"Yah gimana sih? Kok bisa mogok kayak gini?" Zeta terus mengeluh, karna mobil nya tiba-tiba saja pecah ban.
"Maaf Non, seperti nya dua ban belakang kita pecah." Ujar bodyguard yang menjadi sopir Zeta pagi ini.
Zeta mendesah, "Trus gimana?"
"Kita harus ganti ban dulu Non. Tapi, hanya ada satu ban serap." Jawab pria berbadan kekar tersebut.
Zeta lagi-lagi menghela nafas nya dan melirik jam tangan di pergelangan tangan nya. Sudah pukul 11 siang.
"Non Zeta tunggu di halte itu aja ya Non. Panas di sini." Ujar Nina, seraya berusaha menutupi kepala Zeta dengan tangan nya.
Zeta baru saja akan berjalan ke halte yang ada di sana, saat sebuah mobil berhenti tepat di depan nya, menghalangi langkah nya. Dua bodyguard yang ikut bersama nya tadi langsung saja berdiri tepat di depan nya, berjaga-jaga akan kemungkin yang akan terjadi.
Seseorang yang keluar dari mobil Pajero Sport itu lantas membuat Zeta tertegun. Dia adalah orang yang amat Zeta kenal. "Juna!" gumam nya pelan.
Juna memasukkan kedua tangan nya ke dalam saku celana dasar nya, menatap dua pria berbadan besar yang menghalangi penglihatan nya untuk melihat Zeta.
"Tidak usah khawatir. Saya hanya ingin menyapa majikan muda kalian itu." Juna bersuara, dan menatap lembut ke arah Zeta.
"Kamu ngapain di sini?" Tanya Zeta dengan kerutan di dahi, "Bukan nya kamu ada meeting sama Malvin ya?"
Juna terkekeh pelan, lalu tangan nya siap terangkat untuk menyentuh kepala Zeta, namun tangan nya langsung saja di tahan oleh salah seorang bodyguard tersebut.
"Maaf anda tidak boleh menyentuh nona Zeta."
Juna menghela nafas nya, "Suami kamu gak jauh beda ya Zi. Mempekerjakan orang untuk mengawasi kamu." Dia bersuara, pandangan nya tidak lepas dari Zeta.
Zeta hanya tersenyum tipis, dan mengalihkan pandangan nya dari Juna saat teringat akan pembicaraan nya semalam dengan Malvin.
"Kalau aku antar gimana?" Tanya Juna, membuat Zeta kembali menoleh pada cowok itu. "Mobil kamu mogok kan?"
Zeta menggeleng pelan, "Gak usah aku bisa naik taksi kok, lagian sama Nina juga." Jawab nya pelan, berupa gumaman.
"Apa beda nya? Naik taksi sama di antar aku? Sama aku kan gak bayar. Cukup kamu senyumin aja juga aku udah seneng." Ujar Juna dengan tatapan menggoda pada Zeta.
Zeta hanya diam dan melirik Juna sekilas, jujur dia takut jika dua bodyguard kepercayaan Malvin ini akan mengadukan nya pada Malvin.
"Gak! Makasih Jun, aku naik taksi aja." putus Zeta, lalu menarik tangan Nina menuju ke tengah jalan saat sebuah taksi tampak melintas dari kejauhan.
Juna awal nya menatap santai pada Zeta, namun dia membulatkan mata nya sata melihat sebuah mobil memotong sebuah taksi dan melaju begitu kencang. Dengan cepat di tarik nya pinggang Zeta, hingga gadis itu masuk ke dalam pelukan nya.
"NON ZETA!!" Semua orang yang ada di sana berteriak saat sebuah mobil hampir saja menghantam tubuh majikan mereka.
"Zi hati-hati dong!!" Juna bersuara khawatir plus panik.
Jantung Zeta berdetak cepat karna kaget, tangan nya bahkan mencengkram kemeja bagian depan Juna.
"Non Zeta gak papa?" Tanya Nina tak kalah panik nya.
Juna menangkup wajah Zeta, dan menghapus keringat dingin yang mengalir di wajah Zeta. "Hey! Kamu gak papa kan?" Tanya nya lembut.
Zeta terapku oleh tatapan mata Juna pada nya, sebelum sebuah ngilu di kaki nya membuat pandangan itu terputus. "Awww!! Kaki aku." ringis Zeta.
Juna dengan cepat berjongkok dan memegang kaki Zeta, "Kaki kamu keseleo, biar aku---"
"Gak usah Jun, aku bisa---"
"Jangan keras kepala Zi!!" Juna berdesis tajam, lalu menggendong Zeta dengan mudah nya, mengabaikan penolaan Zeta.
"Mas---anda tidak bisa membawa Non Zeta." Kedua bodyguard itu menghalangi Juna.
Juna melirik pada wanita yang tadi bersama Zeta. "Kamu ikut dengan saya!" titah nya.
"Tapi---"
"Cepat lah!"
Nina tersentak dan refleks mengikuti langkah pria yang kini menggendong istri majikan nya itu. Meninggalkan dua orang bodyguard yang hanya diam memperhatikan kepergian mereka.
Sabrina mengalihkan pandangan nya saat mendengar bunyi pintu kamar nya terbuka. Dia seketika mendesah ssat melihat siapa yang masuk ke dalam, dengan nampan berisi makanan dan minuman di tangan nya.
"Betah banget sih lo di sini? Udah di suruh balik juga." ujar Sabrina dengan suara dingin, sedingin tatapan nya pada Gevan.
Gevan meletakkan nampan yang dia pegang ke atas nakas di samping ranjang Sabrina. "Lo udah bangun?"
"Masih tidur." Balas Sabrina malas. "Pake nanya lagi."
Gevan terkekeh lalu mengacak rambut gadis itu. "Gue bawain lo makanan, ini udah waktu nya makan siang Sa." Ujar nya seraya duduk di tepi ranjang gadis itu.
Sabrina menatap piring yang ada di tangan Gevan, berisikan bubur yang melihat nya saja sudah membuat dia mual. "Gue gak suka bubur."
"Tapi lo harus makan ini, lo kan lagi sakit!"
Sabrina mendesah kasar, "Berapa kali sih gue bilang! Gue gak sakit!! Yang skait itu tangan gue!!" Ujar nya dengan menahan kegeraman. "b**o banget sih lo!!"
Gevan memutar bola mata nya malas, "Yang b**o itu elo! Inti nya masih ada kata sakit nya kan? Ya udah sih, tinggal buka mulut, trus telan makanan nya! Susah amat! Lo hargain kek jerih payah gue!!" Gerutu Gevan, sembari mengarahkan sesendok bubur itu ke arah Sabrina.
Sabrina melirik Gevan yang menaik turun kan kedua alis nya, dia lalu berdecak dan menerima suapan tersebut.
"Nah gitu dong!" Gevan tersenyum sumringah.
"Ini Zoya yang bikin kan?" Sabrina bersuara sinis sembari menaikkan sebelah alis nya.
Gevan menyengir tipis, "Kok lo tau?"
Sabrina menghela nafas nya sembari menjauhkan pandangan dari Gevan. "Sok ngomong jerih payah!" Gumam nya, setelah menelan bubur tersebut.
"Tapi gue bantuin tau! Ngambil piring, ngambil sendok!" Jawab Gevan.
Sabrina menggelengkan kepala nya, tidak menanggapi ucapan Gevan tersebut. "Zoya mana?"
"Ada di bawah! Sama temen-temen lo yang lain. Lagi makan!" Balas Gevan sembari menyuapkan bubur tersebut ke dalam mulut nya.
Sabrina memperhatikan Gevan yang mengunyah dengan lahap, lalu melirik bubur tersebut yang sudah tinggal sedikit. Dia tidak bisa menyembunyikan senyum geli nya.
"Laper?" Sabrina bersuara, membuat Gevan mengangkat kepala nya dengan mulut penuh bubur.
Gevan mengikuti arah mata Sabrina yang mengerling ke arah piring bubur di tangan nya. Dia baru sadar jika bubur itu sudah tinggal sedikit, bahkan terhitung tiga sendok lagi.
"Yah! Habis Sa!" Gumam Gevan menampilkan wajah polos nya dan itu sukses membuat Sabrina tertawa pelan. "Gimana dong?" Gevan menatap Sabrina.
"Udah sampai perut lo! Gimana mau di keluarin!" Ujar Sabrina di tengah kekehan nya.
Gevan tertegun melihat Sabrina yang tertawa cukup lama di depan nya. Dia juga tidak bisa menahan senyum nya melihat Sabrina yang terlihat lebih segar lagi setelah pulang dari rumah sakit beberapa jam lalu.
"Tawa lo merdu di kuping gue." Ujar Gevan, tanpa mengalihkan pandangan nya dari Sabrina.
Perlahan lekungan di bibir Sabrina memudar, di gantikan dengan tatapan datar seperti biasa nya. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan kegugupan nya. Pasal nya, ini sudah kedua kali nya dia tertawa di depan Gevan.
Untuk sesaat kamar tersebut hening.
Sementara empat orang di ambang pintu, tampak tengah mengintip di celah pintu kamar yang sedikit terbuka.
Zoya yang berada di posisi paling bawah, mendongak menatap Lisa, lalu Lisa mendongak menatap Alya, begitupun Alya yang mendongak menatap Vinny. Lalu sama-smaa kembali menatap ke dalam sana.
"Sabrina kayak nya akan mengakhiri masa jomblo akud nya." Gumam Zoya.
"Bentar lagi taken nih sama Gevan." gumam Alya.
"Singa betina akhir nya bisa ketawa." Gumam Vinny.
"Bentar lagi kita pasti punya ponakan!" Gumam Lisa dengan nada polos.
"Hah?!" Semua nya lantas menatap pada Lisa, yang justru menayap mereka dengan tampang polos nya.
"Gila lo! Zeta aja yang udah nikah belum punya anak! Ini Sabrina lagi!" Alya mendorong kepala Lisa.
"Otak lo benerin dulu!" Zoya ikut mendorong kepala Lisa.
Lisa menampilkan cengiran nya, kepada kedua teman nya itu. Sementara Vinny hanya diam dengan pandangan terus ke arah dalam kamar tersebut, memperhatikan Sabrina dan Gevan di dalam sana yang masih sama-sama diam.
"Pada ngapain sih?"
Kehadiran suara seseorang membuat Zoya, Lisa, Alya dsn Vinny spontan menoleh ke asal suara tersebut. Berdiri Zeta yang tampak di papah oleh seseorang di sana.
"Zi lo kenapa? Kaki lo kenapa?" Zoya langsung saja menghampiri Zeta dan memegang lengan kiri teman nya itu.
"Stt---gak papa kok, keseleo aja." Balas Zeta. "Kalian ngapain sih? Kayak orang maling, ngintip-ngintip gitu."
Alya menarik pelan tangan Zeta, "Tuh lo lihat Sabrina sama Gevan lagi berduaan! Ya kita kepo kan, ya udah kita nguping."
Zeta mencondongkan kepala nya ke arah cela pintu yang terbuka itu. Memang di sana ada Sabrina dan Gevan yang saling menatap. Dia seketika tersenyum konyol, saat sebuah ide usil terlintas di benak nya.
"Mau kemana?" Tanya Vinny dengan suara sedikit berbisik.
Zeta mengabaikan tersebut, dan memasuki kamar itu dengan perlahan tanpa mengeluarkan bunyi sedikit pun. Sakit di kaki nya mendadak hilang sekarang.
Zeta menggelang saat Sabrina tidak menyadari kehadiran nya, karna gadis itu sibuk menatap ke arah Gevan. Dia langsung saja melancarkan aksi usil nya, dengan cukup kuat di dorong nya punggung Gevan hingga tubuh cowok itu terhuyung ke depan.
Cup
"O MY GOD!!" Lisa dan Alya terpekik melihat hal tersebut, sementara Vinny dan Zoya membulatkan mata mereka. Sementara Zeta yang melihat itu justru tersenyum sumringah.
Bagaimana tidak Gevan terhuyung ke depan tubuh Sabrina dan sedikit menghimpit tubuh gadis itu, dengan bibir yang menempel sempurna di bibir Sabrina.
Untuk beberapa detik tatapan mereka terkunci dengan posisi yang masih sama. Sampai sebuah suara hadir dan menyadarkan mereka.
"Parah lo Zi." Ujar Zoya dan berdiri di samping Zeta di susul oleh yang lain nya.
Gevan spontan menjauhkan tubuh nya dari Sabrina. "Sorry Sa gue gak sengaja." Ujar nya, lalu dengan langkah seribu meninggalkan kamar tersebut. Guna mengatur detak jantung nya di luar sana.
Sabrina justru masih termenung dalam waktu yang cukup lama.
"Sa! Lo mendadak bisu setelah di cium Gevan ya?" Lisa bersuara.
Sabrina memejamkan mata nya, "ZETTAA!!" Dia menjerit emosi. Sementara orang yang di teriaki justru tertawa.
"Cieee!! Sabrina di cium Gevan. Ya ampun!! Kok gue yang meleleh." Ujar Zeta di tengah tawa menggoda nya pada Sabrina.
Vinny, Zoya, Lisa dan Alya ikut tertawa melihat wajah Sabrina yang memerah, entah karna marah atau malu karna tragedi tadi.
"Muka lo merah Sa!! Cie deg deg kan ya!" Ledek Alya.
"Sa rasa nya gimana?" Lisa tambah meledek, lalu bertos dengan Alya di tengah tawa mereka.
"Ya ampun Zi! Keusilan lo kali ini bawa berkah." Zoya ikut meledek Sabrina, seraya merangkul Zeta yang masih tertawa.
"Muka lo kepiting banget. Gak nyangka gue, bisa salting juga." tambah Vinny dengan senyuman geli di wajah nya.
Sabrina menatap tajam ke lima teman nya itu. "Gak lucu!!" Ketus nya.
Sabrina mendengus kesal saat tawa kelima teman nya semakin menjadi-jadi. Sementara diri nya justru menormalkan kembali detak jantung nya yang tidak karuan. Dia memijit pelipis nya seraya menunduk, guna menutupi malu di wajah nya.
Zeta sialan. Batin nya menggeram, namun tidak bisa menyembunyikan kegugupan.
"Bisa berhenti ketawa gak sih lo pada?!" Sabrina menggeram, saat kelima teman nya itu tidak berhenti tertawa, terlebih Zeta dan Zoya yang terus meledek nya.
"Gak bisa Sa! Habis nya itu momen yang langka banget. Nah Zeta, sukses membuat momen itu. Dan Alya, sudah mengabadikan adegan itu." Ujar Zoya seraya meredakan tawa nya.
Sabrina membulatkan mata nya, lantas melirik pada Alya yang memegang ponsel. Gadis itu tersenyum dengan menaik turunkan alis nya, sembari menunjukkam hasil jempretan nya.
"Sialan!! Hapus gak!!" Gertak Sabrina dan berusaha meraih ponsel Alya.
Alya dengan sigap menyembunyikan ponsel nya. "Eit!! Tangan lo masih sakit! Gak boleh gerak banyak!" dia tersenyum sumringah saat melihat Sabrian tidak bisa banyak bergerak.
Sabrina menggeram dan mengumpat kasar atas kelakuan menyebalkan teman-teman nya hari ini. "Bully aja gue terus!!" ketus nya.
"Kapan lagi lo bisa kita buly Sa! Kalau lo sehat yang ada kita di bogemin satu-satu. Kecuali Zeta pasti yang gak bakal kena." Ujar Vinny dengan suara tenang milik nya.
Sabrina berdecak dan mengusap gusar wajah nya, "Awas aja lo sampai sebarin! Gue bikin dendeng balado lo Al!" Ancam nya pada Alya.
Alya justru tersenyum mendengar ancaman tersebut.
"Tau gak sih! Gevan langsung ngacir keluar habis itu. Sumpah itu ngakak banget, cowok sekeren Gevan bisa malu kayak gitu." Lisa berkomentar seraya menghela nafas nya, saat berhasil meredakan tawa nya.
"Sakit kaki Zeta langsung hilang tau gak! Bahagia banget dia habis ngerjain lo Sa!" Zoya menujuk wajah Zeta yang terlihat cerah dengan senyuman simpul di wajah cantik gadis itu.
Ucapan Zoya membuat Sabrina spontan melirik kaki Zeta yang terjuntai di bawah ranjang. Zeta sudah tidak menggunakan sepatu dan kaos kaki lagi, sehingga menampakkan pergelangan kaki kanan Zeta yang tampak memerah. "Kaki lo kenapa?" Tanya Sabrina dengan nada serius.
"Gak papa, keseleo dikit aja. Hampir di serempet mobil." Jawab Zeta.
"Hah?! Serius Zi?! Tadi kok lo gak bilang sih?!" Zoya bersuara khawatir, lalu berjongkok di depan Zeta, menyentuh pergelangan kaki yang tampak memar itu.
"Aww!! Ssttt---sakit Zoy!" Zeta meringis, saat Zoya menekan pelan pergelangan kaki nya itu.
"Di kompres aja Zoy! Pakai air panas." Vinny bersuara dan duduk di samping Sabrina, ikut bersandar di kepala ranjang.
Zoya baru saja akan berlalu keluar kamar saat pandangan nya tertuju pada seorang wanita yang menggunakan baju hitam dengan motif berwarna putih, seragam khas pelayan di rumah Zeta. Dia lalu melirik pada Zeta. "Siapa?"
"Oh iya gue lupa. Kenalin dia Nina, pelayan baru di rumah gue." Ujar Zeta seraya meminta Nina mendekat.
Nina tampak canggung dengan sedikit membungkuk kan tubuh nya.
"Pelayan baru? Posisi apa?" Tanya Vinny dengan suara dingin nya.
Zeta diam sejenak, sebelum akhir nya menjawab pelan. "Pelayan pribadi gue." gumam nya.
"Sampai segitu nya?" Alya menatap Zeta tidak percaya. Dia tidak habis pikir dengan pikiran Malvin.
"Tauk deh! Gue ngikut aja! Ntar gue di omelin lagi sama Malvin." Ujar Zeta dengan nada pasrah.
"Ya udah, lo tolong ambilin air panas ya di dapur. Buat ngompres kaki Zeta." Pinta Zoya pada Nina.
Nina mengangguk dan langsung mengikuti perintah Zoya tadi. Tidak butuh waktu lama, wanita itu sudah kembali dengan semangkok kecil air panas di sana.
"Ini Non." Ujar Nina, memberikan nya pada Zoya.
Zoya langsung saja mengompres kaki Zeta dengan perlahan, agar tidak menyakiti teman nya itu.
"Suami lo gila ya! Masukin orang sembarangan ke rumah." Sabrina bersuara dingin namun terdengar sinis. Semua mata langsung saja tertuju pada Sabrina, yang menatap tidak suka pada Nina.
"Maksud lo?" Cicit Zeta.
"Lo bisa jamin ni orang benar-benar baik?! Tau nya nanti malah jadi pelakor di rumah tangga lo." Sindir Sabrina dengan helaan nafas.
Zeta melirik pada Nina yang menunduk. "Apaan sih lo? Dia baik kok."
"Elo yang kelewat baik!" Kali ini Vinny yang bersuara, menatap santai pada ponsel di tangan nya.
"Pernah dengar cerita? Pembantu nikah sama majikan nya? Trus istri majikan nya terdepak dari rumah begitu saja. Awal nya, tampang miris, tapi setelah itu malah nusuk dari belakang. Kacang lupa kulit nya." Sabrina lagi-lagi bersuara sinis, sesinis tatapan nya pada Nina. Entah lah, dia tidak suka saja dengan keputusan Malvin kali ini.
Zeta tertegun dengan ucapan Sabrina, dia lalu melirik pada Nina yang semakin menunduk dalam di sana tanpa suara.
Alya yang melihat itu berdehem pelan, merasa kasihan dengan pelayan pribadi Zeta itu dia angkat suara. "Nina, lo tunggu Zeta di bawah aja gimana? Tenang aja! Dia aman kok kalau sama kita." ujar Alya di sertai senyuman manis gadis itu.
Nina menggangguk dan balas tersenyum tipis, lalu melangkah keluar kamar tersebut. Mata nya sempat beradu pandang dengan Sabrina, dia menunduk sopan dengan senyum tipis yang tidak luntur di bibir nya.
"Lo apaan sih Sa? Cewek polos, baik kayak gitu di sinisin!" Alya bersuara tidak suka ke arah Sabrina.
"Sok-sok polos!" Gumam Sabrina santai.
"Ck, kenapa lo Sa? Mendadak badmood gitu? Gak usah ngompor-ngomporin Zeta bisa? Lo kayak gak tau gimana cinta mati nya Malvin ke Zeta." Zoya bersuara masih sibuk dengan memijat kaki Zeta.
Sabrina melirik Zeta yang sejak tadi diam. Dia tidak bermaksud mengompori Zeta. "Bukan gitu Zi, gue tau kok Malvin setia sama lo. Cuman gue gak mau ada orang yang berusaha rusak rumah tangga lo." ujar nya dengan nada biasa, tidak sinis seperti tadi.
Zeta masih diam.
"Udah Zi! Ntar kalau emang tu cewek macem-macem! Lo bilang ke gue aja!" Lisa bersuara, dan meletakkan ponsel nya.
"Trus mau lo apain?" Tanya Alya menatap Lisa.
"Ya, biar gue suruh Vinny intimidasi dia, Sabrina yang bogemin, trus Zoya yang buang dia ke dasar laut." Jawab Lisa sangai.
Bruukk
Alya langsung saja menimpuk gadis itu dengan bantal. "Trus lo ngapain?!!" Ketus nya.
Lisa tersenyum. "Gue lihatin aja, sama bantu pakai do'a." Jawab nya.
Semua yang ada di sana menggeleng mendengar ucapan Lisa yang b**o nya sudah tingkat dewa. Sementara Zeta masih diam tanpa suara.
"Ucapan gue ganggu pikiran lo?" Tanya Sabrina menyentuh pundak Zeta, membuat Zeta menatap ke arah nya.
"Kalau--kalau itu bener terjadi gimana?" Tanya Zeta dnegan suara pelan.
"Lo gak usah dengerin dia Zi! Dia itu jomblo gak tau apa-apa tentang pasangan setia! Selow aja!!" Vinny menjawab sembari mendorong kepala Sabrina hingga membentur kepala ranjang.
"Brengseekk sakit!! Kamarin Zoya sekarang elo!!" Sabrina menggeram ke arah Vinny.
Sementara Vinny justru mendesah pelan, dan memasang wajah tenang nya. "Lebay lo! Pelan gitu juga." ujar nya santai.
Zeta terkekeh pelan melihat Sabrina yang membalas kelakuam Vinny tadi, hingga berujung pertengkaran ringan di antara mereka. Mata nya lalu teralih pada Lisa dan Alya yang sibuk menatap ke satu ponsel, seperti nya mereka baru saja menemukan video menarik mungkin. Dan Zoya yang sejak tadi sibuk memijat kaki nya.
Zeta tersenyum, paling tidak dia punya mereka yang akan ada di depan nya nanti jika suatu saat terjadi sesuatu dengan nya.