Tidak terasa sudah dua bulan saja Clara berpacaran dengan Raihan. Mereka hampir tidak pernah bertengkar adem ayem katanya.
Berita tentang hubungan mereka pun sempat menjadi topik hangat di sekolah. Awalnya banyak orang menyangka jika Clara berselingkuh dari Yoga, karena menganggap selama ini mereka berpacaran.
Pada dasarnya Clara adalah manusia paling kurang peka di dunia juga paling cuek di antara manusia paling cuek. Sehingga, meskipun yang lain bergosip tentang dirinya, manusia itu malah gak peka sama sekali. Seiring berjalannya waktu, berita-berita tersebut seolah hilang dimakan waktu begitu saja.
Setiap sabtu malam minggu mereka juga selalu keluar untuk sekedar nonton, jalan-jalan atau makan selayaknya pasangan-pasangan pada umumnya. Clara begitu menikmati masa remajanya.
Hari ini seperti biasa, Raihan mengantar Clara ke rumah tepat pukul sembilan malam. Jam malam yang sudah di sepakati antara Clara dengan orang tuanya.
"Makasi ya," ucap Clara ke pada Raihan. Ia lalu melepas sabuk pengaman, beranjak membuka pintu mobil. Akan tetapi tiba-tiba lengannya dicekal oleh Raihan.
Apa ini saatnya? Batin Clara tegang."
Ra...," panggil Raihan, semakin lama Raihan semakin mendekat. Tentu saja Clara gugup, dia tidak bodoh untuk mengetahui apa yang selanjutnya akan terjadi. Matanya melirik ke kenan lalu ke kiri khawatir.
Yoga Calling..
Diam-diam Clara bersyukur. Ia menghembuskan napasnya lega, sambil melirik takut-takut ke arah Raihan yang masih juga menatapnya. Ia buru-buru mengangkat panggilan dari Yoga. Baru kali ini, dia sesenang ini mendapat panggilan dari tetangga es nya itu.
"Hallo Ayah ... iya ayah, Clara udah sampai kok ini di depan mau turun.
Iya bentar-bentar...."
Clara lalu buru-buru mematikan sambungan teleponnya.
"Kapan gue ja--"
"Tuuuut ... tuuut...."
Panggilan terputus....
Yoga misuh-misuh di seberang.
Ana menoleh menatap Raihan kikuk. "Aku pulang dulu ya ... Ayah uda nyariin ini."
Tanpa menunggu balasan dari Raihan, Clara langsung ngacir turun dari dalam mobil, berlari kecil menuju gerbang rumahnya.
Jahat nggak sih dirinya....
Ia melambaikan tangan ke arah Raihan dengan semangat. "Huft ... hampir saja." tukas Clara sambil mengusap dadanya dengan dramatis. Begitu mobil Raihan sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya. Hampir saja bibir seksinya ternoda.
Entah kenapa Clara masih belum juga siap, padahal ini adalah Raihan, laki-laki yang selalu ia klaim menjadi cintanya dari zaman awal pertama kali ia memakai seragam putih abu-abu.
Yoga buru-buru mendatangi Clara setelah melihat gadis itu sudah berada di depan gerbang rumahnya. "Ra lo apa-apaan si tadi Gu--"
Clara menoleh ke arah Yoga malas. "Stop...!" Ia membungkam mulut laki-laki itu dengan telunjuknya.
"Udah buruan ada urusan apa lo?" tanya Clara tak sabaran.
Laki-laki itu berjalan mendekat sambil menyipitkan kedua matanya. "Habis m***m ya lo? Gugup amat...."
Segala tingkah Clara itu seperti koran yang semua bisa membacanya, meskipun baru pertama kali melihatnya.
Clara melotot ia kelabakan. "Enak aja!!" protesnya lalu menoyor kepala Yoga.
Yoga semakin memicingkan mata curiga melihat reaksi tidak biasa dari Clara. Anak itu benar-benar mudah sekali dibaca.
"Ya emang enak...," balas Yoga sambil melipat tangannya di d**a, kembali mendekatkan tubuhnya ke arah Clara. Ia lagi-lagi menyipitkan kedua matanya.
Yoga menatap Clara sejenak lalu mencodongkan wajah tepat di depan wajah Clara agar dapat melihat dengan jelas raut wajahnya. Ia ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi, sehingga kedua pipi sahabatnya itu bersemu merah.
"Kayak tau aja lo, kan jomblo."
Yoga langsung sebel. Sok-sokan sekali si bocil mengatai dirinya jomblo. Dia lalu menyodorkan sebuah kunci ke muka sahabatnya itu dengan tidak santai.
Clara senang sekali melihat perubahan raut wajah Yoga saat ia goda dengan predikat jomblo. Heran juga, kenapa laki-laki yang banyak fansnya itu masih betah menjomblo sampai sekarang?
"Nih kunci, ayah sama bunda ada perlu. Bi Inah juga kondangan katanya, rumah kosong," tutur Yoga.
"Beneran abis m***m ya?" sindir Yoga.
"Kepo banget sih lo!"
"Cowok itu disayang Ra ... jangan dirusak."
"Apaan, sih!"
"Raihan itu anak baik-baik jangan dipengaruhi yang enggak-enggak, kasihan," ucap Yoga sok bijak.
"Lo kira gue cewek apaan?"
"Lo cewek bar-bar Ra ... masak gitu aja lo gak tau, sih? Kudet banget."
Ana memutar bola matanya malas. "Eh BTW sendirian nih gue, ke rumah lo ya? Sampai orang rumah pada pulang. Pasti seneng, kan lo gue temenin?" Clara menepuk-tepuk punggung Yoga dramatis. Wanita itu selalu percaya diri.
Tanpa menunggu persetujuan dari sahabatnya, Clara berlari masuk ke dalam gerbang rumah Yoga.
"Sahabat kagak ada akhlaq!" batin Yoga.
Ia lalu menyusul Clara juga dari belakang.
"Ma ... Mama buat kue lagi gak?" tanya Clara ke pada mama yoga.
Yoga menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Clara yang seolah-olah ini adalah rumahnya sendiri.
Clara selalu menginvasi rumahnya, bahkan mamanya juga jadi hak milik wanita itu. Lihat, betapa nggak sopannya Clara masuk rumah langsung menciumi mamanya.
Ia langsung membuka kulkas lalu mengambil isi di dalamnya. Clara membawa brownis yang tadi siang mamanya bikin khusus untuk dirinya tanpa bersusah payah minta persetujuan terlebih dahulu darinya.
Yoga bisa apa? Marah pun, mamanya akan lebih marah terhadap dirinya. Dia heran, jika seperti ini yang anaknya mama Siska sebenarnya siapa? Mungkin benar kata Clara dirinya hasil beli dari s****e.
"Lo pulang aja gih sana...."
"Maaaaaaa...!"
Seketika Yoga langsung membungkam mulut Clara, karena dia tahu wanita itu akan mengadu ke pada mamanya.
"Berisik banget sih mulut lo!"
"Gue mau di sini, lo gak takut apa nantinya kalo gue diculik?"
"Gue sih bakalan bersyukur kalo lo di culik. Malahan kasihan sama penculiknya."
"Jahat banget sih, Ga."
"Lo gak ngaca? Lo tuh lebih jahat dari gue."
"Maaaaaaa...!"
Yoga kembali membekap mulut Clara.
"Kenapa sih kalian ini?" Mama siska datang mendekat membawa dua gelas s**u cokelat hangat untuk Yoga dan Clara.
Laki-laki itu buru-buru melepas bekapan mulut Clara sebelum dirinya yang malah dibekap oleh mamanya. "Ini Ma ... Clara lagi latihan vokal ma ... ma ... ma...."
Mama Siska menggelengkan kepalanya. "Bukannya biasanya do-re-mi, gitu ya?"
"Gaya baru Ma."
"Gaya baru?"
"Iya gaya baru. Iya, kan Ra?"
"Hahaha ... iya Ma gaya baru," jawab Clara. Tawanya seketika pecah melihat interaksi antara anak dan mamanya itu.
Rumah Yoga itu tepat sebelahan dengan rumah Clara. Bahkan kamar mereka balkonnya saling berhadapan.
Terkadang saja Clara sering lompat ke kamar Yoga, jika laki-laki itu sulit sekali dihubungi untuk mendengar curhatan darinya. Laki-laki itu begitu sudah tidur susah sekali dibangunkan. Jika hanya dengan dirinya menelepon saja tidak bakalan berpengaruh sama sekali.
Yoga seringnya protes kepada orang tuanya karena membangun rumah di dekat rumah Clara, apalagi letak kamarnya yang berhadapan dengan kamar Clara.
Mengesalkan sekali, apalagi keseharian Clara yang yang sering mondar-mandir, dari kamarnya ke kamar Yoga. Perempuan itu benar-benar menginvasi setiap sudut rumahnya. Kadang bahkan ketika Yoga baru pulang ke rumah dan masuk ke dalam kamar, tahu-tahu si manusia resek itu sudah nangkring saja di ranjangnya tanpa rasa bersalah sama sekali.
Kedua keluarga mereka pun seperti jarak rumah mereka, berhubungan sangat dekat. Sampai-sampai Yoga juga memanggil orang tua Clara dengan sebutan Ayah Bunda dan sebaliknya.