Dilea PoV.
Aku berjalan cepat menyusuri lobi hotel yang kemarin ku datangi bersama Rafian. Bukannya aku berniat untuk mengenang atau semacamnya. Aku hanya membutuhkan bertemu seseorang di sini. Yap! Siapa lagi kalau bukan si Bule yang akan membuat proyek besar itu.
Aku harus mendapatkan proyek baru untuk mendapatkan suntikan dana ke perusahaanku. Apapun caranya. Meskipun aku harus memohon, mengemis bahkan memberikan seluruh hidupku untuknya. Aku tak mungkin membiarkan perusahaan milik Opah tumbang begitu saja. Setelah jerih payahnya membangun dari titik terendah.
Dari kejauhan, kulihat samar-samar punggung tegap yang tinggi menjulang yang berbeda dengan perawakan orang Asia. Di tangannya ia menarik sebuah koper menuju arah parkiran yang disediakan di lantai bawah hotel ini. Akupun mempercepat langkahku hingga sedikit berlari. Kukejar orang dari seberang Benua itu untuk menyelamatkan perusahaan Opah Omahku tercinta.
"Mister. Mister. Mister Roland!!" panggilku sedikit berteriak. Orang bermata hijau itu pun menoleh. Mendengar namanya kusebut.
"Oh, Hai. You are Rafian's girlfriend , right?" tanya Si Miter yang sekejap membuatku tercengang. Tapi, karena aku sedang malas membahasnya dan sempat berpikir itu bisa menjadi poin plus untuk mendapatkan tender ini. Jadi, aku hanya tersenyum sekilas.
"My name is Dilea. Dilea Anastasia," ucapku sambil mengulurkan tangan.
"Oke. What your problem, Dilea?" ujarnya sambil meraih tangan kananku dengan tangan kanannya.
"Can I ask for a moment of your time to tell my problem?" ucapku penuh harap.
"Okay. No problem. Where we have to talk about that?" ucapnya setelah melirik jam tangan bermerek di pergelangan tangan kirinya.
"How if at the Caffe in this hotel?" usulku.
"Okay. Come on we go!" ajaknya lalu berbalik arah setelah memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil sport yang harganya berkisar 3 Miliaran itu. Ia pun menguncinya dari jarak yang cukup jauh sehingga berbunyi Piiip… piiip…. Lalu kami berjalan beriringan menuju tempat yang sudah kami sepakati.
Di dalam hatiku. Aku terus berharap semuanya akan berjalan lancar seperti apa yang aku inginkan. Akhirnya langkah kita pun sampai di Caffe yang kami maksud. Setelah memesan beberapa jenis makanan sebagai pendamping obrolan kami, aku pun segera membuka percakapan ini.
"Sebenarnya sejak kemarin saya terus kepikiran dengan proyek yang anda bicarakan dengan Rafian?"
"Oh, about that. Why? Apakah kamu penasaran juga dengan konsep yang sedang kita rencanakan? Sudah tenang saja. Nanti kalian yang akan menjadi yang pertama kali menikmati hotel itu bersama. Saya kasih gratis. Hahaha," ucap si Mister Roland. 'Apa maksudnya? Apakah mereka sudah tanda tangan kontrak?' tanyaku hanya dalam hati.
"Oh, no. No. I no think about it. But…. Aku mempunyai perusahaan konstruksi juga seperti Rafian. Namanya PT. Bintang Laras Karya. Satu-satunya perusahaan konstruksi paling laris di Indonesia. Perusahaanku pun berkali-kali mendapatkan award pada setiap ajang bergengsi yang diselenggarakan untuk semua perusahaan sejenis di Indonesia. Saya hanya berharap, melihat kemampuan perusahaan saya yang lebih menguasai medan dan pembangunan, kita bisa melakukan sebuah kerja sama. Dimana anda akan…." Kataku pun terhenti. Tatkala si Bule itu memotong.
"Sorry. But Rafian and I have signed a cooperation contract," ucapnya penuh sesal. Harapanku pun hancur seketika. Apa yang kutakutkan ternyata datang juga. Aku masih saja terdiam saat Bule itu berkata," You still have something to talk about?" Aku pun hanya menggeleng tak ada niatan untuk merespon. "Okay. My plane will take of in a few minutes. So, i have to go now," pamitnya sambil beranjak.
"Okay. Very thanks," balasku tak bersemangat.
"You're welcome," sahutnya kemudian enyah dari hadapanku. Aku pun meletakkan kepalaku di atas meja. Rasa cenat-cenut pun kembali datang di keningku. Aku bingung harus berbuat apalagi untuk mendapatkan proyek besar. Sedang saat ini tidak ada tender yang bisa kumenangkan.
@@@@@@
Hari pun telah berganti. Tapi masalahku belum dapat ku atasi juga. Meskipun si pelaku sudah ku pecat secara tidak hormat. Namun, itu tak mengubah keadaan menjadi lebih baik. Apalagi dana yang harus kukeluarkan untuk membayar semua gaji pekerja proyek memang tak sedikit. Bahkan hampir menguras sebagian kas perusahaan. Jika mereka tidak segera kubayar lunas. Aku hanya takut mereka akan benar-benar melakukan ancamannya, yaitu mengepung kantor dengan berbagai atribut untuk berdemo ria. Dan sampai itu terjadi. Anjlok sudah prestise perusahaan di mata para klien.
Selain itu, ada satu lagi hal yang paling aku takutkan jika memancing amarah mereka, yaitu mereka melakukan mogok kerja. Bagaimana aku bisa mengejar target jika mereka tidak mau bekerja. Bisa dicap buruk deh perusahaan ini.
Tok. Tok. Tok. Bunyi suara ketukan yang langsung membuyarkan pikiranku.
"Silahkan masuk, pintunya nggak di kunci!!" seruku yang malas membukakan pintu. Sejak tadi aku membuka mata, memang aku belum ada niat untuk segera keluar dari tempat tidur empuk ini.
"Kamu sudah bangun?" tanya Omah sambil masuk ke dalam kamarku.
"Sudah dari tadi Omah," jawabku tak bersemangat.
"Kenapa kamu belum sholat subuh?" Bentar lagi lah Omah. Baru juga jam lima," sanggahku. Omah pun menggelengkan kepalanya pelan.
"Kamu ini. Sholat jangan ditunda-tunda. Sudah sana laksanakan dulu. Jangan lupa berdoa agar masalah kamu cepat dapat diselesaikan," kata Omah penuh kesabaran. Wajah keriputnya pun selalu terlihat teduh tiapku pandang. Apa mungkin karena dia rajin wudhu. Banyak orang bilang, kalau kita sering-sering berwudhu muka kita akan lebih terlihat cerah. Yap mungkin saja. Omah kan memang rajin beribadah. Tak seperti cucunya ini, yang lebih banyak melakukan dosa daripada menghapus dosa.
"Oke deh. Omah," ucapku lalu beranjak aku pun segera pergi ke kamar mandi di dalam kamarku. Kemudian setelah aku berwudhu aku bersiap melaksanakan kewajibanku sebagai kamu Muslimin.
"Kalau kamu sudah selesai sholat. Segera turun ya. Omah tunggu kamu di bawah," pesannya sebelum pergi.
"Oke Omah," balasku saat dia sedabg menutup pintu kamarku. Aku pun segera melaksanakan sholat subuhku itu sendirian di dalam kamar.
Sepuluh menit pun berlalu. Aku segera memenuhi perintah Omah untuk menemuinya di lantai bawah. Namun, saat aku sampai di bawah dia tak ada di ruang tamu yang berada di ujung tangga yang barusan kutapaki. Kucari-cari Omah di seluruh penjuru rumah. Dan akhirnya, kita pun bertemu di taman depan rumah. Beliau tengah berdiri di samping kolam ikan yang berisi berbagai jenis ikan air tawar itu.
"Omah kok di sini sich. Aku cariin kemana-mana juga?" ucapku sambil cemberut. Tapi, Omah malah tersenyum.
"Omah senang kamu bisa dengan cepat menemukan Omah," balasnya sambil menaburkan pakan ikan ke dalam kolam.
"Maksud Omah apa?" tanyaku bingung. Keningku pun berkerut seketika.
"Artinya kamu gigih memecahkan masalah. Ketahuilah, Nak. Sebesar apapun masalahmu. Dan sekuat apapun rintanganmu. Akan cepat terselesaikan jika kamu gigih menghadapinya," balas Omah kembali memberikan wejangan.