Part 12

708 Kata
Sesampainya Maura di rumah, dia mendapatkan kado yang dititipkan kepada satpam rumah Andra, setelah sampai di kamar dia membuka kado tersebut, dirinya terkejut dengan isisnya, ini gelang yang pernah diberikan Bintang padanya, To : Maura  Gelang ini akan kembali kepada pemiliknya, aku sudah mulai berdamai dengan hatiku Ra, kamu berhak bahagia. Happy marriage, wish you always happy.  From : B Ceklek Suara pintu dibuka oleh seseorang, yang ternyata adalah Andra, dia segera bangkit lalu menaruh dengan sembunyi-sembunyi kado tersebut. “Ra, aku kira kamu belum pulang,” Muara hanya tersenyum, takut jika Andra mengetahui dia gugup. “Kamu sudah makan malam?” “Belum,” ucap Andra lesu, “Memang, pacarmu itu miskin banget yah, ngasih makan kamu aja tidak bisa.” Sindir Maura, lalu mengambilkan makanan untuk Andra. “Kok, kamu tahu aku habis bertemu Sintia,” “Anak tk juga bisa lihat, kerah kamu itu abis ditempelin lipstick,” ucap Maura, sambil menyodorkan nasi beserta lauk pauknya, Andra segera melihat kerah kemejanya, namun tidak mendapatkan tudingan yang Maura katakana barusan. “Kerah belakang kamu. Kalau gak percaya juga, buka dulu bajunya baru kelihatan.” “ Iya aku percaya,” Andra pasti akan kalah jika berdebat dengan Maura. “Sayuran lagi?” “Kenapa? Mau protes? Denger yah Dra, aku gak apa-apa kamu mau ketemu pacar kamu, tapi inget makan, kamu bukan anak kecil lagi. Karena sehabis makan, ada kewajiban yang harus kamu lakukan. Bahkan tadi siang kamu gak minum obatrnya.” Maura biacara, dengan mata berkaca-kaca. Sebenarnya Maura tidak berniat untuk marah-marah pada andra, entah mood swing nya kembali datang. Dia tahu, ini tidak adil untuk Andra, namun dia juga tidak bisa harus selalu mengingatkan Andra untuk sekedar makan dan minum obat. Dia harus peduli dengan kesehatannya yang sudah tidak sehat itu. Melihat Maura marah, Andra segera makan tanpa protes, setelah itu, dia minum obat dan masuk ke kamar mereka. Berganti pakaian, lalu ikut bergabung di kasur bersama Maura. “Kamu marah sama aku, aku minta maaf,” ucap Andra sungguh sungguh, bukannya menjawab, Muara justru memunggungi Andra, Andra yang merasa bersalah pun mendekat ke Maura, memeluk maura lalu, dia mencium punggung istrinya itu. “Aku gak apa-apa kok, kamu marahin, asal kamu janji, kamu tidak menyesal menikah dengan aku Maura, secepatnya, aku akan putuskan Sintia. Aku janji.” Maura tidak menjawab, ucapan Andra, dia menangis tanpa suara, setelah Manda, apakah dirinya juga akan dimaki oleh Sintia. Kenapa menjadi dirinya harus seberat ini. Setelah kejadian semalam, Maura maupun Andra seakan melupakannya, buktinya saat ini mereka sedang junkfood yang dipesan Andra setengah jam yang lalu, “Dra, kamu kan sudah dua potong tadi, sekarang giliran aku dong.” “Maura, kamu kan bisa makan junkfood kapan aja, aku kan hanya seminggu sekali.” “Dasar pelit,” “Marah nih ceritanya, kamu mendingan pesen aja lagi, aku masih bisa beli kok, bahkan kalau mau restorannya aku beli,” “Muak banget deh, sombong jadi hobbi gitu sih,” “Aku gak sombong sayang, aku hanya bicara fakta, perlu bukti kamu, aku telepon bang Jho nih,” Mendengar Andra memanggilnya sayang, perut maura menjadi menggelitik, seperti ada kupu-kupu beterbangan. “Berani telepon Bang Jho, aku bakal diemin kamu seminggu full,” bang Jho sendiri adalah, seorang tangan kanan keluarga Rizaldi. Sudah pasti, bisa dipastikan hari itu juga, apa yang diinginkan tuannya itu akan terkabul, Maura terkadang benci sifat sombong Andra, namun alasan Andra untuk sombong yaitu, Andra melakukan itu, karena yang bisa dia banggakan saat ini hanyalah hartanya, mungkin tanpa harta Andra hanyalah gelas tanpa air, tidak ada isinya. “Kamu mau liburan ke mana Ra?” “Aku belum tahu,” “Gimana kalau Eropa?” “Gak akan sempet aku, kan cutinya hanya satu minggu,” “Yaudah, Sabtu Minggu kita ke Lembang yuk, aku kangen ngadem.” “Boleh juga, eh tunggu sekarang kan Jumat, maksud kamu besok?” “Pinter banget sih istri aku,” Maura hanya bisa geleng-geleng kepala, Andra memang selalu begitu. Mereka melempar canda dan tawa, bermain permainan konyol, menonton film dan tertidur di posisi yang sama. “Jangan lupa, bawa jaketnya, kamu kebiasaan suka gak bawa jaket.” Andra mengingatkan sang istri. “Iya, bawel ih,” Cup “Yaudah, kalau kamu selesai siap-siap, langsung turun aja ke bawah, aku mau manasin mobil dulu.” Sepertinya maura harus terbiasa dengan kecupan mendadak dari Andra, Maura perhatikan, semenjak menikah, Andra memang berubah, entah hanya perasaannya saja atau memang benar. Dia merasakan sepertinya Andra sangat menyanyanginya, memperlakukkan selayaknya istri sungguhan. Perjalanan mereka cukup melelahkan, setelah menghabiskan 3 jam perjalanan akhirnya mereka sampai juga, udara sejuk, dan segarnya pemandangan membayar segala kelelahan mereka, Pada dasarnya kebahagian memang harus diciptakan bukan menunggu dibahagiakan. Karena sampai kapanpun yang bisa mengukur kita bahagia atau tidak hanya diri kita sendir, bukan orang lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN