Ajakan Nikah

1481 Kata
Bab 2 Ajakan Nikah Divi mendapat panggilan dari Jayden saat ia sudah bersiap untuk pulang. Ia melihat ponselnya dan segera mengangkatnya. “Halo, Jay.” “Sayang, aku udah nungguin di luar!” kata Jayden to the point. “Kamu masih lama nggak di dalam?” “Bentar lagi aku ke luar kok, Jay. Sebentar ya,” balas Divi. Ia melihat ke arah Hana sambil melambaikan tangannya. Divi pun berjalan ke luar dari kantor tempatnya bekerja. “Aku nungguin di luar nih, Sayang.” “Iya, Jay.” Divi pun mematikan panggilannya. Divi masuk ke dalam mobil dengan senyum indah menghiasi wajahnya. “Kamu udah lama nungguin?” “Nggak kok. Baru aja,” kata Jayden. Ia menunggu Divi mengenakan sabuk pengaman mobilnya. Setelah siap, ia pun melajukan mobilnya. “Kamu udah bawa baju ganti?” tanya Jayden lagi. Divi mengangguk. “Udah ada di ransel aku semua kok,” balas Jayden. Laki-laki itu tersenyum senang. Ia mengusap kening Divi lalu mencubit pipinya dengan gemas. “Ih apaan sih, Jay, cubit-cubit! Sakit tahu,” kata Divi. Jayden pun segera mengusap pipi Divi dengan lembut. “Sorry deh sorry.” Divi tersenyum saat merasakan sentuhan lembut Jayden. Ia menyukai sentuhan yang diberikan kekasihnya. Selama perjalanan menuju penginapan, Divi dan Jayden mengobrol tentang pekerjaan mereka nanti. Mereka juga membahas tentang kehidupan mereka nanti setelah berjauhan. “Aku janji nggak akan berubah meskipun kita LDR.” Divi tersenyum tipis. “Kita kuat kan, Jay, buat LDR?” “Menurut kamu?” tanya Jayden balik. Divi mendesah pelan lalu menganggukkan kepala dengan sangat yakin. “Aku yakin, kita bakal kuat!” Jayden menganggukkan kepalanya juga. Ia menarik tangan Divi lalu menggenggamnya dengan erat. Laki-laki itu juga tersenyum sangat manis hingga membuat Divi yang melihatnya merasa dimabuk kepayang akan ketampanan kekasihnya. Perjalanan menuju puncak Bogor dilalui ditemani lagu-lagu hits yang berasal dari music player mobil Jayden. Divi memperhatikan Jayden dengan senyum simpulnya. “Jay?” “Hmm?” Jayden menoleh ke arah Divi. “Kamu ganteng, tinggi, apa nggak mau beralih profesi sebagai model?” Jayden tertawa pelan. “Aku suka kerjaanku. Aku belum pernah berpikir untuk menjadi model,” balas Jayden apa adanya. Pekerjaannya menjadi arsitektur adalah pekerjaan terbaik yang dimilikinya. “Aku ganteng banget ya? Sampai kamu mau aku jadi model?” tanya Jayden dengan senyum manis di wajahnya. Divi tertawa mendengar ucapan penuh kepercayaan diri dari kekasihnya. “Iya, kamu emang ganteng. Kalau nggak ganteng, aku nggak mau sama kamu?” “Oh jadi alasan kamu menerima aku karena aku ganteng?” tanya Jayden dengan senyum menggodanya. “Salah satunya.” Jayden menganggukkan kepalanya. “Terus hal apa yang paling kamu sukai dariku?” “Apa ya?” tanya Divi balik. “Aku suka semua yang ada di diri kamu.” “Serius?” tanya Jayden. “Kamu pinter ngegombal juga ya ternyata.” Jayden tertawa, diiringi tawa Divi. Mereka menikmati waktu bersama mereka menuju vila yang sudah dipesan Jayden. *** Pukul 19.30 malam, Jayden dan Divi akhirnya sampai ke vila yang akan mereka tempati sampai besok. Keduanya ke luar dari dalam mobil lalu mengeluarkan pula bawaan mereka. Dua tas ransel yang cukup besar milik Divi dan Jayden yang kini sudah dalam penanganan sang laki-laki. Divi melihat sekitarnya dan tersenyum. “Kamu nggak papa Jay nyewa vila kayak sekarang?” “Nggak papa. Sekali-kali juga lagian.” Divi menganggukkan kepalanya. Jayden menurunkan barang-barangnya lalu membuka kunci vila. Setelah berhasil membukanya, Jayden kembali membawa masuk tasnya dan milik kekasihnya. Mereka masuk ke dalam dan segera menjatuhkan tubuhnya di sofa. “Kamu suka nggak?” tanya Jayden pada kekasihnya, Divi, yang ikut menjatuhkan tubuhnya di sofa di sampingnya. Mereka duduk berdampingan. Tangan Jayden memeluk tubuh Divi yang berada di sampingnya. Tak lupa, ia mencium kening gadis itu. Mereka pun terdiam beberapa saat kemudian. “Jay, aku mandi duluan ya?” kata Divi sambil beranjak berdiri setelah beberapa saat bersandar di bahu kekasihnya. Jayden mengangguk. Divi pun mengambil tasnya. Ia mengeluarkan handuk kimono yang dibawanya dan seperangkat peralatan mandi yang biasa digunakannya. Sementara Divi mandi, Jayden memutuskan untuk memasak air. Ia akan membuat mie instan untuknya dan Divi. Karena Jayden sudah mandi sore sebelum berangkat menjemput Divi, jadi ia tidak memiliki niatan untuk mandi. Sambil menunggu Divi selesai mandi, Jayden terus membayangkan tubuh Divi yang indah. Wajahnya mendadak merah. “Sial! Kenapa bayangan Divi nggak bisa hilang dari pikiranku?” tanya Jayden pada dirinya sendiri. Ia melihat panci teflon yang berisi mie instannya yang hampir matang lalu mematikan kompor saat merasa kematangan mie yang dimasaknya sudah cukup. Jayden memindahkan mie rebus yang dimasaknya ke atas mangkuk yang tersedia dari penginapan lalu mengambil sendok. Ia mencobanya dan merasa hangat di mulutnya. Mie rebus di suasana puncak yang dingin. Pas sekali, pikir Jayden. “Jay, kamu bikin mie rebus?” tanya Divi yang baru saja ke luar dari kamar mandi dengan handuk kimono di tubuhnya. Gadis itu kelihatan kedinginan. “Kamu cepet banget mandinya, Div?” tanya Jayden. Ia sama sekali tidak membalas pertanyaan kekasihnya. “Dingin banget!! Huft!” balas Divi. Ia mengambil sendok lain lalu mencicipi mie rebus buatan Jayden. “Hmm, hangat!” kata Divi dengan senyumnya. “Mau kubuatin s**u coklat?” tanya Jayden, tiba-tiba menawarkan diri. Divi pun menganggukkan kepalanya. “Makasih, Jay.” “Apa sih yang nggak buat kamu, Div!” Jayden mengecup pipi Divi lalu menyalakan teflon granit lain yang berisi air. Ia membuat air panas. Sambil menunggu airnya matang, Jayden mengambil s**u yang sudah disiapkan sebelumnya. Senyumnya yang nakal terlihat saat ia memasukkannya ke dalam gelas panjang yang ia siapkan. “Jay, kayaknya mi-nya kurang deh.” “Nggak papa, Div, kalau kamu laper, kamu bisa habisin. Nanti aku bikin lagi nih!” Jayden membersihkan bekas masak mie rebusnya lalu memasukan air lagi untuk membuat mie rebus kedua. Divi tersenyum senang. Ia menghampiri Jayden lalu memeluk kekasihnya dari belakang. Jayden terkejut tapi tetap menerima pelukan Divi. “Makasih ya?” “Apa sih yang nggak buat kamu?” Divi menganggukkan kepalanya. “Aku kok beruntung banget ya dapatin pacar ganteng kayak kamu. Udah ganteng, kamu juga perhatian banget sama aku,” kata Divi memuji Jayden. Jayden tertawa mendengar pujian diberikan untuknya. Ia membalik tubuhnya lalu mengusap rambut depan setengah basah Divi. “Aku juga beruntung punya kamu. Sejauh ini, kamu yang paling cocok buatku. Kamu nggak rempong, nggak posesif.” Divi mendengarkan dengan wajah tenang di depan d**a Jayden. “Apa kita nikah aja ya, Div?” Divi langsung tertawa. “Emang kamu udah mau nikah?” Jayden pun tertawa. Ia mengusap rambut Divi dengan gemas lalu mencium pipinya berkali-kali. Setelah airnya mendidih, Jayden menyiapkan s**u untuk Divi dan memasukkan mie instan ke dalam teflon granit. Divi kembali menikmati mie rebusnya yang sudah tinggal sedikit. Jayden ikut makan dan mereka menghabiskannya bersama. Satu mangkuk berdua. Divi merasakan keromantisan sederhana antara hubungannya dengan Jayden. Setelah makanannya habis, Jayden mengambilkan mie rebus yang baru dimasaknya yang sudah kembali matang. Mereka memakannya bersama hingga tak bersisa. Merasa kenyang, Jayden memberikan botol air mineral pada Divi. Kekasihnya itu menerima, ia meneguk minumannya dan bergantian dengan Jayden. Setelah mie dalam perutnya dinetralisir dengan air mineral. Jayden pun menatap Divi beberapa saat. Ia mengecup pipi Divi sambil membawakan dua s**u coklat hangat untuk mereka nikmati bersama. “Aku ganti baju dulu, Jay,” kata Divi berpamitan. Jayden menahan Divi. Ia menarik gadis itu dan duduk di pangkuannya hanya dengan menggunakan kimono handuknya. “Nanti lagi. Kita minum s**u dulu.” Divi melingkarkan tangannya di pundak kekasihnya lalu menatap Jayden dengan manja. Laki-laki yang sedang ditatapnya justru tertawa. Tiga bulan sudah ia menahan diri untuk tidak menyentuh Divi lebih jauh. Tangan Jayden melingkari pinggang Divi dengan posesif dan wajahnya menampilkan senyum yang terlampau manis. “Kamu nggak akan nyesel kan setelah ini?” tanya Jayden. Mereka memutuskan untuk bermalam di puncak tentu saja karena ingin hubungan mereka lebih intim lagi. Tak hanya berciuman, tapi lebih dari itu. Divi mengangguk. “Aku cinta sama kamu, Jay. Aku nggak akan nyesel. Aku yakin,” balas Divi penuh keyakinan. Tangan Jayden memainkan rambut milik Divi. Tak lama kemudian, ia melihat ke arah meja di mana gelasnya berada. Ia ingin meraihnya dan Divi yang berada di posisi paling dekat dengan gelas itu pun memberikannya pada Jayden. Mereka menikmati s**u coklat hangat dengan beberapa kali tegukan. Berbeda dengan Jayden yang tidak terlalu banyak minum. Ia melihat ke arah Divi dan tersenyum misterus saat gadis itu menghabiskan susunya. “Udah?” tanya Jayden. Ia mengambil gelas kosong di tangan Divi lalu menaruhnya di atas meja. Kembali menatap Divi, Jayden tersenyum penuh makna. “Kamu kelihatan cantik, Div,” kata Jayden memuji Divi secara berlebihan. Divi tersenyum malu. “Ehm, aku mau minum air putih lagi, Jay.” Divi bangkit berdiri dan Jayden membiarkannya. Sementara Jayden menunggu obat perangsang yang sudah masuk ke dalam tubuh Divi bereaksi, ia hanya memperhatikan tingkah laku kekasihnya. Senyuman nakal tak berhenti menghiasi wajah Jayden.[] *** bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN