Jungkook tersenyum lebar mendapati hyung pertamanya tengah sibuk berkutat dengan laptop dihadapannya. Anak itu saling melemparkan tatapan dengan Taehyung yang sibuk merekam semuanya.
"Emmm Hyung, aku punya sesuatu untukmu?" Jungkook tersenyum misterius dan Jin yang sontak mengalihkan atensinya pada sang adik mengernyit, memilih menutup laptopnya lalu menatap curiga kedua adiknya. Terlebih dengan kamera yang dibawa Taehyung.
"Ada apa?"Tanyanya memicing, Taehyung terkekeh terlihat tengah berusaha menahan ketawanya lagi-lagi membuat Jin merasa was-was.
Jungkook tersenyum semakin lebar menodongkan tangannya dengan jari yang terkepal.
"Apa?"Jin bertanya jengkel, dan telapak tangan itu terbuka tepat didepan wajahnya.
"HUAAAAAAAAAAA!!! JAUHKAN HEWAN MENJIJIKKAN ITU!"
Jin berteriak panik spontan meloncat ke tempat tidurnya.
"JHAHAHAHAHA"
"ADIK KURANG AJAR!!! JAUHKANNNN HUAAAAA"
"JHAHAHAHAHA!!!!"
Jungkook memegang perutnya mencoba menghentikan tawanya dan terus mendekat kearah Jin yang hampir menangis karena serangga yang dibawanya.
"HUAAAAAA! HYUNG MOHON SAENG"
"JAUHKAN!!! JAUHKANNNN HUAAAA"
"HYUNG AKAN MELAKUKAN APAPUN PADA KALIANNN ... HUAAAAAAA, JAUHKAN!!!!"
Plak!
Plak!
Jin menghela nafasnya berat lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Dia ingat betul saat itu Yoongi masuk ke dalam kamarnya dengan wajah menahan kantuk dan langsung menggeplak kepala kedua anak itu dan menjewernya keluar dari kamarnya.
Jin tersenyum kecil mengingatnya, namun lagi-lagi rasa sesak menghinggapinya dikala menyadari saat ini salah satu adiknya sekarang entah berada dimana.
"Hyung harap kau selalu baik-baik saja saeng" Dia menunduk menyembunyikan raut sedihnya. Lalu saat getaran berasal dari ponselnya membuatnya terkejut.
Satu pesan masuk.
From; Unknown
Setidaknya seekor serangga tidak jauh lebih mengerikan dari kehilanganku kan Hyung?"
JK
Tubuh Jin tiba-tiba meremang, dengan wajah panik dia menatap kesekitar ruangannya yang sepi.
"J-jungkook?"Panggilnya pelan, pandangannya terus mengedar kesekeliling bahkan dia berlari mengecek ke kamar mandi dan jendela rumah sakit itu. Namun nihil tak ada apapun.
"Jungkook, hyung mohon jangan bercanda" Setelah semua bukti yang ada, Jin tetap berharap anak itu baik-baik saja.
"JUNGKOOK!!"Teriaknya namun hanya hening yang ada. Dengan tangan bergetar dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang yang mengiriminya pesan tadi.
Namun hingga kesekian kalinya hanya suara operator yang terdengar.
▪
▪
▪
▪
Yoongi tak henti-hentinya memandang kosong ponselnya.
Sepuluh panggilan masuk seminggu yang lalu dengan username 'Kelinci pengganggu' dikontaknya menjadi penyesalan teramat dalam baginya sekarang dan seterusnya.
"Si bodoh itu pasti sangat ketakutan"Lirihnya. Air matanya mengalir.
"Dan dia bisa membuat ku merasa menjadi orang paling bodoh didunia ini dalam sekejap mata"Yoongi terkekeh miris. Wajah memohon serta tangis adiknya terus menghantui pikirannya.
Yoongi bangkit dari acara bersimpuhnya lalu terkejut bukan main saat melihat seseorang berjubah hitam berdiri di halaman Mansionnya.
Dengan gerakan cepat, dia berlari dari balkon kamar adiknya, keluar dan menuruni anak tangga tanpa rasa takut sedikitpun.
Setelah sampai, ia tak menemukan orang itu. Namun pandangannya jatuh pada ponsel adiknya yang sudah tak terbentuk disana.
"b******k!"Umpatnya.
▪
▪
▪
▪
Aku baik-baik saja hyung!
Taehyung terduduk dengan satu tangan memegang kertas dan satunya lagi memegang perutnya yang kembali terasa sakit. Sedari tadi dia terus mencari sosok yang ia kira adiknya dirumah sakit itu. Matanya bergulir kembali membaca ulang isi pesan dari kertas tersebut. Pikirannya menerawang ke depan, ia yakin Jungkook berada disekitarnya.
"Kalau kau sedang mempermainkan kami, Hyung tidak akan memaafkanmu Jungkook"Dia bergumam.
"Tapi kau tidak seperti itu, kau ada dimana saeng?"Tanyanya entah pada siapa, dia menunduk dengan tubuh bergetar, menyembunyikan wajahnya yang kentara masih sangat pucat diantara kedua lututnya.
°°°°°°°°°°
Jinwoon memejamkan matanya, dalam hati merasakan sakit luar biasa. Kantung matanya yang menghitam terlihat jelas dibawah matanya. Pria itu tak bisa tertidur lelap disaat senyum lebar putra bungsunya terus berputar diotaknya.
Jinwoon tak ingin membayangkan seberapa sakitnya putranya itu mengingat banyaknya darah yang ditemukan di kasur anak itu.
Jungkooknya yang manja, Jungkooknya yang tak bisa jauh darinya dan Jungkooknya yang dengan mudahnya memaafkan dosa besarnya kini entah kemana?.
"Sayang kembalilah"Lirihnya. Kemudian terkejut saat ponselnya berbunyi nyaring pertanda panggilan masuk.
"Hallo?"
"Ke rumah sakit sekarang! Jihyun sudah sadar Jinwoon-ah"Jinwoon tersenyum disela dukanya.
▪
▪
▪
▪
Keadaan Yoora sangatlah kacau, matanya bengkak dan terus terisak seakan wanita itu tak lelah mengeluarkan air matanya. Namun Jinwoon yang melihatnya memilih acuh, dia sama kacaunya dan mengingat malam terakhir melihat si bungsu membuatnya tak sedikitpun memiliki niat untuk mendekap dan menenangkan istrinya itu.
Jinwoon menghela nafasnya kasar lalu membuka pintu kamar rawat Jihyun dengan tak sabaran, Yoora menghapus kasar air matanya dan mengikuti Jinwoon masuk.
"Noona!"Panggil Jinwoon pelan, namun sosok Jihyun hanya terdiam dengan pandangan kosongnya. Jinwoon melirik Namjoon yang menunduk lalu menatap Jimin yang terisak dipelukan Sejeon.
"Sejeon hyung?"Jinwoon menatap Kakak iparnya penuh tanya.
"Dari semenjak dia sadar, dia belum mau membuka suara Jinwoon-ah ... "Sejeon menunduk dengan tangan terkepal.
"Dia hanya terdiam dengan pandangan kosongnya"Jinwoon memilih mendekat kearah saudari satu-satunya itu.
"Noona kenapa?"Suara Jinwoon bergetar, dia mengusap lembut rambut Jihyun yang tak bergerak sedikitpun.
"Noona jangan seperti ini hiks"Pada akhirnya Jinwoon kalah, dia menangis. Tak peduli apa tanggapan semua orang disekitarnya.
"Hanya kau yang kuharap kan!"Jihyun tak sedikitpun terlihat mau menanggapi bahkan dia tetap dengan pandangan kosongnya ke langit-langit rumah sakit itu.
"Kemarin Taehyung terus kau, lalu sekarang Jungkook menghilang----"Mendengar nama Jungkook Jihyun mengalihkan tatapannya kearah Jinwoon.
Melihat pergerakan sang Ibu, Jimin mendekat.
"Eomma"Panggilnya lirih.
"Hiks hiks"Namun mereka harus kembali merasakan sakit saat Jihyun justru mulai terisak dengan tubuh bergetar.
▪
▪
▪
▪
Taehyung berjalan tertatih kembali ke kamar rawatnya, sesekali dia meringis kesakitan dan saat membuka pintu itu, dia justru dibuat terkejut akan kehadiran ayahnya yang terduduk dipojokan dengan tangan yang menyembunyikan wajahnya.
Entah kenapa, Taehyung langsung emosi melihatnya.
"Apa yang kau lakukan disini hah?"Geramnya, Jinwoon mendongak dengan wajah kacaunya.
"Tae---
"Berhenti memanggil namaku! Seharusnya Appa sadar, semua ini terjadi karenamu"Taehyung membuang pandangannya.
"Appa egois, ini semua karena Appa ... Aku kehilangan Jungkook juga pasti karena Appa hiks"Jinwoon memilih bangkit dan mendekap erat putra ketiganya itu yang memberontak kecil.
Dalam diamnya, Jinwoon mengusap halus punggung bergetar anak itu.
"Kenapa kalian tak bisa menjaga Adikku hiks hiks"Taehyung termenung pada akhirnya memilih membalas pelukan sang ayah.
"Keluarkan ... Keluarkan apa yang ingin kau katakan sayang"Jinwoon semakin mendekap erat tubuh anak itu, namun mendengar suara sang ayah membuat Taehyung kembali emosi.
"Aku tak peduli kalaupun sampai selingkuhanmu itu membunuhku!"Taehyung terisak kecil.
"TAPI TIDAK DENGAN JUNGKOOK, APPA HIKS"Teriaknya keras.
"Kau sudah mengkhianati Eomma kami, dan ku mohon jangan sakiti adikku"Jinwoon menggeleng keras.
"A-apa?"Kedua pria beda usia itu terkejut lalu menoleh ke ambang pintu, Yoora berdiri dengan berderai air mata disana.
°°°°°°°°°
Elusan lembut dirambutnya membuat Jihyun merasa nyaman dalam tidurnya.
"Bibi jangan seperti ini, kau adalah wanita terhebat dan terkuat setelah Eommaku. katakan semuanya! dan berhenti membuat mereka berharap! Aku menyayangimu"
Jihyun membuka matanya dengan nafas terengah.
"Jungkook"Gumamnya lalu air mata kembali mengalir dipipinya. Ingatan yang membuatnya terbayang rasa takut yang tak pernah ia inginkan dihidupnya tak mungkin dilupakannya.
Bagaimana tangis keponakannya malam itu.
Bagaimana anak itu memanggilnya lirih dan menyuruhnya pergi dari sana disela rasa sakitnya.
Bagaimana mata bulat itu menutup sempurna.
Jihyun menggeleng, ia mulai terisak. isakan kecil yang lama-lama kemudian dia histeris.
Menangis, memanggil nama itu yang terakhir kali ia tak bisa merasakan nafasnya.
■■■■■■