Meskipun nanti di Sleman Yoga bakalan kena marah dan amukan Sherly, ia tetap ke sana dengan keberanian yang membara. Namanya aja menemui calon istri, harus optimis dong!
"Doain Yoga, Yah, siapa tahu nanti pulangnya anak ayah kena cakar-cakaran sama si Sherly."
"Haha, anak ayah kan jagoan. Pasti bisa dong nenangin macan."
"Dih, cantik gitu masak disamain kayak macan."
Yoga segera pamit dan menstater mobilnya, ia memang sudah lama tidak menyetir. Beruntung keahliannya belum meredup.
Tidak butuh waktu lama dari Gunung Kidul menuju daerah Sleman Yogyakarta, mungkin hanya beberapa jam saja. Yoga sudah sampai tepat di depan halaman rumah Sherly calon istri masa depannya nanti.
"Assalamualaikum," ucapnya pelan sambil mengetuk pintu, berharap ada orang yang membukakannya karena jam segini biasanya tante Wulan dan om Prima sudah berangkat bekerja.
Kebetulan sekali yang membuka adalah Sandy, calon kakak iparnya.
"Waalaikumsalam. Lho, kenapa nggak bilang kalau mau ke sini, Ga? Masuk dulu, aku panggilkan Sherly. Kamu ke sini pasti mau menemui dia kan? Masih ngambek sama kamu mungkin, awas hati-hati kalau kena seruduk."
Yoga sudah mempersiapkan diri seandainya ada hal yang membahayakan yang akan terjadi saat berhadapan dengan Sherly. "Enggak masalah kok, Kak. Hitung-hitung latihan jadi couple goals gitu."
Dan benar, Yoga melihat Sherly yang baru saja bangun tidur dan turun ke lantai bawah. Padahal Sherly memang sengaja menampilkan penampilan paling berantakan darinya agar Yoga makin ilfeel dengannya dan tidak jadi menjadikannya calon istri. Gak bakalan mempan, Sher! Yoga udah cintrong setengah mati.
"Kakak tinggal dulu, nanti Yoga ajakin sarapan."
Sungguh! Sherly malas berhadapan dengan brondong yang suka cari muka seperti Yoga. Sok kegantengan meskipun memang benar-benar ganteng sih.
"Kamu ke sini cuma mau sarapan gratis? Memangnya di rumah kamu nggak ada gitu yang masak?" cibir Sherly.
"Aku ke sini nggak mau sarapan kok, tapi kalau kamu mau menawari aku sih aku fine-fine aja. Atau kamu mau ngajakin aku keluar di daerah sekitar sini? Jujur, aku belum pernah jalan-jalan ke sekitar Sleman setelah aku kuliah di Jakarta."
Ya Tuhan, ternyata Sherly memang memiliki jimat pamungkas yang membuat Yoga sama sekali tidak mempermasalahkan sifat arogan Sherly yang tiba-tiba keluar sejak mereka diresmikan menjadi pasangan yang akan segera melangsungkan pernikahan tahun depan.
Tapi sepertinya, semesta memang selalu kurang ajar dengan Sherly. Ternyata hari ini pembantunya sedang pulang kampung dan mungkin saja hanya ada beberapa gorengan sisa semalam. Tidak ada pilihan lain selain mengajak Yoga keluar untuk mencari sarapan bukan? Lagian kan hanya sarapan, tidak terlalu merepotkan.
"Aku mau mandi dulu, gak apa-apa nunggu?"
"Sebenarnya kamu nggak perlu mandi kalau hanya untuk mencari sarapan, Sherly. Aku cuma mau kamu menemani aku jalan-jalan di sekitar sini."
"Aku mandi bukan untuk berpenampilan cantik karena mau jalan-jalan sama kamu kok, pede banget!"
Melihat Sherly memanyunkan bibir, Yoga sudah tidak tahan lagi. Apalagi pria itu sudah melewati masa pubernya dan tentu saja pikiran pertamanya saat bertemu dengan gadis idamannya adalah menahan nafsu lebih dalam lagi agar tidak keblabasan.
Tapi Sherly tidak peduli dengan sikap sok perhatian dari Yoga dan memilih berlalu meninggalkan pria itu dan naik ke kamarnya "Syukurin! Emangnya enak dianggurin!" batinnya tertawa menang.
Ia sengaja memberi durasi mandi yang memakan waktu lama, dandannya pun jangan ditanya sudah melibas beberapa menit. 20 menit kemudian Sherly sudah rapi dengan hoodie kesukaannya. Ia sempat kaget karena melihat Yoga yang tengah tidur manis di atas sofa.
Karena Sherly malas membangunkan Yoga yang sepertinya sudah pulas, ia usil menyentuh ujung hidung pria itu dengan kemoceng. Merasa ada yang menggelitik hidungnya, Yoga pun terbangun dan betapa terkejutnya saat melihat Sherly yang begitu dekat dengannya.
"Kamu mau ngapain?"
Eh, apa maksud pertanyaan Yoga tadi? Dikira Sherly akan skidipapap gitu dengannya? No way!
"Bangunin kamu lah, dih! Kalau gak kuat nyetir dari Gunungkidul ke Sleman tuh jangan sok-sokan mau nyamperin!" cibirnya.
Bukan apa-apa, hanya saja Sherly merasa Yoga terlalu mengentengkan sesuatu. Meskipun belum ada cinta di antara mereka tentunya sebagai seorang perempuan, Sherly pasti ingin diperjuangkan, negara kali butuh diperjuangin.
"Cuci muka sana, terus nyari makan. Aku gak mau jalan sama cowok yang masih nempel beleknya," tegurnya.
Sherly segera out dari hadapan Yoga dan keluar lebih dahulu. Lagi pula, Yoga pasti tak lupa bukan letak toilet di rumahnya?
Sepuluh menit kemudian Yoga sudah menyusulnya, dan betapa terkejutnya saat Sherly melihat wajah pria itu yang lebih segar. 'Subhanallah, cuma dibasuh air aja udah mengkilap kayak berlian. Gimana kalau pakai Skin Care dan perawatan? Bisa-bisa ngalahin oppa Lee Min-ho nih!' cemas Sherly dalam hati.
Mereka pun akhirnya keluar dari halaman rumah Sherly dan berputar di sekitar perumahannya karena masih banyak rumah makan yang cukup menjanjikan dan tidak terlalu ramai saat masih pagi.
"Kamu suka soto kan? Aku mau pesan itu, kalau mau pesan yang lain pesan aja sendiri."
Yoga harus berlapang dàda, siapa tahu nanti ada keajaiban yang terjadi di antara mereka.
"Santai, aku omnivora kok. Aku bisa makan apa aja asalkan itu makanan manusia. Tapi aku juga bisa makan kamu kalau dari tadi kamu gak berani ngelihat aku saat kita ngobrol," pancing Yoga.
Dyar!! Memang benar, Sherly sengaja mengalihkan pandangannya setiap menatap Yoga karena pria itu seperti memiliki sihir. Tampan, pintar, memiliki manik dan bola mata yang indah. Siapa yang tidak tergoda meskipun masih brondong kan?
"Aku jaga pandangan aja, dosa kalau saling tatap-tatapan belum nikah," bohong Sherly.
"Ini maksudnya kamu minta dihalalin lebih cepat biar bisa natap aku sepuasnya?" ledek Yoga.
"Dih, pede banget!"
Ya, inilah Sherly. Gadis masa kecil Yoga yang sampai sekarang masih cantik jelita dan ceria. Tanpa sadar, cinta sudah tumbuh lebih awal di hati Yoga, meskipun saat kuliah banyak gadis yang dengan rela tidur dengannya tapi Yoga bersikukuh untuk menjaga keperjakaannya untuk sang istri. Sangat langka sekali.
Masalahnya adalah Sherly begitu menentang perjodohan yang sudah ditetapkan oleh kakek mereka, tetapi Yoga yakin Sherly tidak akan membantah meskipun sikap gadis itu sangat tidak sopan terhadap Yoga, calon suaminya nanti.
"Dimakan, tapi bayarnya sendiri-sendiri aja. Aku gak suka ditraktir orang yang gak terlalu dekat denganku." ucap Sherly setelah pesanan mereka sudah terhidang di atas meja.
"Kenapa kita gak memulainya?"
"Maksudnya?"
Yoga agak maju dan melihat Sherly kembali mundur karena kaget si brondong tiba-tiba nyosor. Dih, cabe rawit meresahkan memang!
"Kenapa kita nggak mau mulai pendekatan? Kalau kamu merasa belum terlalu dekat denganku, bukankah kita dulu teman sepermainan? Bahkan seandainya aku satu SMP denganmu dulu, aku yakin kalau kita akan terjebak friendzone."
"Jangan mimpi! Udah ah, makan!"
'Aku gak suka bermimpi jika gak bisa jadi kenyataan, Sherly. Meskipun kamu menolakku mentah-mentah, aku yang akan
mengikrarkan kata sah, batin Yoga penuh semangat.