part 13

1077 Kata
Jin mengemudikan mobilnya dengan perasaan campur aduk. Marah dan takut bercampur menjadi satu. Rasa marah pada dirinya sendiri karena sebagai Kakak sulung, ia tak bisa melakukan apa-apa untuk semua yang menimpa adik-adiknya, dan rasa takut kehilangan adik bungsunya yang sampai sekarang belum tentu dimana keberadaannya. "Arghhhhhh ... Kenapa ini semua terjadi pada keluargaku?"Frustasinya memukul keras stirnya. Dia menatap jalan yang dilewatinya dengan pandangan kosong, jalanan yang sepi disaat petang mulai menjelang malam. Bahkan Jin tak menyadari sosok berpakaian hitam hendak lewat disaat mobilnya sedang melaju sedang. Cekiittttttt Brakk! Jin terkejut luar biasa, matanya menatap panik sosok yang ditabraknya itu yang sekarang tengah mengaduh memegang kedua lututnya. Untung saja ia bisa segera mengerem mobilnya dan tidak sampai membuat sosok itu tewas ditempat. Jin keluar dari mobilnya, dan segera memeriksa sosok yang ternyata seorang wanita paruh baya itu. "Kita kerumah sakit sekarang!"Ujarnya hendak memapah wanita itu masuk ke dalam mobilnya, namun wanita itu segera menepis kasar tangannya dan mendongak dengan tatapan tajamnya. Jin terkejut! tentu saja. Wanita itu memakai masker, namun bisa Jin lihat bekas luka bakar disekitaran mata sebelah kirinya dan Jin tau, sebagian wajah yang tertutup masker itu juga pasti memiliki bekas luka yang sama. "Orang kaya memang selalu seenaknya"Dingin dan tajam, wanita itu membuang pandangannya dari Jin yang mengernyit heran. "Maaf bi, aku hanya ingin membantu---"Dan ucapan Jin justru disambut gelak tawa oleh wanita itu yang tentu saja membuat Jin semakin dilanda bingung. Tawa meremehkan yang sama sekali tak pernah Jin dengar dari orang lain selama hidupnya. "Membantu? cih, kau hanya sedang menutupi kesalahanmu. b******k sekali memang"Jin menghela nafas panjang. Berbicara dengan wanita ini mungkin tak akan ada habisnya. Matanya menatap teduh wanita yang semakin menatapnya tajam itu. "Baiklah ... Sekarang apa mau Bibi? sebagai ganti atas kesalahanku tadi"Ujarnya halus mencoba membuat wanita itu mengerti. "Aku tak butuh apapun dari orang-orang seperti kalian yang hanya bisa mengendalikan uang"Wanita itu masih dengan tatapan tajamnya berbicara sarkas sembari bangkit dan berjalan tertatih hendak pergi dari sana, namun Jin yang merasa bersalah akan keadaan wanita itu menahan pergelangan tangannya. "Aku akan mengantar Bibi, dan aku tidak butuh penolakan!"Wanita itu membrontak, namun Jin tetap menariknya masuk ke dalam mobilnya. ▪ ▪ ▪ ▪ Jimin menatap Taehyung yang terdiam dengan tangan memeluk potonya dan sang adik erat, Anak itu bahkan tak mengajaknya bicara sama sekali semenjak ia datang ke kamar rawatnya. "Aku mengerti perasaanmu Tae"Lirih Jimin membuka suara, Taehyung menatapnya tajam. "Tidak akan! kalian tidak akan pernah mengerti perasaanku"Jawabnya lugas, Jimin menghela nafas panjang. "Apa yang tidak aku mengerti?"Jimin menatap dalam retina mata Taehyung. "Orang tuamu?"Jeda, "Aku bahkan lebih parah darimu yang menyaksikan bagaimana Eommaku sekarang seperti orang gila"Lirihnya. "Apa Jungkook?"Taehyung terdiam. "Kau pikir aku tak menyayanginya sepertimu?"Suara Jimin bergetar. "Setelah apa yang kita lalui bersama"Lanjutnya. Taehyung membalas tatapannya. "Kenapa?" "Bukankah Yoongi hyung dan Appa sudah melakukan segalanya? lalu kenapa mereka tak bisa menemukan keberadaan satu orang dengan kekuasaan yang mereka punya"Jimin sontak membawa Taehyung masuk ke dalam pelukannya. Lalu mereka tersadar akan getaran ponsel mereka yang bergetar secara bersamaan, Jimin yang pertama kali merogoh saku celananya untuk melihat, siapa yang mengiriminya pesan. From; Unknown Jimin hyung mengalami hal yang sulit, aku berharap kau selalu tegar untuk apa yang akan terjadi selanjutnya. JK Taehyung menatap bingung Jimin yang mematung setelah membuka ponselnya, lalu dia menatap ponselnya sendiri dan menghidupkannya. From ; Unknown Aku mungkin tak mengerti perasaanmu hyung, tapi percayalah ... apa yang ku lalui lebih mengerikan dari apapun yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya. Jk Taehyung dan Jimin sontak saling tatap kemudian. "J-jungkook?"Gumam mereka bersamaan. ▪ ▪ ▪ ▪ Jinwoon tak sedikitpun beranjak dari duduknya bahkan dia hanya terdiam membisu menyaksikan bagaimana istrinya sekarang tengah terisak pilu dengan kedua lutut yang dipeluk erat. Yoora mendongak, menatap penuh luka suaminya yang membalas dengan wajah tanpa ekspresi. "Aku tak menyangka, kenapa? hiks hiks" Jinwoon masih setia dengan keterdiamannya. "JINWOON JAWAB!!"Bentak Yoora, dan Jinwoon yang masih kecewa dengan sikap istrinya pada putra bungsunya itu membuatnya tak sedikitpun memiliki niat untuk membela dirinya. "Apa kau selama ini memang sudah bosan denganku?"Dan pertanyaan Yoora kali ini membuatnya membeku, dan ingatan tentang janjinya malam itu pada putra bungsunya langsung membuat rasa bersalah perlahan menghinggapinya. Jinwoon bangkit lalu merunduk untuk membawa tubuh Yoora yang memberontak masuk ke dalam pelukannya. "Maafkan aku"Bisiknya, Yoora menggeleng kuat. "Kau bermain di belakangku hiks hiks ... Bagaimana bisa aku memaafkanmu---"Jinwoon menghela nafas berat, semakin mengeratkan pelukannya pada sang istri yang perlahan luluh. "Demi putra-putra kita"Dan Yoora terdiam. ▪ ▪ ▪ ▪ Jin menatap Flat sederhana tempat wanita itu tinggal dalam diam, sampai saat wanita itu datang membawakan air putih dengan wajah dinginnya padanya membuatnya terkejut, karena wanita itu sudah melepas masker dan tudung yang menyembunyikan rambut panjangnya. Jin berdehem singkat, lalu tersenyum. "Rambut Bibi indah"Pujinya. Wanita itu terkekeh. "Kau mengingatkanku pada putraku dulu, Dia sama sepertimu suka memuji rambutku"Untuk pertama kalinya wanita itu berbicara tanpa nada dingin padanya. "Kau tidak takut padaku?"Tanya wanita itu, Jin tersenyum tulus Wanita itu tertegun. "Kenapa harus? kau hanya perlu sedikit polesan benda canggih untuk membuatmu kembali cantik"Wanita itu tersenyum sinis. "Itu gampang! untuk orang sepertimu"Jin masih mempertahankan senyuman manisnya. "Kalau Bibi mau, aku bisa membantumu"Wanita itu terkekeh. "Tidak perlu! aku sudah terbiasa dengan keadaan wajah seperti ini"Jin mengangguk mengerti. "Emmm oh ya, tadi Bibi menyebut putra bukan? lalu dimana putramu itu?"Wanita itu terdiam, dan Jin menyadari perubahan raut dari wanita itu. "Dia sudah lama mati!"Jin membatu. "Bibi maaf"Wanita tersenyum pahit. "Tidak apa " Lalu hening terjadi diantara mereka. ▪ ▪ ▪ ▪ Yoongi terdiam memandang kosong tubuh Bibinya yang sudah terlelap setelah mengamuk tadi. Disampingnya Sejeon, Namjoon dan Hoseok melakukan hal yang sama. "Apa yang harus ku lakukan?"Lirih Yoongi dengan suara bergetar. "Sampai kapan aku harus menunggu Bibi pulih?"Lanjutnya, Hoseok mengusap lembut punggungnya. "Kau harus tenang nak!"Sahut Sejeon, Yoongi menggeleng. "Apa aku harus menunggu sampai aku menemukan sendiri jasad adikku!"Mereka sontak terkejut dengan ucapan Yoongi. "HYUNG!!"Bentak Namjoon tak suka. ▪ ▪ ▪ ▪ Wanita dengan rambut panjang tergurai itu mengamuk, membanting semua benda yang ada dihadapannya. Ingatan tentang kematian putranya dulu membuatnya tak bisa mengendalikan Emosi. Namun beberapa menit kemudian, dia tersenyum menatap penuh benci potret keluarga harmonis yang nampak bahagia. Dia terkekeh ... "Sekarang kau mengerti kan bagaimana perasaanku, Jeon Jinwoon?"Lirihnya pada poto yang pada bagian sosok anak paling kecil di poto itu sudah diberi tanda x berwarna merah. "Tapi tidak, Aku belum puas hanya dengan putra kesayanganmu itu. Aku masih ingin melihatmu hancur"Lalu dia tertawa mengerikan. ▪ ▪ ▪ ▪ Yoongi memejamkan matanya erat menikmati udara segar di bangku panjang berwarna putih yang ada di Taman dekat Mansionnya. Matanya memanas tiap kali mengingat keadaan keluarganya yang kacau, dua minggu kurang lebih adik bungsunya menghilang tanpa kabar, dia juga sudah berusaha semaksimal mungkin dengan memasang poto dan iklan adiknya di berbagai media, Namun semuanya masih sama. Tidak ada tanda-tanda adiknya akan kembali ataupun ditemukan. Dan sebentar lagi ia akan lulus kuliah dan menjadi sosok yang di inginkannya. Yoongi menghela nafas panjang lalu sebuah kertas tiba-tiba terbang dan jatuh dibawah dan mengenai sepatunya, Yoongi menunduk mengambil kertas tersebut. Menyedihkan sekali! Karena mungkin kasus pertamamu adalah tentang hilangnya adikmu, atau bisa ku katakan kematian adikmu? ■■■■■
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN