"Lexa." Senyum menyeringai Dylan terurai. Dia memegangi bibirnya.
Kembali mengingat ciumannya dengan Lexa tadi. Mengingat bagaimana jantungnya tadi berdetak liar saat Lexa membalas ciumannya. Bahkan saat tangan halus Lexa menyelinap di balik kaosnya, Dylan sampai menahan nafasnya. Jelas ini bukan kali pertama Dylan berciuman dengan lawan jenis.
Oh ayolah. Seorang Dylan Grass yang memiliki wajah tampan dan uang bergudang-gudang. Mana mungkin tidak pernah b******u dengan wanita. Bahkan Dylan tak jarang pernah melakukan -yang lebih- dari sekedar b******u. Dylan bukanlah pria yang alim banget, yang hanya memikirkan bisnis sampai mamanya harus turun tangan mencarikannya wanita. Karena di usia Dylan yang ke 27 masih menyandang status single.
Tapi Dylan juga bukan pria b******k yang sering -beradegan ranjang- dengan banyak wanita. Dylan hanya melakukan -itu- jika pikirannya benar-benar sudah penuh. Itupun juga karena paksaan Leo, temannya sejak SMP.
Prioritas utama dalam hidup Dylan adalah bagaimana menghasilkan uang sebanyak mungkin saat dia masih sehat. Bukan untuk dirinya sendiri, bukan juga untuk mamanya saja. Tapi untuk anak cucu cicit-nya kelak, agar mereka tak perlu merasakan bagaimana susah payahnya mencari selembar uang.
Ah, bukan berarti Dylan berasal dari keluarga yang susah. Dia terlahir dari keluarga yang sudah kaya. Hanya saja Dylan memiliki beberapa teman yang harus berjuang mati-matian hanya untuk membayar SPP, seperti Leo. Juga karena nasehat Angelina -gak semua orang akan terus kaya-. Untuk itulah, wanita bukanlah prioritas utama Dylan saat ini. RALAT, sejak dia SMA. Wanita sama sekali bukan tujuan hidup Dylan.
Dylan hanya akan -menemui- wanita saat kepalanya benar-benar akan meledak. Hanya untuk menjaganya agar tetap -waras-. Mungkin sebulan atau 2 bulan sekali Dylan akan -mencari- tempat pelampiasan gairahnya.
Apa Dylan tak pernah tertarik pada wanita ? Pernahlah, Dylan masihlah pria yang memiliki nafsu. Tapi Dylan terlampau pandai untuk mengendalikannya. Saat SMP, Dylan pernah menyukai kakak kelas, namun dia berhasil menahan keinginan untuk memiliki kakak kelas itu, bahkan saat dia tahu kakak kelas itu juga menyukainya.
SMA, Dylan termasuk deretan siswa incaran, selain karena ganteng dan kaya, Dylan juga pandai. Dylan pernah menyukai adik kelas, namun sekali lagi Dylan berhasil menahan keinginannya untuk memiliki pacar diusianya yang sudah pantas berpacaran. Tentu juga karena adik kelas itu ternyata lebih menyukai sahabatnya, dan saat itu fokus Dylan adalah membanggakan papanya di ujung usia papanya.
Yap. Angelina Guardiano adalah adik kelas yang dimaksud. Namun Angel lebih memilih Leo karena sifat Leo yang lebih ramah dan humoris. Juga karena Leo berasal dari keluarga sederhana, sama seperti keluarga Angel. Juga karena gosip bahwa Dylan homoan.
Lexa. Nama itu kembali memenuhi pikirannya. Alexandra Eleanor. Kamu beda. Ya. Lexa memang berbeda. Setidaknya Lexa yang sekarang bukanlah Lexa yang dulu. Meskipun abu-abu masih mendominasi kehidupan Lexa. Dylan terduduk sembari memandangi layar ponselnya. Mencari kontak Leo disana.
****
Angel dan Leo masih duduk dengan nyaman di salah satu bangku restoran cepat saji. Mrs Grass sudah pulang 5 menit yang lalu dijemput sopir. Mengatakan bahwa dia harus ke BeeBakery. Memesan beberapa kue untuk acara arisan besok.
"Mas, boleh gak kalo nanti balik ke kantor aku nampar Dylan karena dia udah seenaknya nyium Lexa ?" Tanya Angel menyudahi makan siangnya.
Uhukuhuk. Leo terbatuk. Angel segera menyodorkan teh manisnya pada Leo.
"Thanks." Leo meminum teh itu sebentar. Kemudian menatap Angel. "Boleh gak, kalo aku aja yang nampar Dylan ? Nanti tangan kamu bisa merah dan sakit. Kan kamu tau sendiri Dylan Grass itu muka tembok." Leo terkekeh. Diikuti Angel.
"Yaudah, kalo gitu nanti kamu tampar Dylan ya. Namparnya jangan pake tangan, pake sepatu caterpillar kamu itu aja."
"Angel, emangnya kamu kira aku bakalan tega nampar dia ?"
"Tega-tegain dong. Dia udah nyium Lexa, Mas. Ya ampun Lexa !!!" Pekik Angel. "Gadis baik-baik dengan segala kejadian buruk yang setia menimpanya. Dan dicium Dylan mungkin akan jadi yang terburuk. Ya ampun Mas Leo, kamu tadi gak lihat gimana wajah Lexa ?"
"Lihat kok. Beneran."
"Ini mesti ada yang gak beres. Belum lagi tadi Dylan bilang Lexa calon istrinya ke tante Grass."
"Kenapa ? Kamu gak suka ?" Tanya Leo, kembali mengingat bahwa Dylan pernah menyukai gadis di depannya ini. Meskipun Angel juga tau dan lebih memilih Leo.
"Gak suka bangetlah Mas. Gimana kalo Lexa dimanfaatin sama Dylan ?"
"Iya juga sih. Kenapa juga tadi mereka berdua ciuman ya ? Apa Lexa mancing-mancing Dylan ya, Angel ?"
BRAKK. Angel memukul meja dengan keras.
"Apa maksudnya Lexa mancing Dylan ?" Marah Angel pada Leo yang bercandanya keterlaluan.
"Becanda doang Angel. Kamu kan juga tau kalo Dylan gak mungkin maju duluan kalo si cewek gak ngode." Bener juga yang dibilang Leo. Tapi gak mungkin kan Lexa ngode Dylan. "Tadi juga kamu liat sendiri, that Lexa kissed him back."
"Pokok aku gak mau tau, kita ke kantor dan kamu nampar Dylan, Oke ?"
"ngomongin Dylan. Nih dia nelpon." Leo menunjukkan ponselnya. "Halo bos, ada apa ?" Leo menekan loadspeaker.
"Bilang Angel suruh transfer ke rekening Lexa 300juta buat bayar desainnya."
"HAH ?? Lo bayar 300juta buat desainnya Lexa ?" Kini suara Angel membuat Dylan di seberang kaget. "Lo gak lagi merencanakan sesuatu yang buruk sama Lexa kan ?"
"Enggak Angel. Desain Lexa layaklah dihargai segitu." Suara seberang terdengar santai.
"Bener ?" kini Leo meyakinkan.
"Bener. Gue emang ada rencana, dan kalian harus kesini buat nyetujuin rencana gue." Tut tut tut telepon terputus. Karena hp Leo yang mendadak kehabisan baterai.
"Kaan..Dylan pasti ada maunya." Tuduh Angel disertai tatapan ingin melempar Leo pake sambel.
****
Dylan meletakkan kembali ponselnya di meja. Mengacak rambutnya kasar. Fix. Perasaan ini datang lagi. Perasaan saat Dylan SMP mengKlaim naksir Ava, si kakak kelas. Juga perasaan tertarik saat pertama melihat Angel pas SMA.
Dan tadi, saat melihat Lexa malu-malu bersembunyi di balik Leo. Getaran aneh itu muncul. Getaran yang Dylan klaim sebagai getaran cinta.
Yang menghangatkan relung hatinya. Getaran yang tak pernah dia rasakan bahkan saat ada perempuan -tanpa busana dan siap menyerahkan badannya- untuk Dylan.
Ya. Dylan jatuh cinta pada pandangan pertama. Kembali Dylan mengacak rambutnya kasar, yaelah Dylan, lo kayak bocah aja pake jatuh cinta pada pandangan pertama. Sesuatu dalam dirinya mengejek. Disertai dengan seringaian di wajah tampannya.
****