Part 8

1099 Kata
  Sesampainya dia di kantor. Maura segera menyalakan lampu di Ruangannya. Di sana ada Bintang yang masih meringkuk di sofanya. “Bintang, kenapa kamu gak pulang sih? Kamu kan lagi sakit. kenapa malah tidur di sini. Kamu sudah makan? Sudah minum obat?” pertanyaan beruntun dari Muara, malah membuat senyum terukir di wajah Bintang. “Aku suka kamu khawatirin Ra,” Maura melotot tidak percaya dengan ucapan laki-laki tersebut. bagaimana bisa berpikir seperti itu di saat sedang sakit begini. “Gila kamu!” Bintang hanya tersenyum, lalu duduk. “Kenapa gak pulang?” tanya Maura. “Karena aku tidak pernah meninggalkan kamu, seperti kamu bisa meninggalkan aku,” ucap Bintang dengan dibarengi senyum khasnya. “Bintang sudahlah, kamu tidak lelah? terus membahas ini,” ucap Maura yang benar-benar lelah. Tiba-tiba ruangan menjadi gelap, Maura yang masih berdiri segera ikut duduk di dekat Bintang. Dia tidak takut gelap, tapi tidak bisa jika merasakannya secara tiba-tiba begini. Maura segera merogoh sakunya, mengambil handphone, tapi dia lupa handphonenya sudah mati setelah Bintang menelponnya tadi. “Bintang, kok kamu diam saja, kamu tidak sedang pingsan bukan?” tanya Maura panik, dia sedang menggenggam tangan lelaki itu. “Enggak, kamu lupa charger handphone kan? Handphone aku ada di atas meja,” ujar Bintang. Maura segera mencari, dan mendapatkannya. “Tolong nyalakan lampu." Maura memberikan handphone itu pada Bintang. “Nyalakan saja sendiri, passwordnya nama perempuan yang sangat benci makan sayuran,” ujarnya santai. Deg Maura selalu dikejutkan dengan ucapan Bintang, bagaimana bisa lelaki itu masih mengingat dengan detail mengenai dirinya. Setelah lampu handphone menyala, Maura menaruhnya di meja. Walaupun hanya sedikit cahaya, namun begitu membantunya. Jika mati lampu begini, mereka tidak bisa keluar, karena lift pun ikut mati, jika memakai tangga darurat bisa mati dehidrasi. Mereka berdua diam, untuk beberapa saat. “Bintang,” “Maura,” ujar mereka berdua secara bersamaan, kemudian dua-duanya sama-sama diam. “Kamu sudah makan? Sudah minum obat?” “Sudah, harusnya pertanyaan itu untuk kamu Maura,” Bintang benar, Maura melupakan makannya hari ini karena terlalu sibuk. “I am fine, lagi pula aku tidak sakit,” ujarnya ketus. Dalam cahaya remang-remang, Bintang mencoba memegang tangan Maura, menariknya kemudian memasangkan gelang yang cukup unik dan antik, bagai mana gelang itu dibuat oleh Bintang sendiri. Saat mereka masih di bangku SMA. Maura hendak menarik tangannya, namun segera ditahan oleh Bintang. “Ra nostalgia yuk,” mendengar ucapan Bintang, Maura memejamkan matanya. Dari nada bicara bintang barusan, membuatnya ditarik ke masa-masa di mana mereka merajut kisah. Flashback Maura dan Bintang bersekolah di SMA yang sama, yang beda hanya jurusannya saja. Maura jurusan IPA dan Bintang IPS. Mereka sering bertemu ketika sedang mengembalikan buku paket di perpustakaan. Karena sering bertemu, Bintang, kerap kali memperhatikan Maura, dan mencoba untuk berkenalan, Maura menyambut dengan baik hal itu. karena, pada saat itu Andra sedang berobat ke luar negeri. Mereka jadi sering bertemu, makan siang bersama. atau nonton ke Bioskop. Maura menikmati kebersamaan mereka, karena baru saat ini dia mempunyai teman lelaki selain Andra. Bintang sangatlah baik, dia tahu hampir semua hal yang disaukai, dan tidak disukai Maura. dia bahkan rela datang tengah malam untuk membawakan Maura makanan, karena tahu Maura itu mempunyai magh. Perlakuan manis, kerap kali membuat Maura melambung tinggi. Ada rasa yang tidak dia dapatkan, ketika bersama Andra. “Aura, mau gak jadi pacar aku?” Maura yang kaget mendapatkan pertanyaan itu, seketika menegang. “Ini kantin, Bintang. Kalau orang lain denger gimana.” “Bhahaa, aku bercanda Ra, lagian gak apa-apa lagi, toh mereka sudah mengira kita pacaran malah.” Maura blushing, dengan jahil dia memasukan banyak kecap dan saos secara bersamaan ke mangkuk baso Bintang. Kemudian pergi sambil sedikit berlari. “MAURA AKU SUKA SAMA KAMU,” teriak Bintang, menjahili Maura. Seisi kanting tertawa mendengar ucapan Bintang, mereka memang sudah tahu karakter bintang, yaitu jahil. Kebersamaan mereka, nyaris tidak pernah berantem dalam arti kata sungguhan. Sampai saat di mana sahabat sungguhan Maura pulang ke Indonesia, Maura sibuk bersama Andra, seakan lupa bahwa dia pernah dibahagiakan oleh Bintang. Maura bukan lupa, dia hanya terlalu rindu sekaligus bahagia akhirnya Andra sudah bisa kembali pulih dari sakit yang dideritanya. Bintang mencoba untuk memahami hal itu, tapi ada yang janggal, ketika Bintang mencoba untuk menelpon dan kirim pesan, pada Maura, perempuan itu sama sekali tidak mengangkatnya atau pun membalas pesan. Sampai di mana dirinya menarik Maura untuk bicara dengannya, lebih tepatnya Bintang jujur bahwa dirinya menyukai Maura. Namun naas. Selain sebuah penolakan yang dia dapatkan, Maura bilang dia hanya memanfaatkan Bintang untuk mengisi kekosongangnya saja, selama Andra tidak ada dan juga mengatakan bahwa Bintang itu bodoh. Bintang hanya manusia biasa, dia tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dia kecewa pada Maura, sejenak dia berpikir, memang benar persahabtan lelaki dan perempuan akan selalu berujung dengan kisah percintaan. Buktinya Maura, membuang dirinya saat ini. Tiga bulan berlalu, Bintang masih saja terpuruk, dia masih memeperhatikan Maura, walau pun dari kejauhan. Sesekali mereka berpapasan, namun Maura langsung membuang muka. Sampai di mana dirinya mengalami titik terlelah dalam mencintai, Mencintai tanpa balas dan batas. Jatuh hati kemudian patah secara bersamaan untuk pertama kalinya. dia sudah menyerah dan nyaris pasrah. Namun dia tahu satu hal, dia harus pintar dan Maura akan mencintainya, berbagai les dia lakukan, sampai akhirnya dia mengikuti tes beasiswa ke luar negeri untuk membuktikan bahwa dirinya itu bisa pintar. Rencana hanya tinggal rencana, di malam prom night, Bintang sudah siap dengan sebuket bunga dan surat beasiswanya. Untuk diberikan pada Maura, tapi harapannya sirna begitu saja, ternyata Maura tidak menghadiri acara tersebut, dan yang paling dia benci pada dirinya sendiri adalah. Karena terlalu sibuk belajar dan mengejar beasiswa, dirinya tidak tahu mengenai kabar bahwa Maura ternyata sudah pindah ke luar negeri. Yang Bintang tidak tahu adalah, Maura bukan tidak mencintainya, Maura tidak pernah memanfaatkan dirinya, Maura justru mencintai Bintang. Sebelum laki-laki itu mencintainya. Maura belajar satu hal. Tidak ada alasan untuk mencintai seseorang, karena Maura mencintai Bintang tanpa karena. Namun, setiap belajar kita harus mendapatkan ujian, sang papah mengajak dirinya untuk pergi ke luar negeri, setelah lulus sekolah. Semenjak saat itu, Maura menjauhkan dirinya dari Bintang. Dia menolak pernyataan cinta lelaki itu. padahal itu yang dia tunggu-tunggu. Saat benar-benar meninggalkan Indonesia pun, Maura tidak juga memberi tahu yang sebenarnya pada Bintang, dia hanya membawa boneka dan jam pemberian Bintang. Dia tidak menyesal, meninggalkan Bintang, karena dia mengerti, Bintang layak mendapatkan yang lebih baik dibandingkan dirinya. Cinta pertama memang akan selalu membekas, tapi dari situ dia tahu bahwa mencintai harus bisa melepaskan. Karena tidak peduli seberapa besar rasa itu tumbuh, jika takdir berkata lain, kamu hanya bisa menikmati sisa-sisa kenangan manis dan pahit dalam sebuah memori kisah dan kasih. Flashback off Bagaimanapun,tidak pernah ada seorang manusia yang ingin terjebak dalam keadaan gelap dan tidak bisa kemana-mana bersama dengan orang di masa lalunya. Kecuali memang mereka masih ada kisah yang belum terselesaikan. Beruntungnya mereka berdua, ketika takdir masih berbaik hati, memberikan waktu, untuk mereka saling mengenang bersama dengan orang yang dikenang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN