Aku mencoba mengangkat kepala dan memberanikan diri memelototinya. "Berhenti Ruihan Lu! Lepaskan aku, aku hampir mati lemas kekurangan oksigen," kataku, menghalau segala macam imajinasi anehku dan menguatkan diri. Tidak akan terjadi apa-apa dan aku akan baik-baik saja.
Ruihan Lu tersenyum singkat saat melonggarkan lengannya yang melingkar di sekitarku. Dia membiarkan bahuku bebas, tapi siapa yang tahu saat berikutnya kurasakan dia mengangkat belahan gaunku dan menyelipkan tangannya di bawah gaunku. Dan tanpa malu-malu membelai kulit di sepanjang pahaku.
Ruihan Lu tersenyum lembut dan mengangkat tangan kanannya untuk menyentuh wajahku. Mengangkat daguku dengan ujung jari telunjuknya, membuatku melihat ke dalam matanya. "Benar-benar tidak merindukanku?" tanyanya dengan sedikit nada interogasi.
Dia begitu tinggi, menjulang tinggi bahkan ketika ia duduk masih mengintimidasi tubuhku yang kecil dan mungil, apalagi tubuhnya sekarang sedikit membungkuk ke arahku. Matanya yang gelap dan dalam seakan melihat segalanya pikiranku.
Tubuhnya yang sekarang sangat berbeda dari waktu kami di sekolah menengah. Bahunya makin lebar dan kokoh. Kemeja yang ia kenakan menyembunyikan tubuh berotot kokohnya. Dulu ia adalah pangeran sekolah dengan wajah remaja cantik tapi tidak berotot, ia hanya tinggi kurus dan tampan, tapi sekarang Ia nampak panas dengan kulitnya yang kecoklatan dan tubuh berotot. Wajahnya yang dahulu tampan sekarang diperkuat dengan aura lelaki dewasa yang jantan.
Aku merasa gugup dan cemas. "Lu kita sudah putus bertahun-tahun lalu. Tunjukkan sedikit sopan santun dan rasa hormatmu. ingat sekarang kita tidak memiliki hubungan apapun dan segera lepaskan cakarmu dari tubuhku," cetusku mencoba menjernihkan segalanya antara aku dan dia.
Tapi, Apakah dia akan melepaskan aku begitu saja? Tentu saja tidak.
Siapa Ruihan Lu? Si Arogan Tampan yang tidak akan pernah mendengarkan orang lain. Seiring berjalannya waktu dan semakin bertambah usianya, aura arogan dan sombongnya makin kuat.
"Siapa yang bilang kita tidak memiliki hubungan Dove Ryce?" tanyanya menjepit daguku dengan sedikit kekuatan.
"Tapi kita sudah putus!" semburku. "Bertahun-tahun lalu." Aku menambahkan dengan cepat karena tidak bisa lagi tenang dengan sebelah tangannya yang masih berselancar di pahaku, tatapannya yang panas, dan tangan kanannya yang tidak mau kalah berkeliaran. Jika ini terus berlanjut aku takut akan menjadi basah.
"Apa aku pernah setuju?" bisiknya bertanya balik, dan aku bisa merasakan semburan nafasnya di bagian telingaku yang sangat sensitif.
"Aku tidak peduli apa kau setuju atau tidak! Ingat, Kita tidak punya hubungan!" Aku benar-benar kesal dan mencoba mengunakan seluruh kekuatanku untuk mendorongnya. "Lepaskan aku."
"Kau masih begitu kejam, ya?" tanya Ruihan Lu, sedikit melonggarkan tangannya, tapi tidak benar-benar melepaskanku dengan mudah.
Aku berdengus. "Ya, kau benar. Aku wanita kejam. Kau tahu aku kejam, kenapa kau masih dekat-dekat denganku? Aku kejam hingga berharap kau selamanya tengelam dalam peperangan, atau kau mati saja di medan perang. Tapi apa yang kau lakukan disini? Kau tidak takut melanggar aturan pasukanmu?" kataku agak kejam, dan aku akui hati nuraniku merasa bersalah setelah mengucapkan kalimat itu.
Tidak tahu apakah benar atau tidak, aku melihat rasa sakit samar dan kekecewaan dimatanya ketika mendengar ucapanku yang tajam dan kurang ajar. Tapi ketika aku mencoba memastikannya, semuanya kembali normal.
Ruihan Lu menghela nafas samar, dan tersenyum yang bukan senyum. "Dove Ryce, tahukah kau selama di angkatan aku menyadari sesuatu yang amat penting. Kau benar-benar gadis berhati dingin, sungguh kejam dan picik cara kerjamu. Kupikir di masa itu, binar yang ada di matamu dan senyum yang kau sungingkan karena kau sangat senang dan mencintaiku, tapi ternyata aku salah, salah besar. Semua kata-kata cinta dan kasih sayangmu, segala macam perhatian dan pengertianmu itu hanya kepura-puraan semata, rencana bagus yang kau rancang hanya karena alasan balas dendam terhadapku. Kau buat aku yakin bahwa kau adalah wanita paling baik dan paling sempurna dalam hidupku. Kau buat aku jatuh cinta padamu, sehingga aku tidak bisa lagi mencintai orang lain selain kau. Kau angkat aku ke langit ketujuh, kau tempatkan aku ke tempat paling tinggi hanya untuk melemparku ke batuan karang paling tajam dan keras. Kau masih sangat kejam bahkan sekarang! Kau bertingkah seperti tidak ada yang terjadi diantara kita. Apa kau sebenarnya masih punya hati nurani?" semburnya panjang lebar, suaranya makin lama makin kencang dan sorot matanya makin dingin, membuat sarafku terasa tegang.
Kalimat demi kalimat yang ia lontarkan benar-benar memukulku dan menghantamku kuat-kuat. Yah, aku akui dimasa itu aku memang kurang ajar dan tak punya hati.
Tak ada yang lebih kejam dari pada dendam seorang wanita.
Dan aku menjadi salah satu dari wanita itu. Aku punya alasan untuk melakukannya.
"Kau tahu betul alasannya, bukan?" tanyaku.
Aku melihat Ruihan Lu memejamkan matanya, memijit puncak hidungnya dan, menggeleng lemah. "Ya, dan tidak, kurasa. Apakah gara-gara hal itu? Hanya karena aku pernah menolakmu, kau benar-benar kejam membalas dendam sedemikian rupa terhadapku," desahnya tidak yakin.
"Hanya?" Aku bertanya hampir berteriak dan mencibir, melupakan kegugupan dan kecemasan, hatiku mendadak diisi dengan kemarahan. Bahkan setelah bertahun-tahun dia bahkan tidak tahu permasalah dan penyebab dendam lama diantara mereka
"Itu tidak sesederhana penolakan yang kau pikirkan, Ruihan Lu. sama sekali tidak sederhana itu. Aku Dove Ryce, aku juga punya harga diri dan kesombonganku sendiri, dan dalam hidupku aku tidak pernah ditolak. Sekalipun keluargaku tak sekaya keluargamu, mereka akan selalu mengabulkan semua permintaanku, sekalipun aku tak secantik dewi-dewi sekolah saat itu, aku tidak pernah ditolak laki-laki manapun.
"Lalu aku tiba-tiba saja menemukan sebuah surat penolakan bertuliskan tinta merah dengan penuh huruf kapital, tak hanya itu, kata-kata didalamnya amat kejam dan menghina, tahukah kau seberapa besar guncangan yang aku hadapi kala itu? Ditambah fakta bahwa surat itu dibaca di depan kelas oleh si sialan Gracia, Aku sangat malu.
"Satu kelas menertawakanku, mengolok dan mencemoohku habis-habisan bahkan hingga kami tamat, hinaan dan cemooh yang aku terima tidak pernah berhenti. Citra yang kubangun hancur berkeping-keping dan kehidupan tenangku semuanya runtuh dalam sekejap karena gangguan fans-fans sialanmu.
"Aku membencimu Ruihan Lu, aku sangat membencimu. Aku tidak pernah ditolak siapapun sebelumnya. Tapi, aku malah mendapat penolakan dari seseorang yang tak akan pernah aku sukai bahkan seujung kukuku sekalipun. Asal kau tahu, kau sama sekali bukan tipeku. Kau adalah tipe pria yang kubenci dalam hidupku. Sombong, arogan, narsis, seenaknya, meremehkan siapa saja dan tidak menempatkan siapapun di matamu. Dan hal yang paling menjengkelkan aku tidak pernah mengirim surat cinta kepadamu," lanjutku hampir berteriak.
"Apa katamu?" tanya Ruihan Lu diiringi dengan tertawa sumbang. "Kau tidak pernah mengirim surat cinta padaku? Tidak pernah? Kau tidak bercanda atau mempermainkanku, kan?" tanyanya lagi dengan tidak percaya.
"Tidak dan tidak akan pernah Ruihan Lu," jawabku dengan keyakinan penuh. "Mana mungkin aku menulis surat cinta kepadamu. Aku tidak gila."
"Tapi surat itu ditulis olehmu! Kata demi kata penuh dengan kasih sayang dan cinta rahasia yang begitu menyentuh. Kata-katamu sangat puitis dan ditulis sangat indah. Ada nama dan tanda tanganmu," cetus Ruihan Lu mendebat. "Dan aku sangat yakin itu tulisan tanganmu, bukan tulisan orang lain. Dan kertasnya juga kertas yang kau buat sendiri. Aku sangat yakin kertas itu milikmu."
Inilah letak permasalahannya. Surat itu benar-benar surat yang aku tulis. Balasan kejam Ruihan Lu benar-benar berdasarkan surat yang aku tulis.
"Benar aku yang menulis." jawabku membenarkan, sama sekali tidak mengelak. "Tapi aku sama sekali tidak menulis untukmu."
"Bukan untukku? Tunggu, Kau, Kau, jangan bilang Kau menulis surat itu untuk Rex?" tanya Ruihan Lu lagi dengan nada suara yang memburu dan ketidakpercayaan. "Rex, benar-benar untuk Rex? Kau menulis surat untuk Rexford Howen, kau benar-benar jatuh cinta pada seorang Rexford Howen!!!" tambahnya terperangah dengan fakta yang Aku ungkapkan, wajahnya penuh dengan ketidakpercayaan, ketidaknyamanan dan juga kecemburuan.