bc

Mengejar Cinta Mas Duda

book_age12+
247
IKUTI
1.2K
BACA
family
HE
kickass heroine
heir/heiress
blue collar
drama
scary
bold
loser
like
intro-logo
Uraian

Sheila menerima perjodohan antara dirinya dengan Gilang anak dari sahabat mamanya. Gilang yang masih terpuruk dengan masa lalunya meminta Sheila untuk mundur dari perjodohan tersebut.Apakah Sheila akan mundur sesuai permintaan Gilang atau justru sebaliknya membuat duda dingin itu takluk padanya

chap-preview
Pratinjau gratis
MCMD Bab 1 Duda Menyebalkan
Entah dasar apa Mama menjodohkanku dengan mas Gilang, seorang duda muda beranak satu, anak dari temannya. Usia kami terpaut empat tahun. Mas Gilang sosok yang dingin dan kaku sepengetahuanku. "Dijalani saja dulu, kalau memang kalian merasa tidak cocok kami tidak memaksa" itu yang Tante Mira katakan padaku. "Tante yakin kamu bisa mengembalikan senyum Gilang seperti dulu." Percayanya padaku. Sepertinya Mama berhutang budi pada keluarga Tante Mira, sehingga dia tanpa bantahan bahkan itu juga keinginan Mama untuk berkerabat dengan Keluarga mmMas Gilang. "Ini kamarmu ya Shel, sudah bi Asih bersihkan, semoga kamu betah dan nyaman." Tante Mira meninggalkanku, dan beranjak keluar. Kamar berukuran tiga kali tiga ini cukup besar, lebih besar dari kamar dirumahku sendiri. Aku membongkar tasku dan memasukkan bajuku yang tidak seberapa kedalam lemari. Perkenalkan Namaku Shella, aku baru menyeleseikan program Diploma III, Mama memintaku meneruskan S1 alih jenjang ke sebuah Universitas di kota ini. Bukan tanpa alasan aku dipindah kesini, Tante Mira sahabat Mama ini yang memintaku. Sebelum ini kami memang sering bertamu sehingga, aku cukup mengenal keluarga ini. Dan misiku sekarang adalah mengembalikan Mas Gilang seperti dulu lagi, aku tak terlalu mengenalnya, karena dia sekolah dan kuliah di Jogja, hanya sekali seingatku kami bertemu sewaktu dia belum menikah. Dan beberapa kali setelah dia menjadi manusia es. "Shella, ayo makan dulu," pangil Tante Mira, aku bergegas beranjak keluar dari kamarku, berjalan menuju meja makan." "Kak Shella." Gadis kecil itu berhambur kepelukanku, dia baru datang dari les menarinya. "Kakak benar disini terus?" tanya Cantika. Yah ... itu anak mas Gilang namanya Cantika berumur empat tahun. Kami cukup akrab dari dua bulan yang lalu saat mengurus kuliahku disini. Sosok yang sangat cantik, imut dan menggemaskan juga pintar. "Iya, Kakak disini terus." jawabku, Cantika memelukku dan menciumku. "Makan yuk, Mimih masak opor kesukaan Cantika."Tante Mira mengendong cucu perempuannya itu. Sore itu aku menghabiskan waktu bermain dengan Cantika. Dia suka dengan permainan gitarku, aku mengiringi nya menyanyi dengan gaya centilnya, benar-benar anak yang menggemaskan. ••• "Shella," pangil Tante Mira, kuberanjak dari tempat tidurku dan membuka pintu. "Itu Gilang baru datang, kamu buatkan kopi ya." pintanya. Aku mengaruk kepalaku yang sebenarnya tak gatal. "Harus dimulai sekarang, Tan?" tanyaku. "Iya lebih cepat lebih baik, ayok sana." Tante Mira menarik tanganku dan mendorongku kedapur. Entahlah aku jadi merasa takut, jujur aku tak suka tatapan dingin Mas Gilang. Seperti yang sering kuterima saat dia diminta Tante Mira mengantarku mengurus kuliahku waktu itu. Aku menyalakan kompor untuk merebus air. Kusiapkan cangkir yang kemudian ku isi dengan kopi dan gula, kutuangi air yang barusan mendidih. Kulihat Mas Gilang baru keluar dari kamar mandi, biasanya dia akan duduk diruang tengah menyalakan TV. Aku sudah belajar kebiasaanya. Pelan kulangkahkan kaki, berhenti di depannya, dan meletakkan Kopi dimeja. "Mas Kopinya," ucapku padanya, dia sedang sibuk dengan ponsel ditanganya. Mas Gilang tidak menjawabku sama sekali. Aku seolah tak terlihat olehnya. Aku pun memilih meninggalkanya dan kembali kekamarku. Tante mira muncul dari kamarnya, dia menyuruhku kembali, rasanya aku ingin menangis, aku tak bisa begini. Huff kutarik nafasku dalam. Shella jadilah dirimu sendiri, penakut dan malu-malu itu bukan kamu. Aku beranjak kembali keruang tengah, Mas Gilang masih sibuk dengan ponselnya. Aku mengambil bantal disampingnya menghempas p****t disofa, tepat disamping Mas Gilang. Kuambil remot yang ada dimeja, menaikkan kakiku dan duduk bersila, memindahkan chanel ada acara siaran konser band lawas Sheila on Seven, band generasi Mamaku. "Bisa dikecilkan suaranya!" Manusia Es itu bicara padaku, walau sebuah perintah. Aku mengecilkan Volume TV sesuai perintahnya. Tanganya meraih cangkir kopi didepannya. Kemudian mengarahkan ke mulutnya. "Behh." Dia melepeh kembali kopi buatanku. "Masa bikin kopi saja nggak bisa sih," ucapnya dengan nada meninggi. Aku menatapnya dengan wajah penuh tanya, apa yang salah? "Aku tidak suka manis," ucapnya kemudian, seakan menjawab pertanyaan hatiku. "Mas, hidup mas itu pahit, sesekali minum yang manis bagus buat memperbaiki mood," ucapku cuek. Mas Gilang menatapku kesal, aku balas menatapnya juga. "Salah?" tanyaku. Wajahnya semakin kesal. Dia pergi meninggalkanku sendiri di sofa. Tak berapa lama, Tante Mira muncul, dia memegangi kepalanya. "Haduhh Shella, Tante kan sudah ajarkan kemaren," ucap Tante Mira dengan ekspresi mewek. Aku mengaruk kepala ku walau tak gatal . "Te, Shella nggak bisa merubah pribadi Shella, Shella akan tetap bantu Tante, kalau Shella harus menyerupai mantan istri Mas Gilang, yang ada mas Gilang nggak bisa move on," jawabku sok tau. Terlihat Tante Mira manggut-manggut menyetujui ucapanku. "Kamu ada benarnya juga, ya udah deh, pakai cara apa saja terserah, yang penting Gilang nggak jadi manusia es lagi," ucapnya. ••• Sudah hampir setengah tahun aku tinggal di rumah Tante Mira, tak banyak kemajuan masih sama, apalagi setelah aku mulai disibukkan dengan kuliahku. "Te, maaf ya, kayaknya nggak ada kemajuan deh, Shella mundur aja deh," pintaku ke Tante Mira malam itu. "Ya berarti nanti kamu harus berusaha lebih keras lagi setelah menikah," jawabnya. "Kata Tante waktu itu jalani dulu, kalau nggak cocok, boleh nggak dilanjutin," protesku "Siapa yang bilang gitu, namanya dijodohkan ya harus nikah to." Aku merajuk, bibir aku monyongkan, wajah aku kesalkan, padahal hatiku berkata sebaliknya. Aku senang Tante Mira tetap menginginkanku menjadi menantunya. Seiring waktu berjalan, ketika cinta itu tiba-tiba hadir akupun tak bisa menolaknya. Aku jatuh cinta padanya. Sosok mas Gilang tak ubahnya sebuah gunung tinggi yang harus kutaklukan. Tak banyak angganku tentangnya, karena aku juga pernah trauma akan cinta. Aku hanya menjalani yang hatiku katakan saat ini. ••• "Kenapa motornya?" Tanyanya padaku saat ku tak bisa menyalakan motorku. Aku mengangkat bahu. Dia mencoba menyalakan sama saja "Akinya ini, waktunya diganti" "Terus gimana?" tanyaku kemudian merasa bingung. "Apanya?" Mas Gilang balik bertanya padaku "Kekampusnya?" Aku menjawab sewot sendiri. "Kan banyak ojol, ribet banget," ucapnya ketus. Padahal aku berharap dia mau mengantarkanku. Ya sudah pikirku, segera aku ambil ponsel di tas kemudian mengusap layar benda pipih tersebut. Masuk ke dalam data kontak dan mulai menscroll layar mencari nama teman kampusku. "Pagi Didi, eh motor aku mogok nih, bisa sekalian jemput aku nggak?" tanyaku pada teman kampusku, tinggalnya tidak jauh dari sini. Aku memeletkan lidahku ke mas Gilang, walau dia tak melihatku. Dia sedang mengelap motornya. Tak harus menunggu lama, Didi muncul dengan motor retronya Yamaha SR400. Kedatangan Didi sejenak mengalihkan pandangan Mas Gilang dari motornya. Aku melengang pelan sambil mengenakan helmku. "Pagi,Mas," sapa Didi pada Mas Gilang. Yang disapa hanya menarik sedikit bibirnya ke samping saat aku meliriknya. "Dah yuk." Aku tepuk pungung Didi, untuk segera melajukan motornya. Kulirik Mas Gilang lagi yang saat pandangannya bertemu dengan buru buru pria itu membuang pandangan. ••• Dua mata kuliah hari ini, jam dua belas siang kuliahku selesai. Sengaja tak menerima tawaran Didi karena aku pulang diantar Metha sahabatku. "Mau nyambi kerjaan nggak? Elo kan bisa nyanyi. Cafe Om gue lagi nyari penyanyi. Nggak tiap hari kok, nanti ada jadwalnya," tawar Metha. "Emm, tertarik sih. Tapi liat dulu bentrok nggak sama jadwal kuliah. Ampe malem nggak?" "Ya, mungkin kebagian malam juga sesekali. Tapi ntar omong-omong dulu aja sama Om gue deh. Kalo iyes bisa gue anter besok pulang kuliah," ucap Metha lagi. Lumayan tertarik, karena aku membutuhkan uang. Tak ingin merepotkan Mama terus. Yang penting tak menganggu kuliahku. Metha menurunkanku di depan pagar. Aku lambaikan tanganku saat dia menurunkan kaca jendela mobilnya sebelum melajukannya. Rumah terlihat sepi, oh iya, Cantika ada les piano. Biasanya gadis kecil itu menyambutku saat mendengar pagar dibuka. Baru akan membuka pintu terdengar suara motor Mas Gilang. Tumben siang pulang. Aku hanya meliriknya sebentar. Kemudian melanjutkan membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
3.9K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.3K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.4K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.5K
bc

CINTA ARJUNA

read
13.3K
bc

Ayah Sahabatku

read
24.4K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
22.2K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook