7.

1067 Kata
Nyaris saja Asya tersedak ludahnya sendiri saat mendengar jawab Silfa. Boro boro menyanyakan Silfa, menyingging saja tidak. Namun Asya tidak cukup tega untuk menjawab seperti itu. Jadi, cewek itu hanya menjawab seadanya. "Gak. Orang fokus nyari tugas." Kata Asya yang menjelaskan kegiatan mereka malam itu. Memang tidak ada yang terjadi bukan? Asya tidak perlu menjelaskan berapa Rafael bekali kali menggodanya dan membahas perihal penolakannya itu. Tentu saja Silfa tidak perlu tahu.   "Hmm, oke deh. Laen kali coba lo pancing pancing dong Sya biar dia inget sana gue, dan tanpa sadar mensugesti otaknya dengan memenuhi kepala dia pake nama gue." Silfa kembali berseru dengan antusias.   Asya hanya nyengir pelan sambil mencibir. "Yok Sya, dari pada ribet gue anterin aja ke dukun pelet. Ada yang online malah sekarang, lebih mudah dan efisien kan?" Usul Asya yang sudah tidak sanggup mendengar ide Silfa yang mulai keluar batas.   "Gaak, gue mau Rafa mencintai gue dengan segenap dan setulus hati serta apa adanya. Akan gue tunggu sampe kapan pun hari luluhnya hati seorang Rafa terhadap gue. Ih gila! Keren ya gue!" Silfa kembali mengoceh hal hal aneh yang membuat Asya semakin bergidik ngeri.   Mobil Silfa lagi lagi terjebak lampu merah, membuat perjalanan mereka semakin lama dan Asya harus tahan dalam mendengatkan ocehan Silfa tentang Rafael.   Asya rasanya bisa gila jika sampai Silfa tahu bahwa Rafael justru menyukainya. Wah. Asya bahkan tidak mampu membayangkannya. Asya berjanji dalam hati, akan memilih untuk mengubur perasaannya dalam dalam jika sampai berpotensi muncul. Bukan hanya mengubur, Asya akan segera membunuhnya agar Silfa tidak perlu melihatnya sama sekali.   "Kapan kapan ajakin gue maen bareng kalian dong Syaa." Kata Silfa lagi dengan ide barunya yang malah akan menyeret masalah baru.   Asya hanya memijat pelipisnya yang terasa pening akibat ucapan ucapan Silfa. Namun tak ayal cewek itu tetap membalasnya. "Iya iya, kapan kapan gue ajak lo maen bareng kita. Dengan catatan lo harus bayarin semua kegiatan gue seharian itu. Gue gak mau ya keluat duit sedikitpun buat agenda lo yang gak ada pengaruhnya di hidup gue!" Kata Asa berlagak ketus seperti biasanya.   Silfa membalasnya dengan cengiran lebar. "Yaampun Asya cuma minta dibayarin seharian doang? Gak ada permintaan lain nih? Disuruh bangun candi buat persembahan ke lo sebagai sarana pedekate gue aja, gue rela Syaa. Jadi apa gue perlu bangun seribu candi buat lo?" Tanya Silfa seraya meledek ucapan Asya sebelumnya.   Tak ayal Asya kini tertawa dengan bercandaan Silfa.   Sebuah lagu dari Zigaz mengalun indah mengiringi perjalanan mereka. Asya tampak bernyanyi dengan riang mengikuti lirik lagu yang dinyanyikan sang vokalis. Hingga ia sadar lagu ini agak menyentilnya. Namun Asya tetap melanjutkan bernyanyi karena menyukai genre lagu seperti ini.   Tiba tiba Asya teringat akan tugasnya yang menumpuk dan banyak sekali. Mengingat itu membuat kepala Asya berdenyut pelan, hingga sebuah ide melintas di kepalanya untuk menjernihkan isi kepalanya.   "Fa, jalan jalan yuk. Kemana kek. Pusing gue sama tugas kuliah banyak banget." Ajak Asya yang lebih sering melakukan aktivitas liburan bersama Silfa.   Silfa tampak berpikir untuk beberapa saat, hingga ia menjawab, "ayuk. Yang deket deket aja kali ya Sya biar gak capek." Jawab Silfa setelah berpikir.   "Nanti gue pikirin deh mau ke mana. Lo juga pikirin ya. Naek kereta sekalian apa ya biar jauh?" Asya memberikan usulan sebagai ide jalan jalan mereka.   "Pesawat deh sekalian kalo mau jauh." Silfa memberika usul yang lebih parah.   Asya melotot. "Gak lah! Abis duit gue naek pesawat. Bisa bisa pulangnya ngesot!" Kata Asya asal, mengingat akan uang tabungannya yang tidak seberapa itu.   Silfa tertawa mendengar ucapan Asya yang kepalang jujur.   Tanpa terasa, mengisi perjalanan dengan obrolan ringan, mereka pun sampai di depan kampus Asya.   Asya pun bergegas untuk turun dari mobil Silfa, lalu melambaikan tangannta untuk berpamitan.   "Bye, Silfa. Thank you udah nganterin, sering sering ya!" Kata Asya saat kaca jendela mobil Silfa terbuka untuk berpamitan dengannya.   "Yeuu! Mau lo itu mah!" Silfa membalas dengan sedikit mencibir namun diiringi dengan tawanya.   Asya ikut nyengir. "Kalo bisa nanti jemput juga Fa!" Asya kembali bersuara sebelum benar benar menghilang untuk memasuki kawasan kampusnya.   "Duh Asya! Lo cepetan punya pacar deh biar gak memprihatinkan! Dan gak nyusahin gue terus!" Hardik Silfa seraya meledek.   Tak lama kedua sahabat itu benar benar berpisah, Silfa melanjutkan perjalanannya untuk menuju kampusnya yang memang berbeda dengan Asya.   Sepanjang jalan Silfa tersenyum, membayangkan beberapa skenario yang berputar di kepalanya, perihal kelanjutan hubungannya dengan Rafael yang sepertinya bisa berakhir indah.   Silfa yakin sekali rasanya, di umurnya saat ini, mungkin inilah kesempatan Silfa dalam mendapatkan pujaan hatinya. Dibuka dengan kebetulan luar biasa yang baru ia ketahui, bahwa Rafael satu kampus dengan sahabat terdekatnya. Itu sungguh kebetulan dan berita yang luar biasa.   Bukan hanya satu kampus, Asya dan Rafael pun saling mengenal dan terlihat cukup dekat. Bukan kah kebetulan ini semakin luar biasa? Silfa selalu memiliki cita cita agar kelak kekasihnya bisa akrab dengan sahabatnya, jika seperti ini sih cita citanya akan dengan mudh terlaksana. Tentu saja jika kekasihnya itu adalah Rafael, sang pujaan hatinya sejak masa putih abu abu yang perasaannya tidak pernah suruh tergerus jaman.   Berbeda denan perasaan Silfa yang berbunga bunga, Asya justru dilanda kebingungan luar biasa setiap kali harus menyikapi Silfa saat bercerita tenta Rafael. Duh gimana caranya biar Silfa tidak mengharapkan Raael lagi biar mereka sama sama nyaman. Asya tidak sejahat itu kok, dengan tidak menginginkan Silfa bersama Rafael, Asya juga akan jauh jauh. Setidaknya hal itu akan adil dan membuat nyaman seluruh pihak. Terutama dirinya!   Duh? Apasih yang dilihat Silfa dari Rafael, perasaan biasa aja, gak ada yang menarik dan membuatnya b*******h. Rasanya Asya ingin membawa Silfa ke psikiater aja alih alih menjadi juru pedekate mereka berdua. Silfa benar benar butuh pertolongan profesional atas cinta gilanya yang nyaris membuat Asya ikutan gila.   Asya benar benar masih ingin waras dan tidak terseret dalam kegilaan masalah ini. Sepertinya saat berdo nanti Asya harus benar benar serius, meminta agar Tuhan menghampuskan perasaan Silfa terhadap Rafael agar masalah ini berhenti sampai sini. Agar kegilaan ini tidak terus berlanjut. Agar Asya bisa bernapas dengan tenang dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung saat muda.   "Asya!" Sebuah panggilan dari suara yang amat dikenalnya itu nyaris membuat kepala Asya kembali berdenyut.   Cewek itu buru buru berjalan cepat, demi menghindari Rafael dan memilih untuk pura pura tidak mendengar panggilan Rafael.   Asya tidak mau lagi berhubungan dengan cowok itu jika masih ingin detak jantungnya berdetak dengan aman. Sebab, perasaan Asya sudah mulai tidak wajar saat berada di dekat Rafael. Holy s**t! Sepertinya yang butuh penanganan profesional bukan hanya Silfa, tapi Asya juga butuh.   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN