa cemas dan curiga dengan hal yang tidak-tidak seperti, dia tidak pingsan kan? Dia tidak meninggal karena kehabisan darah kan? Dan lain hal sebagainya yang seharusnya tidak aku pikirkan pada saat itu. “Dia tidak akan ada di waktu ini, dia akan bekerja hingga subuh!” pandanganku menoleh menatap ke arah Scarlet yang baru saja keluar dari apartemen miliknya, mengenakan celana jean panjang dengan hoodie pink yang ia kenakan, “Oh? Jadi … Mark bekerja di malam hari?” tanyaku kepadanya yang kini berjalan melalui diriku seraya menganggukkan kepala di sana, “Eum … apakah kau tahu apa pekerjaannya?” tanyaku berusaha ramah kepada Scarlet, dan alih-alih menjawab, dirinya justru terkekeh dan menoleh ke arahku seraya berucap, “Apa pun pekerjaannya bukan urusanmu kan? Kau tidak perlu tahu pekerjaan orang lain, dan urusi lah urusanmu sendiri!” ucapnya terlewat cuek dan menyebalkan, yang tentu saja aku merasa terkejut mendengarnya yang kini masuk ke dalam lift dan menatapku dengan tajam sebelum akhirnya pintu lift itu tertutup di sana. “Dia baru saja menatapku dengan tajam?! wah! Anak kurang ajar!” gumamku kesal kepadanya, ingin rasanya aku berargumen dengan anak yang seperti itu, namun aku tahu jika hal itu tak ada gunanya di sana, sehingga aku hanya bisa menghembuskan napasku dengan kesal dan menahan amarahku karenanya.  “Ck!” pandanganku kini menatap ke arah obat dan perban yang telah aku beli di sana, dan akhirnya tidak ada pilihan lain selain membawanya ke dalam apartemenku dan berniat untuk memberikan obat serta perban itu besok kepadanya. “Yah … seperti itu lebih baik dari pada tidak!” gumamku dan akhirnya aku masuk ke dalam kamar dan berniat untuk menghubungi teman-temanku dan mengadu mengenai kelakuan menyebalkan dari gadis remaja bernama Scarlet itu. … 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN