Part 4

1304 Kata
Hanya tinggal mereka berdua yang ada di ruangan tersebut. Karena Bintang ada panggilan dari managernya. Bukan hanya Bintang yang kaget dengan adanya Andra. Lelaki itu lebih dulu kaget. Saat salah satu security memberitahunya bahwa Bintang mendatangi Maura. Dengan langkah cepat laki-laki itu berjalan mendatangi ruangan Maura. “Dra hei kok bengong sih,” ucap Maura sambil menggerakan tangannya, di depan wajah Andra. Sesekali menepuk pipi lelaki itu dengan sayang eum maksudnya pelan. “Maaf, aku kepikiran pekerjaan,” ujar Andra. Dia terus berfikir positif dengan apa yang baru saja dilihatnya. Kenapa harus sekarang laki-laki itu datang. Tentu dengan kabar yang kurang enak didengar olehnya. “kenapa tidak diselesaikan dulu. Memang ada urusan apa kamu ke sini?” tanya Maura. Bagaimana Maura terlihat sangat santai setelah bertemu masa lalunya, apa hanya Andra yang merasa ada sedikit rasa khawatir sendiri di sini. “Mamah nyuruh aku untuk jemput kamu.” harusnya bukan kata itu yang keluar dari mulutnya, tapi egonya masih bisa ditahan. Dia tidak ingin Maura merasa kesal, jika dirinya menanyakan hal yang sensitive tersebut. dari sekian lama, baru kali ini dirinya merasa sangat ingin tahu dengan urusan Maura. Ada rasa takut tersaingi oleh lelaki yang mempunyai banyak fans tersebut. “Oh iya, sampai lupa aku, karena tadi buru-buru disuruh ke kantor.” Andra terus memperhatikan ekspresi Maura, berharap ada sesuatu yang bisa dia tangkap, namun hasilnya nihil. Maura masih dengan wajah biasanya. Memang perempuan paling bisa menyembunyikan. Mereka pun pergi ke tempat yang sudah dikirimkan alamatnya oleh mamah Andra. Hanya sekitar setengah jam dari kantor Maura. Mereka sampai di sebuah butik. Mereka segera mendatangi mamah Andra, yang ternyata sudah datang sedari tadi. “Siang Tante,maaf lama menunggu," ucap Maura sambil bersalaman. “Enggak kok cantik, sepertinya sekarang kamu harus belajar untuk manggil Tante Mamah deh, soalnya kan kamu sebentar lagi jadi anak Mamah." “Siap Mah,” ucap Maura sambil terkekeh. “Ekhem, lupa yah sama anak sendiri. Giliran ada Maura, Andra dilupain," ujar Andra berpura-pura kesal. “Kebiasaan kamu tuh Dra. Ayo masuk, mamah sudah pilihkan gaun untuk kamu Maura, tapi coba kamu pilih sendiri. Takutnya selera kita tidak sama,” ujar mamah Andra sembari berjalan menunjukan di mana dia sudah memilihkan beberapa gaun. Seharusnya bukan hanya calon mamah mertua saja yang sangat semangat untuk mempersiapkan pernikahan mereka. Justru harusnya calon pengantin, tapi hal itu tidak berlaku untuk Maura. dirinya hanya akan mengikuti apa yang sudah direncanakan tanpa harus banyak protes. Beberapa kali Maura menjajali gaun pengantin. Dan semua sepakat gaun pernikahannya adalah gaun dengan warna putih dengan aksen gold, terlihat simpel tapi mewah dan elegan, ditambah beberapa berlian di pinggang membuat gaun ini sangat diimpikan oleh wanita yang akan menikah. Setelah selesai Maura dan Andra tidak langsung pulang. Dia harus membeli cincin pernikahan di salah satu toko perhiasan yang ada di Mall yang cukup terkenal di kalangan menengah ke atas. Nyatanya memang Mall tersebut dibuat untuk mereka para orang kaya, melihat harga dan kualitas barang yang sama tingginya. “Kamu coba pilih dulu Ra, mau cincin yang seperti apa?” Andra bertanya setelah mereka berada di salah satu toko perhiasan dengan merk terkenal itu. “Kamu saja yang pilihkan, apapun aku pakai.” Andra terhenyak dengan ucapan Maura, dia sudah memperhatikan Maura dari saat keluar kantor, lalu memilih gaun dan sekarang di toko perhiasan ini. Maura sama sekali tidak menunjukan ekspresi apapun. Bahkan menjadi terlihat seperti niat tidak niat dengan semua ini. dengan sabar Andra akhirnya mengalah, dia memilihkan beberapa perhiasan tersebut dan sudah ada 3 buah pasang cincin yang tentu jangan ditanya seberapa mewahnya, apalagi harganya. “Yaudah, coba dari ketiga cincin ini kamu suka yang mana?” tanya Andra dengan lembut. Kali ini dia akan main aman. Tidak ingin terpancing emosi. Hanya karena perubahan sikap Maura yang tiba-tiba seperti tidak berselera. “Yang mana saja.” Maura merasa bingung dengan dirinya sendiri, melihat Andra sangat semangat memilih cincin pernikahan mereka, Maura merasa seperti orang jahat sekarang. Apa dia menyesal dengan keputusannya. “Mba, tolong bungkus ketiga cincin ini.” dengan dingin Andra bicara, sambil memberikan satu kartunya. Maura membulatkan matanya, tentu saja dia kaget. Memang Andra tidak akan jatuh miskin dnegan hanya membeli 3 berlian tersebut. namun Maura berfikir itu hal yang berlebihan. “Tunggu Mba, Andra ngapain sih kamu beli 3, kita kan hanya butuh satu pasang aja.” Andra yang terlanjur kesal, tidak menanggapi ucapan Maura, dia memilih untuk menyuruh pelayan toko itu segera membungkus barang tersebut. Maura tetap memohon untuk membeli satu cincin saja. Tapi Andra lagi lagi tidak menanggapi. Sampai sekarang mereka sudah keluar dari toko tersebut. Andra yang berjalan lebih dulu dengan langkah kaki yang lebar, membuat Maura sedikit kesulitan mengejarnya. Beruntung dirinya masih mempunyai sedikit tenaga untuk berlari dan mensejajarkan jalan mereka. “Kamu tuh yah, selalu aja boros. Dari pada buat beli cincin sebanyak itu, mending kamu tabungin Dra." Maura masih tidak bisa terima. Dia mengomeli Andra. “Tabungan aku udah penuh. Kalau kamu gak suka, aku bisa kasih ini sama Sintia.” Mendapatkan jawaban tersebut membuat Maura menjadi marah, selalu saja perempuan itu yang jadi tempat sampah Andra untuk membuang uangnya, padahal di luar sana banyak orang yang lebih membutuhkan. Kalua sudah begini, Maura kalah. Dia jadi merasa bersalah, harusnya tadi dia menuruti ucapan Andra untuk memilih salah satu diantara cincin tersebut. Maura diam saja, dia melihat jamnya sudah menunjukan pukul 12 siang. Melihat Andra memencet lift paling bawah, Maura segera memindahkannya ke lt 3. Andra mengerenyit dan dijawab dengan menaikan kedua bahu Maura. memang dipikir di sini yang kesal hanya Andra. “Makan?” tanya Andra, yang hafal dengan isi dari lantai 3. “Menurut kamu, aku gak punya perut, diajak pergi tapi gak dikasih makan," ketus Maura. “Maaf deh, kamu baru selesai kasus kan, berarti traktir aku yah.” Maura memutar bola matanya, dia hafal dengan ucapan itu setiap kali dirinya menyelesaikan kasus. Tapi dia selalu menuruti keinginan Andra itu. Di mana laki-laki yang tadi sedang marah itu. Mendengar traktiran langsung berubah baik. Dasar tidak waras. Mereka memilih untuk makan siang kali ini makanan sehat, Mereka makan dengan khusu sekali. Tidak ada percakapan di antara keduanya. Sesekali Andra melihat ke arah Maura. tapi gadis itu cuek saja. “Aduh, kok kepala ku pusing yah,” sontak saja, Maura segera bangun dan mengecek keadaan Andra yang terlihat seperti kesakitan itu. “Andra kamu kenapa? Kamu gak lagi bercanda kan? Andra.” Maura menggenggam tangan andra dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya memegangi pipi Andra. Menepuk nepuk dengan pelan. Andra yang melihat sahabatnya itu semakin panik, akhirnya menyudahi aktingnya itu. dan mendapatkan sebuah tamparan dari Maura. "Gak lucu!" Tanpa banyak bicara. Maura mengambil tasnya lalu pergi dari tempat makan tersebut. Andra menyusul Maura yang ternyata sudah berlari cukup kencang. Tanpa dia tahu, bahwa Maura menangis, perempuan itu selalu benci rasa khawatir, karena rasa itu yang selalu menjadi hal terlemah dalam dirinya. Diperjalanan pulang, Maura memegangi perutnya, rasa sakit yang cukup kuat karena telat makan membuatnya lemas. Banyak hal, yang sudah dia lalui hari ini, Maura lelah dan pusing juga. Dia bukan baik-baik saja setelah tadi pagi bertemu Bintang, dia juga merasa bingung. Dia kecewa terhadap dirinya sendiri kenapa dia harus bertemu dengan orang yang sudah dia sakiti. Dan mereka bertemu dengan keadaan yang sangat tidak baik. Apakah harus Maura menerima untuk menangani kasus perceraian, orang yang dulu dia cintai bahkan mungkin sampai detik ini. ini hal yang berat dan sangat menyesakkan. Tidak bisakah dia beristirahat sebentar, dari mereka yang selalu menghendaki keinginannya sendiri, tanpa memikirkan perasaan orang lain. Kenapa dia tidak bisa menjadi egois seperti mereka. Padahal yang terlihat baik-baik saja, tidak selalu seperti yang dilihat. Yang membedakannya hanya, dia tidak menunjukannya saja. Dia menelan kepahitannya sendiri. Dia sedang tidak baik-baik saja. Di lain tempat Andra yang hendak mengejar Maura malah mendapati dirinya mimisan lagi, lagi-lagi rasa takut dan stress berlebihan membuatnya menjadi lemah. Andra sangat benci keadaan ini. di mana dia sangat terlihat tidak berguna dan hanya menyusahkan orang lain saja. Terkadang dia bersyukur dengan penyakitnya ini mungkin sebentar lagi dirinya tidak akan pernah menyusahkan orang lain untuk selama-lamanya. Hanya tinggal tunggu waktu saja, menghitung bulan, hari, jam dan detik semuanya akan benar-benar berakhir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN