"Aku hanya ingin mengatakan bahwa selama ini aku sama sekali tidak mencintaimu!" kataku dengan serius.
Ruihan Lu tertegun sejenak, wajahnya penuh ketidakpercayaan ketika dia tertawa. "Cara kau menghibur benar-benar tidak biasa, Beb. Aku tahu kau sedih, tunggu aku pulang dan melamarmu," katanya mengangkat tangan untuk mengacak rambutku, seprti yang biasa dia lakukan, tapi aku menghindari lagi.
"Tidak Ruihan. Apa yang aku katakan sama sekali tidak bercanda. Tidakkah kau tahu bahwa aku hanya bermain denganmu? Karena sebenarnya aku sama sekali tidak menyukaimu. Tidak, dan tidak akan pernah. Jangan terlalu sombong, tidak semua orang menyukaimu. Tahukan kau betapa menjijikkan bersamamu, dan tahukah kau betapa kerasnya aku menahan diri selama ini, menahan muak melihat wajah sombongmu. Aku sangat jijik, tapi kupikir semuanya cukup sepadan. Menyenangkan mempermainkanmu seperti orang bodoh, dan mengasikkan melihatmu percaya pada semua kebohonganku. Bagaimana? Balas dendam yang hebat, bukan?" kataku tidak tangung-tanggung. "Sebenarnya aku sangat membencimu, Ruihan Lu, dan tidak ada cinta diantara kita, hanya dendam dan musuh."
Aku melihat wajah remaja tampan, yang selalu nampak sombong dan arogan itu berubah menjadi kaku, dan sorot mata tak percaya. Rahangnya perlahan mengeras, hingga pembuluh darah menonjol di kening dan lehernya. Bahkan aku mendengar giginya bergemertak menahan amarah. Dan sorot matanya yang perlahan menajam dan merah karena marah, saat itu, kusadari sudah terlambat bagiku untuk memperbaiki segalanya.
Kusadari aku tidak bisa mengambil kembali kata-kata kejam dan sangat menusuk itu, atau memintanya untuk melupakan segalanya.
"Tunggu aku, Dove Ryce," ancam Ruihan Lu pada akhirnya, dengan kalimat yang keluar diantara giginya, setelah dia terdiam cukup lama dan menatapku lamat-lamat.
Aku ketakutan oleh tatapan dan aura permusuhan kuat yang keluar dari tubuhnya.
Selama bertahun-tahun, Aku diliputi kecemasan. Aku cukup tahu banyak metode kejam Ruihan Lu menghadapi musuh-musuhnya.
Aku sangat takut dia akan membalas dendam.
Meski Ruihan Lu memasuki militer, hanya bisa pulang ke rumah paling banyak dua kali setahun. Hal tersebut sama sekali tidak mengurangi kecemasanku. Karena Ruihan punya banyak teman dan koneksi yang luas.
Sudah hampir satu dekade sejak hari itu. Akibat rentang waktu yang lama, dan Ruihan Lu tidak melakukan apa-apa, aku perlahan rileks dan santai. Bahkan berpikir Dia sudah memaafkan Aku, dan melupakan semuanya.
Tapi Aku tidak pernah berfikir akan bertemu lagi dengannya, begitu mendadak, sehingga aku tidak siap sama sekali.
"Laylu Ford, sungguh kejutan bertemu dengan manusia sibuk sepertimu di sini. Kupikir seseorang sepertimu tidak akan pernah menginjakkan kaki di tempatku," sapa seorang wanita berambut pirang keriting, tubuhnya sangat panas, gaun kulit pas badan tanpa lengan dan sangat pendek, menonjolkan lekuk tubuhnya yang membuat orang-orang menelan ludah, berjalan dengan langkah menawan menuju ke arah kami duduk, senyuman mengembang di wajah cantiknya. "Teman-temanku sedang menari di sana, ayo bergabung kesenangan dan mari kita guncang lantai dansa malam ini. Aku tahu kau sangat ahli dalam satu ini," ajaknya sambil menarik Laylu Ford, dan sama sekali mengabaikan keberadaanku.
Aku hanya bertubuh kecil, bukan tidak terlihat gerutuku dalam hati.
"Sempurna. Mari menari sampai pagi," balas Laylu Ford setuju dengan senang hati, benar-benar melupakan keberadaanku.
Meski tubuhku kecil dan mungil, tapi bukan berarti aku benar-benar tak terlihat hingga transparan, kan? pikirku lagi.
"Oh, kalian melupakanku," timpal Cloe tertawa dan segera berdiri mengikuti Laylu Ford dan wanita menawan barusan, turun kelantai dansa dan bersenang-senang.
Ternyata Aku benar-benar tak terlihat!
Atau tidak dianggap? sedih. Tapi aku hanya bisa mengutuk dalam hati.
Sial!
Penghianat!
Jika aku tahu Laylu Ford sialan itu akan meninggalkanku, sudah pasti Aku tidak akan ikut dengannya. Apalagi dipaksa mengunakan gaun malam yang hampir mengungkapkan semua kulit dari tubuhku.
"Berjumpa lagi, Dove Ryce."
Aku hampir berdiri dan melompat mendengar suara lelaki yang rendah dan berat tepat di dekat telingaku, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafas panas berbau rokok bercampur alkohol di kulitku. Tidak tahu kapan tepatnya seorang Ruihan Lu telah bergeser dan duduk di sampingku dengan lengan yang benar-benar terbentang di belakangku.
"Ya, Hei," balasku kaku. Pundak tersingkap dan Aku bisa merasakan panas tangannya di belakangku. Entah karena gaun tanpa tali bahu berwarna merah dan terbuat dari kain sutra tipis, atau karena dia memang memancarkan panas, aku bahkan merasakan suhu tubuhnya.
Aku melirik Ruihan Lu dengan ujung mataku, tidak berani menatap matanya secara langsung. Dia masih tampan seperti yang aku ingat. Hanya lebih matang dan lebih seksi, dengan membawa hormon pria yang sangat kuat. Tubuhnya tinggi tegap ketika dia duduk, bahkan aku bisa merasakan dia lebih tinggi dariku.
Mendadak, dia menarik Aku ke dalam rangkulan lengannya, menempatkan diriku menempel pada dadanya yang kokoh dan keras, dia bahkan mencium puncak kepalaku.
"Tidak rindu aku?" tanyanya di keningku.
Aku merasa suara yang rendah, serak dan berat itu sangat seksi, bahkan membuat kupingku hampir hamil bersamaan dengan kecemasan yang terasa meledak di hatiku.
"Apa yang kau lakukan?" tanyaku terkejut hampir berteriak dan mendorongnya. Tapi, bagaimana mungkin kekuatan kecilku bisa melawan tubuh besarnya yang kuat seperti batu. Apalagi dia telah bertahun-tahun rutin berlatih di ketentaraan.
"Aku hanya mengekspresikan sedikit kerinduan, Sayang," jawab Ruihan Lu sambil menciumku lagi di hidung, tersenyum ringan padaku, dan mengelus-ngelus pipiku dengan telunjuknya. Apa yang membuatku terkejut adalah telapak tangannya yang sama sekali tidak terlalu kapalan. "Sudah lama sekali, tidakkah kau merindukanku?"
Aku curiga dia tidak berada di ketentaraan selama ini!
"Tidak, tidak, Aku tahu kau merindukanku. Tapi jangan mengekpresikannya seperti ini. Pertama-tama Kau lepaskan Aku," rintihku, merasa sulit bernafas karena terperangkap.
Aku merasa tercekik.
"Melepaskanmu?" tanya Ruihan Lu dengan nada yang sangat datar, tapi aku merasakan ada ancaman tak terlihat dari cara dia menatapku. "Jangan pernah memikirkan dalam hidup ini, Sayangku. Aku sama sekali tidak berencana melepaskanmu dalam hidupku, Dove Ryce. Apakah kau mendengarnya? Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Tidak akan pernah! Apa yang telah menjadi milikku, tidak mungkin bisa dilepaskan lagi, kecuali aku mau. Kau tahu itu dengan jelas, bukan?"
Aku duduk sepenuhnya bersandar padanya dan masih berusaha keras mendorongnya ketika aku mendengar pernyataan lembut namun penuh ancaman itu.
Tubuhku kaku dan otakku terasa kram.
Matilah Aku!
Aku benar-benar selesai.
Apa yang aku takutkan selama bertahun-tahun akhirnya benar-benar datang. Dia benar-benar ingin menyelesaikan skor lama denganku dan menghukumku.
Dia mungkin bakal mengurung dan menyiksaku.
Kecemasan dan kegugupan makin menjadi-jadi ketika tangannya mulai bergerak secara ritmis naik turun mengelus kulitku, dengan perlahan membelai pundakku yang terbuka.