Berita yang Mengerikan

1366 Kata
Malam hari itu berjalan sebagaimana mestinya, dan aku merasa bahwa aku menjadi lebih dekat lagi dengan Rico adikku, ya … kami banyak berbincang dan bahkan tidak hanya mengenai aku dan pekerjaanku, namun juga mengenai kuliah dari Rico, dan juga pacarnya yang baru saja putus dengannya karena permasalahan pengertian. Cecil, wanita muda itu tidak bisa mengerti keadaan Rico yang tengah sibuk menjalankan kuliahnya, ia terus menuntut Rico ini dan itu, yang pada akhirnya membuat sebuah pertengkaran yang tidak pernah berujung dan akhirnya perpisahan adalah jawabannya. Malam itu aku merasa bahwa aku sudah sangat mengerti Rico, dan begitu pula dengan sebaliknya, namun disayangkan malam itu berlalu dengan begitu singkat, karena di pagi harinya Rico harus pergi untuk menghadiri kampus dan pergi dari apartemenku. “Aku akan datang lagi jika tugasku tidak banyak seperti minggu ini!” pandanganku kala itu menatap ke arah Rico yang tengah memakai hoodie hitamnya di tengah ruang tamu saat itu, dan aku hanya mengangguk memeluk bantalan yang tergeletak di sofa sana, “Datanglah! Kau juga memiliki kunci apartemenku!” jelasku kepadanya yang kini tersenyum dan meraih sepatu miliknya untuk kemudian ia gunakan di sana. Pandanganku kini menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi, dan aku pun berjalan menghampirinya dan memutuskan untuk mengantarnya keluar dari pintu apartemenku. “Tak perlu mengantarku hingga basement, aku bisa melakukannya sendiri!” aku terkekeh ketika mendengar ucapan Rico yang seperti itu kepadaku, dan tentu saja hal itu membuatku mengangguk dan berucap, “Aku akan mengantarmu hingga pintu ini saja, bodoh! Untuk apa aku mengikutimu hingga Basement?” ucapku kepadanya yang tertawa mendengarku berkata seperti itu, “Kali saja!” jelasnya lagi, dan kini kami pun berjalan keluar dari apartemenku untuk berpamitan di pintuku, “Sampai jumpa nanti ya! Jangan kangen!” aku terkekeh mendengar Rico berkata seperti itu, dan aku menjulurkan lidahku kepadanya seraya berkata, “AKu yang harusnya berkata seperti itu, jangan kangen ya!” ucapku kepadanya yang kini tertawan dan pergi menuju lift di sana, ia menekan liftnya dan bersamaan dengan itu lift samping kiri terbuka dan membuatnya kini masuk ke dana, dan aku melambaikan tanganku dari pintu apartemenku yang terbuka kepadanya. Setelah pintu lift itu tertutup, kini giliran pintu lift samping kanan lah yang terbuka, dan kini menampakkan Mark yang melangkah berjalan membawa sebuah kantung plastik hitam di tangannya. “Oh, Hi … selamat pagi!” ucapku dengan ramah kepadanya, yang kini menoleh menatapku dan menganggukkan kepalanya seraya berjalan menuju pintu apartemennya, aku mengingat jika kami belum berkenalan sebelumnya, jadi dengan cepat aku berucap, “Ah … iya, kita belum berkenalan sebelumnya … aku yakin kau sudah tahu namaku, tapi aku belum tahu namamu, siapa namamu?” tanyaku seraya memperlihatkan senyuman ramahku kepadanya, senyuman terbaikku kepada laki-laki penghuni tiga lima delapan. “Oh … ya, aku lupa akan hal itu, Mark! Panggil aku Mark!” ucapnya, sudah aku duga! Scarlet menargetkan lelaki ini, pandanganku kini menoleh menatap kantung plastik itu dan membuatku kini menunjuk ke arah kantung tersebut seraya berucap, “Baru belanja ya?” tanyaku, aku memulai untuk berbasa-basi di sana, namun alih-alih jawaban Mark menatapku dengan menusuk, hingga aku terkejut di buatnya, dan tatapan itu berubah persekian detik menjadi ramah dan ia tersenyum ke arahku seraya berucap, “Mari, saya masuk duluan .. Sophia!” ucapnya yang seketika membuatku mengangguk menanggapinya, dan ia masuk begitu saja ke dalam apartemennya. Aku terdiam beribu bahasa, ku tutup kembali pintu apartemenku dan aku merasa melayang ketika mengingat Mark tersenyum seperti itu kepadaku, “Oh! Tampan sekali orang itu!! ck, dia menatapku tajam seolah ingin mengintimidasiku, namun ketika ia tersenyum, aku merasa luluh … astaga! Dia tampan sekali!” jelasku yang kini kembali mendecih dan menggelengkan kepalanya, aku adalah wanita yang mudah merasa tersentuh, apalagi melihat lelaki tampan yang termsenyum, dasar lemah! … Hari itu aku bekerja seperti biasanya, menghabiskan waktu untuk berkutat dengan mencatat setiap keputusan dari atasanku, memberikan berkas, menyusun File, menata ulang jadwal dan masih banyak lagi, namun semua itu aku kerjakan dengan sepenuh hati dan tidak merasa keberatan sama sekali. Hingga waktu pun bergulir dengan cepat dan akhirnya waktu istirahat yang ku nanti pun tiba. Aku berlari kecil untuk menghampiri Bob, Charlotte dan juga Marla yang menungguku di Lobby kantor, “Hei … ayo!” ajakku dengan senang kepada mereka bertiga, yang membuat mereka dengan ramah tersenyum ke arahku dan membuat Bob yang bersandar di tingah kantor itu pun mengangguk dan berkata, “Yah … kita akan makan di mana hari ini?” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Bob pada saat itu, membuat Charlotte kini berucap, “Ada kedai kebab enak di pinggir jalan dekat sini, ayo kita makan di sana!” ajaknya yang kini menoleh menatapku, dan aku dengan senang mengangguk menanggapi ajakan itu, tidak butuh waktu yang lama untuk pergi ke sana, karena kami hanya perlu menyeberang jalan, karena letaknya tepat di seberang pinggir kantor. “Hei, Sophia … bagaimana dengan malam tadi? Kau banyak berbincang dengannya?” pandanganku kini menoleh menatap ke arah Bob yang baru saja bertanya, dan hal itu membuatku tersenyum dan berkata, “Tidak juga! Kau tahu betapa canggungnya itu? Tapi untung saja, kami bisa menyesuaikan diri dan banyak berbincang!” jelasku kepada Bob, dan hal itu membuat Bob tertawa mendengarnya, ‘Berita terkini! Sebuah jasad tanpa kepala dan lengan telah ditemukan di sebuah tong sampah yang terletak di pinggir restaurant ternama di Iremia, jasad itu dalam keadaan tanpa busana dengan tubuh penuh memar dan luka. Polisi yang mendatangi TKP bahkan untuk pertama kalinya pihak polisi pemerintahan mengundang detektif dari Perusahaan I.F Corp untuk memecahkan bersama perihal kasus yang mengerikan ini!’ Pandanganku dan ketiga temanku seketika saja menoleh menatap ke arah televisi nasional yang baru saja mengabarkan berita pembunuhan mengerikan di hari itu, pandangan kami terus tertuju ke arah pemberitaan itu, ‘Korban merupakan seorang wanita, tidak ada tanda pengenal, tidak ada sidik jadi mau pun barang bukti yang ditemukan oleh pihak kepolisian sejauh ini. Berikut adalah wawancara kami dengan salah satu pihak polisi yang bertugas di TKP!’ “Selamat siang, bagaimana kejadian pertama kalinya jasad wanita malang ini ditemukan dan pukul berapa sekiranya jasad ini ditemukan?” tanya sang warta berita di sana, dan hal itu membuat seorang polisi tersebut menoleh ke arah kamera dan berucap, “Eum … jasad ini ditemukan pada pukul sembilan pagi tadi oleh juru masak dari restaurant yang hendak membuang sampah dari sisa masakan yang sudah tidak terpakai!” jelas pak polisi di sana, “Bagaimana kondisi jasad tersebut ditemukan pertama kalinya, pak?” tanya warta berita tersebut, “Sang juru masak langsung mengetahui itu jasad, karena memang tak ada satu pun yang menutupinya di sana, bahkan tak ada plastik untuk menutupi jasad itu … seperti dia dibiarkan sengaja seperti itu!” penjelasan dari polisi di sana, seketika membuat sang warta berita menahan napasnya terkejut akan hal itu. Bahkan, aku pun yang mendengarnya hanya bisa menelan ludah karena merasa ngeri setelah mendengar informasi tersebut. “Mengerikan!” pandanganku kini menoleh menatap ke arah Marla yang baru saja berucap demikian, dan hal itu membuatku menganggukkan kepala sepakat dengan apa yang diucapkan oleh Marla saat itu. “Kita harus berhati-hati kepada orang baru, jangan sampai lengah!” Aku kembali mengangguk menanggapi ucapan Charlotte, “Ya … benar, zaman sekarang … para pembunuh semakin keji dan gila!” jelasku menambahkan dan ketiga temanku itu mengangguk sepakat atas ucapanku. “Ck … hah …” aku menghembuskan napasku dan meletakan daging kebab itu di atas piring, dan hal itu membuat Bob bertanya kepadaku, “Kenapa? Ada yang salah dengan dagingnya?” pandanganku menoleh menatap Bob, dan aku menggeleng seraya berkata, “A,… aku jadi tidak selera makan kebab!” ucapku kepadanya, dan hal itu membuatnya tertawa mendengarku berkata demikian, dan bahkan tidak hanya aku, Charlotte pun sama. “Ternyata kalian adalah orang yang mudah terpengaruhi ya! Kalau aku sih … karena lapar, jadi biasa saja!” jelas Marla yang kini melahap daging kebab itu dengan nikmat, dan begitu pula dengan Bob yang kemudian menggeser cola miliknya kepadaku untuk kemudian berkata, “Kalau begitu minum saja cola ini! Biarkan aku yang menghabiskan kebabnya!” aku terkekeh mendengarnya berkata seperti itu, dan karena memang aku tidak bisa lagi memakan daging tersebut, dengan terpaksa aku meraih gelas cola milik Bob dan meminumnya hingga habis. … 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN