Drystan bersiap ketika pria asing itu menunduk di hadapan bocah lelaki yang tengah terlelap di ranjangnya. Ia harus benar-benar memperhitungkan langkahnya atau targetnya akan kabur secepat kilat. Edward sudah bersiap di posisinya pula setelah Drystan secara spontan mengirimkan sinyal bahwa yang mereka kejar sudah berada di tempat.
Satu…. Dua…. Tiga….
Drystan melompat dan membungkus kepala pria asing itu dengan kain hitam. Ia memberontak dan memukul-mukul tangan Drystan yang menahan kain itu. Cukup sulit mengimbangi gerakan pria asing itu mengingat tubuhnya jauh lebih besar dan tinggi daripada Drystan sendiri. perawakannya hampir-hampir seperti Aaron, dan jelas Drystan tidak akan pernah menang adu fisik dengan pria yang sejenis dengan Aaron.
Edward segera masuk tak lama setelah Drystan berusaha menahan pria itu. Edward segera menendang lutut bagian belakang pria itu dan membuatnya terpaksa jatuh. Segera Edward menarik kedua lengan pria itu dan mengikatnya dengan tambang kuat-kuat. Sebelum pria itu sempat kembali memberontak, Edward menodongkan pistol di leher kanannya.
“Diam, atau kau langsung mati.” Bisiknya tajam.
Pria itu seketika berhenti memberontak. Drystan melepaskan kain hitam itu namun segera menggantinya dengan penutup mata lain. Ia juga segera memastikan bahwa anak laki-laki yang sedang tidur itu sama sekali tidak terluka. Tindakan mereka memang tidak banyak menimbulkan suara mengingat Drystan segera meredam suara pria itu dengan kain yang menutupi kepalanya. Ia juga cukup bersyukur anak laki-laki itu terlelap sampai tidak sadar bahwa seseorang tengah masuk ke kamarnya.
Segera keduanya keluar dengan membawa pria asing itu. Sesuai yang telah mereka rencanakan, kamera pengawas di sekitar mereka melintas telah dimodifikasi sehingga tidak akan menangkap gambar mereka sama sekali. Edward terus menodongkan pistolnya demi menjaga pria itu tetap diam dan tidak berisiko kabur.
Justru yang paling menyusahkan adalah membawanya kembali ke rumah Edward tanpa terlihat siapa pun, karena sekali saja terlihat, Edward dan Drystan akan langsung tampak sebagai penjahat dan kehidupan mereka akan langsung berakhir.
Seasampainya di rumah, Edward memaksa pria itu duduk pada kursi kayu dan kembali mengikatnya berikut dengan tubuh dan juga kakinya.
“Aku tidak menyangka pola yang kau perkirakan benar.” ujar Drystan.
“Yeah, hanya pola untuk mendapatkan salah satu antek-antek mereka. Aku yakin bosnya masih bebas tertawa-tawa di luar sana.”
Drystan mengamati wajah pria yang tengah menoleh kesana-kemari karena penutup mata yang dipakaikan kepadanya. “Rasanya aku mengenalnya.” Gumam Drystan pada dirinya sendiri.
“Apa?”
“Ah, tidak. Jadi, apa yang akan kita lakukan? Interogasi?”
Edward menatap tajam pria asing di hadapannya. “Aku tidak yakin dia akan memberikan jawaban yang bagus. Aku bahkan yakin dia akan dengan senang hati bunuh diri sebelum perkumpulannya terbongkar.”
“Hee? Lantas, percuma kita menangkapnya.” Dengus Drystan.
“Tidak juga.” Edward mengacak surai pirang Drystan, membuatnya mengeluh dan protes tentang betapa tidak sukanya ia diperlakukan seperti anak kecil. “Aku akan memaksanya bicara.”
Drystan mundur selangkah. “K-Kau tidak berpikir akan menyiksanya ‘kan?”
Edward mengangkat bahu dengan seringai tipis. “Aku tidak suka melukai fisik orang, tapi kau bisa menyebutku menyiksanya karena aku akan menyiksa psikisnya. Aku selalu penuh persiapan, Drystan.”
Drystan memandang wajah Edward dengan gelenyar dingin di sekitar lehernya. Wajah pria itu tampak menyeramkan. Dan ngomong-ngomong, seringai di bibir Edward semakin melebar.
“K-Kau menyeramkan.”
Edward menyudahi seringainya dan menggantikannya dengan senyum gentleman yang selalu ia gunakan ketika bertemu dengan orang-orang. “Ambilkan aku dokumen yang berada di map merah di atas meja kerjaku.”
“Di kamarmu?”
Edward mengangguk.
“Kau yakin aku boleh masuk kamarmu?”
“Ambilkan Drystan.”
Drystan segera berlari ketika Edward sedikit meninggikan suaranya. Langkahnya agak kaku ketika ia benar-benar telah memasuki kamar yang paling pribadi di dalam rumah ini. ketika pandangannya menyapu seluruh ruangan, tidak ada yang tampak aneh dari kamar Edward. Meja kerja dengan banyak sekali dokumen berserakan, lemari pakaian dan rak khusus berisi buku-buku dan map-map yang Drystan yakini bagian dari pekerjaan pria itu.
Satu-satunya yang menarik perhatiannya hanya sebuah pigura berukuran sedang yang terletak di nakas sebelah tempat tidur. Pigura itu berisi sebuah foto keluarga. Edward—yang tampak lebih muda, seorang gadis belia yang Drystan yakini sebagai adik perempuan yang selalu diceritakan oleh Edward, dan sepasang suami istri yang pastinya adalah kedua orang tua mereka.
Drystan tersenyum kecil. “Keluarga bahagia.” dan ia segera keluar dengan membawa apa yang Edward minta.
Ketika Drystan kembali kepada Edward, pria itu tengah duduk sembari menyilangkan sebelah kakinya di hadapan si pria asing. Segera Drystan memberikan apa yang diminta oleh Edward. Ia mengintip isi map itu ketika Edward membukanya. Dokumen-dokumen dalam bendelan sedang dan beberapa foto yang disusun dalam sebuah lembaran.
“Oh?” gumam Drystan tanpa sadar.
Edward menyeringai. “Mengetahui siapa musuhmu adalah langkah utama dalam kemenangan Drystan.”
Drystan bergidik. Ia selalu mendengar Aaron yang berceramah soal para detektif handal kepolisian yang memiliki banyak cara untuk membungkam targetnya, mendapatkan apa yang mereka inginkan dari mereka dengan berbagai cara. Dan Drystan selalu menganggap kisah Aaron itu sebagai angin lalu sambil berpikir bahwa ia penasaran dan akan percaya jika ia sudah melihatnya sendiri. Sekarang, mendadak Drystan ingin meminta maaf kepada Aaron. Tapi tidak mungkin, karena jika ia lakukan maka percuma saja dirinya kabur sampai harus menumpang di rumah seorang detektif yang jelas-jelas adalah anomali kehidupannya sendiri.
Edward menatap Drystan dan menarik pergelangan tangannya hingga pemuda itu menubruk tubuhnya. “Kenapa mundur?”
“Ck, jangan menarikku sialan.”
Edward terbahak. Ia melepaskan genggamannya dan kembali membuka-buka isi dokumen yang ada di tangannya.
“Pedro Martinez, katakan kenapa kau bisa tergabung dengan organisasi pembunuhan anak-anak?”
Pria itu meronta. “Kau kira aku akan menjawabnya begitu saja?”
Edward menarik seringai tipis. “Tidak. Kalau kau langsung menjawab, tidak seru untukku. Ah, mungkin aku bisa membawa Aisha Harmon untuk menemanimu?”
Pria itu berhenti bergerak. “K-Kau, bagaimana kau tahu nama itu?”
“Mudah. Aku tahu seluruh relasi keluargamu, aku bahkan bisa membawa mereka kemari jika kau mau. Terutama Aisha itu? Kekasihmu ‘kan?”
Pedro meremat telapak tangannya sendiri. Ia tidak bisa mengenali siapa yang membawanya, tetapi orang itu bahkan tahu nama-nama orang yang terikat dengannya.
“Kumohon jangan.”
“Aku tidak sejahat itu lho. Aku yakin sekali mereka tidak tahu dengan apa yang kau lakukan, tapi apa kau pernah sadar jika tindakanmu bisa saja menyeret mereka ke dalam kesialan juga? Bagaimana kalau aku memberimu penawaran, kau katakan informasi tentang organisasimu itu, dan relasi kerabatmu tetap aman?”
Drystan melebarkan mata. Daripada sebuah penawaran, apa yang dikatakan Edward tak lebih dari sebuah ancaman. Pedro jelas tidak memiliki pilihan karena dari kedua sisi sama-sama merugikannya. Drystan bahkan berpikir, jika keluarga dan relasi Pedro aman di tangan Edward, maka organisasi tempatnya bernaunglah yang akan menghabisi mereka. Pada akhirnya, yang Pedro dapatkan hanya keluarganya yang dihabisi, tidak ada opsi lainnya.
Sekelebat pikiran tiba-tiba masuk ke dalam kepalanya. Suatu hari nanti, jika ia berkonflik dengan Edward, apakah ia akan berada pada posisi yang sama dengan Pedro?
Ѡ