
Mahāsudassana (DN 17)
Kemegahan Agung (SuttaPitaka DN 17 : 17)
---------------------------
Pelepasan keduniawian seorang raja
Demikianlah Yang Kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kusinārā di hutan-sālmilik orang-orangMalla menjelang Nibbāna akhirNya di bawah pohon-sālkembar.
Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, sudilah Bhagavā tidak wafat di kota kecil yang menyedihkan dan dengan ranting pohon berserakan ini, di tengah hutan, di tempat yang jauh dari mana-mana! Bhagavā, ada kota-kota besar lainnya seperti Campā, Rājagaha, Sāvatthi, Sāketa, Kosambi atau Vārāṇasī. Di tempat-tempat itu, ada para Khattiya, Brahmana dan perumah tangga kaya yang penuh pengabdian kepada Sang Tathāgata dan mereka akan melakukan pemakaman yang layak untuk Sang Tathāgata.’
‘Ānanda, jangan menyebut tempat ini kota kecil yang menyedihkan dan dengan ranting pohon berserakan ini, di tengah hutan, di tempat yang jauh dari mana-mana! Suatu ketika, Ānanda, Raja Mahāsudassana adalah seorang raja pemutar-roda, raja yang adil dan jujur, yang telah menaklukkan wilayah di empat penjuru dan memastikan keamanan wilayahnya. Dan Raja Mahāsudassana ini membangun Kusinārā ini, dengan nama Kusāvatī, sebagai ibukota kerajaannya. Dan luasnya dua belas yojana dari timur ke barat, dan tujuh yojana dari utara ke selatan. Kusāvatī adalah negeri yang kaya, makmur dan berpenduduk banyak, ramai oleh penduduk dan memiliki banyak persediaan makanan. Bagaikan kota dewa Āḷakamandā yang kaya … (seperti Sutta 16, paragraf 5.18), demikian pula kota kerajaan Kusāvatī. Dan kota Kusāvatī tidak pernah sepi dari sepuluh suara siang dan malam: suara gajah, kuda, kereta, genderang-bernada, genderang-samping, kecapi, nyanyian, simbal dan gong, dan teriakan, “Makan, minum dan bergembiralah” sebagai yang kesepuluh.
Ibu kota Kusāvatī dikelilingi oleh tujuh tembok. Satu dari emas, satu perak, satu beryl, satu kristal, satu dari batu delima, satu dari jamrud, dan satu dari berbagai jenis permata.
Dan gerbang-gerbang Kusāvatī berwarna empat: satu emas, satu perak, satu beryl, satu Kristal. Dan di depan tiap-tiap gerbang terdapat tujuh pilar, setinggi tiga atau empat manusia. Satu dari emas, satu perak, satu beryl, satu kristal, satu dari ruby, satu dari jamrud, dan satu dari berbagai jenis permata.
‘Kusāvatī dikelilingi oleh tujuh baris pohon palem, dari bahan yang sama. Pohon emas, berbatang emas dengan daun dan buah perak, pohon perak berbatang perak, dengan daun dan buah emas, pohon beryl berbatang beryl, dengan daun dan buah kristal, pohon kristal berbatang kristal, dengan daun dan buah beryl. Pohon ruby berbatang ruby, dengan daun dan buah jamrud, pohon jamrud berbatang jamrud, dengan daun dan buah ruby, sedangkan pohon dari berbagai jenis permata adalah sama sehubungan dengan batang, daun dan buah. Suara dedaunan yang ditiup angin menimbulkan bunyi yang merdu, menyenangkan, indah dan memabukkan, bagaikan suara dari lima jenis alat musik yang dimainkan dalam sebuah konser oleh para pemain ahli dan terlatih. Dan Ānanda, mereka yang menyukai hura-hura dan para pemabuk di Kusāvatī terpuaskan keinginannya oleh suara dari dedaunan yang tertiup angin.
‘Raja Mahāsudassana memiliki tujuh pusaka dan empat ciri. Apakah tujuh itu? Suatu ketika, pada hari Uposatha tanggal lima belas, ketika Raja telah membasuh kepalanya dan naik ke teras atas istananya untuk menjalankan hari Uposatha, Pusaka-Roda surgawi muncul di hadapannya, berjari-jari seribu, lengkap dengan lingkaran, sumbu dan segala hiasannya. Melihatnya, Raja Mahāsudassana berpikir: “Aku telah mendengar bahwa seorang Raja Khattiya yang sah ketika melihat roda seperti ini pada hari Uposatha tanggal lima belas, maka ia akan menjadi seorang Raja Pemutar-Roda. Semoga aku menjadi raja demikian!”
‘Kemudian, bangkit dari duduknya, menutupi satu bahunya dengan jubahnya, Raja mengambil kendi emas dengan tangan kirinya, memercikkan air ke roda itu dengan tangan kanannya, dan berkata: “Semoga Pusaka-Roda mulia berputar, semoga Pusaka-Roda mulia menaklukkan!” Roda itu bergerak ke timur, dan Raja Mahāsudassana mengikuti bersama empat barisan bala tentaranya. Dan di negeri manapun Roda itu berhenti, Raja menetap di sana bersama empat barisan bala tentaranya.
‘Dan raja-raja di wilayah timur datang menghadapnya dan berkata: “Selamat datang, Baginda, selamat datang! Kami adalah milikmu, Baginda, perintahlah kami, Baginda!” Dan Sang Raja berkata: “Jangan membunuh. Jangan mengambil apa yang tidak diberikan. Jangan melakukan hubungan seksual yang salah. Jangan berbohong. Jangan meminum minuman keras. Makanlah secukupnya.” Dan mereka yang menemuinya di wilayah timur menjadi taklukannya.
Dan ketika Roda itu menyelam ke laut timur, keluar dari air dan berbelok ke selatan, dan Raja Mahāsudassana mengikuti bersama empat barisan bala tentaranya Dan raja-raja … menjadi taklukannya. Setelah menyelam ke dalam laut selatan, Roda itu berbelok

