~putus~

1203 Kata
Kantin pacil adalah sebutan untuk kantin Fasilkom yang selalu menyajikan makanan murah meriah. Sampai jam 7an masih banyak yang jualan. Soalnya mereka tahu ada anak ekstensi yang mau kuliah. Jadi kan lumayan dapat pelanggan. Karla udah kelar makan seporsi ketoprak pedas. Argh, rasanya lega setelah perut kosong nya terisi. Dia disana bersama Winny, Gly dan Rere. Ah, di meja seberang ada cowok-cowok yang kadang-kadang mencari masalah dengan Rere. Semua tampak biasa sampai ada cowok berbadan tambun mendatangi meja mereka. Dia pasti anak reguler, soalnya wajahnya masih muda. “Ada yang namanya Kak Karla?”tanya cowok itu. “Itu tuh, yang baju putih.”balas Gly sambil melihat ke arah Karla yang diam dalam kebingungan. “Oh, kakak toh. Ada yang nyariin kak, di lantai 2 gedung C.” “Lah, itu kan kantornya dosen. Siapa emang?”tanya Rere kepo. “Katanya sih programmer Cahaya Nata.” “Gue tahu, gue tahu. Itu teman gue!!”balas Karla sambil berdiri. Dia gak mau teman-temannya banyak tanya. Terutama Rere.  “Hmm, gebetan Kar?”tanya Gly. “Teman anjir. Ah, kalau mau ke kelas, duluan aja ya.”ucap Karla. Dia bergegas pergi. Duh, mati ajalah. Programmer Cahaya Nata itu profesi Nat di Tinder. Profesi yang ternyata sebuah kebohongan. Walau cemas, dia tetap pergi. Daripada cowok itu mengumbar kenyataan yang sebenarnya di depan teman-temannya. Tidak, jangan sampai itu terjadi. Karla naik ke lantai 2. Dan dia disambut sama Nat yang mengenakan kemeja warna hitam.  “Ada apa mas?”tanya Karla agak takut. Ini bukan pacar tapi dosen. Karla harus sadar akan hal itu. “Kamu ikut saya ke ruangan ya.”ucapnya tanpa basa-basi. Rasanya Karla ingin kabur, tapi dia dosen cuy. Mau kabur juga pasti bakal ketemu lagi. Kecuali Karla keluar dari kampus ini. Emangnya sanggup? Setelah perjuangan ikut SIMAK UI yang berat, gak mungkin dia menyerah begitu saja. Karla langsung duduk tepat di depan meja kerja cowok itu. Ruang dosen sama saja dimanapun. Bernuansa coklat dengan letak yang teratur. Ruangan yang gak menarik sama sekali. “Kenapa gak balas pesan saya?”tanyanya serius. Oke, ini masalah pribadi. Jadi Karla bisa ngomong blak-blakan. “Saya balas kok mas. Terakhir, saya bilang kita putus.” “Putus secara sepihak itu gak sah.” “Sah-sah saja, terutama buat yang mutusin.” “Berarti bagi saya sendiri gak sah dong.”ucap Nat mematikan argumen Karla. Karla menarik nafas biar sabar. Orang sabar disayang pacar, eh, disayang Tuhan. “Saya gak mau kita putus.”ucapnya begitu mudah. Perkataan yang memecah gendang telinga Karla.  “Mas beneran serius sama saya? Kita kan cuma sekedar menghabiskan waktu dengan chattingan. Dan lagi, kita sama-sama berbohong tentang segala sesuatu.” “Itu bukan masalah.” “Gila!”ucap Karla geleng-geleng kepala. Nat cuma diam dan melihat Karla sambil tersenyum. Asli deh, kayak psikopat banget. “Dengan melihat muka saya yang begini, mas masih mau?”tanya Karla memastikan. Dia gak nyangka aja. Karla sudah sekian tahun jomblo, dan waktu dapat pacar, dia dapat yang setampan Nat. Argh, masalahnya bukan wajah. Karla benci profesi cowok itu. “Kamu terlalu downgrade sama muka sendiri. Lagian, kamu cantik kok. Imut lagi. Kalau dikasih ranking, dapatlah diatas 8.”ucap Nat sambil menahan tawa di dalam hatinya. Ucapan Karla tadi bikin dia tertawa.  “Stop!!”teriak Karla kesal. Dia gak mau dengar penilaian kayak gitu. Dan dikatain cantik sama dosen sendiri bikin mual. “Jangan terlalu terbebani. Kita kayak biasa aja. Yang penting, kamu jangan cuekin pesan saya. Emangnya koran cuma di read doang?”ucap Nat protes. Dia gak peduli pada air muka Karla yang udah menahan rasa malu dan kesal. Gak cuma itu, dia juga segan sama teman-temannya. Kalau sampai mereka tahu tentang ini, habislah Karla. “Udah mau jam 7. Sana balik ke kelas. Saya gak mau kamu dihukum gara-gara saya.”ucap cowok itu sambil melirik jam tangannya. Tanpa bicara lagi, Karla pergi dengan jalan gontai. Dia terlalu membenci profesi Nat, sampai dia gak sanggup menerima semua ini. Okelah, mereka pacaran karena satu frekuensi tentang segala hal. Tapi, profesi udah jadi kriteria utama Karla dalam mencari pacar. Saat dia menghindarinya, malah itu yang datang. Benar kata pepatah, jangan terlalu membenci sesuatu karena hal itu bisa datang tanpa diinginkan. “Cie!! Baru ketemu gebetan!!”teriak tiga cecunguk itu waktu Karla masuk ke ruangan kelas di lantai 4. Teriakan itu berhasil membuat seisi kelas menoleh padanya. Karla gak peduli dan langsung duduk di bangku kosong. Kebetulan, bangku kosong yang tersisa di sisi kiri ada di belakang teman-temannya. Jadi, dia langsung duduk disana. “Gimana-gimana, cerita dong Kar!”ucap Winny bersemangat. Dia sampai menoleh ke belakang cuma mau dengar cerita halusinasinya sendiri. “Gak ada apa-apa, Win. Cuma masalah bisnis.” “Bisnis apa? Ajakin gue dong. Kalau ada project gitu, gue mau ikut. Kan lumayan buat jajan.”ucap Rere tak kalah heboh. “Sok-soan lo Re. Tugas kampus aja udah sampai terseok-seok ngerjainnya.”ledek Gly yang sibuk menulis tugas mata kuliah Knowledge Management. Gly itu pintar, tapi dia cenderung memanfaatkan injury time. Jadi, kalau belum deadline, mending di skip. Kalau udah deadline, baru jadi prioritas utama. “Kapan-kapan ya. Ini juga masih tahap planning kok.”balas Karla menjelaskan. Jangan memberi harapan yang sudah jelas-jelas gak bakal kejadian. Daripada itu, Karla mending nyari banyak alasan. Dosen perempuan itu datang. Dosen muda yang mengajar Knowledge Management. Mata kuliah yang asik banget karena hanya berupa teori dan analisis. Pembahasannya seputar cara memanajemen ilmu pengetahuan. Gimana caranya biar ilmu pengetahuan itu bisa disimpan, di sharing dan di modifikasi.  Dan tiba-tiba, Kiel duduk di samping Karla sambil tersenyum. Dia wangi banget, parfumnya menyeruak. Emang sih, teman-teman Karla di jurusan ekstensi kaya-kaya. Kaya dalam arti punya gaji yang berlimpah. Mereka bukan kaya dari lahir, tapi kaya karena pekerjaan yang membludak. Walaupun begitu, mereka tetap tampak sederhana dalam penampilan. Apalagi kalau kuliah, semua kayak gembel. “Ada tugas ya?”tanya Kiel bingung.  “Ada. Memang belum ngerjain?” “Mati gue!” “Ini,”ucap Karla sambil menaruh kertas jawabannya di atas meja. “Lo tulis buru. Semoga ibunya gak langsung ngumpulin sekarang.” Kiel mengiyakan. Dia menulis dengan kecepatan maksimal. Terkadang dosen lupa mengumpulkan di awal perkuliahan. Tapi gak masalah juga kalau ngumpulin di akhir. Perkuliahan itu fleksibel, tapi jangan coba-coba mencari masalah. Tiba-tiba handphonenya kedatangan pesan dari My Nat.  “Kuliah dimana?” Beneran deh, Karla makin gak paham dengan jalan pikiran cowok itu. Udah diputusin, masih aja berharap. Dia pikir perhatian kayak gini bisa bikin Karla luluh? Gak sama sekali. Setelah tahu Nat seorang dosen, dia jadi benci sama cowok itu. “Win, lo punya jadwal kuliah kita gak?”tanyanya berbisik pada Winny yang duduk tepat di depannya. “Hmm, ada nih. Kenapa?” “Pinjem dong!”ucapnya. Winny memberikan jadwal yang dia tulis dengan sangat cantik di buku catatannya. Bahkan dia juga mewarnai biar estetik. Karla heran sama temannya itu. Pekerjaannya di kantor udah banyak banget, tapi dia masih sempat menghias buku catatan. “Thanks Win.”Karla segera mengembalikannya. Dia langsung mengirimnya pada Nat. Tanpa ada ucapan basa basi sama sekali. Lalu dia menghela nafas kesal. Semua itu diperhatikan sama Kiel. Tapi cowok itu diam saja sambil tersenyum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN