Bab. 4 Oh My God

1460 Kata
Dilea PoV. Ku kerjapkan mata perlahan saat secercah cahaya menembus kedua kelopak mataku. Ku tengok ke kiri dan kanan ketika menyadari warna dinding kamar ini bukan seperti kamarku biasanya. Dan ternyata tak hanya warna dinding, tapi juga lemari, meja rias, tempat tidur bahkan…. "Aaa…," teriakku saat menyadari baju yang melekat di badanku juga bukan milikku. Segera kutarik selimut tebal berwarna senada dengan sprei dan bantal itu hingga menutupi leherku. Blakk!! "Apaan sih teriak-teriak. Berisik tau nggak?" ucap Rafian yang keluar dari kamar mandi yang berada di dalam di kamar itu. Dia hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggang sampai di atas lututnya. Sedang satu handuk yang lebih kecil dipakai untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Menandai bila dia barus selesai mandi. "Apa yang udah loe lakuin sama gue?" tuduhku to the point. "Menurut loe?" tanya dia balik dengan nada santai. Sambil membuka lemari lalu mengambil beberapa benda yang sepertinya baju dan celana panjang. Buggg!!! Aku melempar bantal yang langsung mengenai kepala cowok paling nyebelin itu. Dia pun menoleh ke arahku. "Jawab yang bener donk," ucapku mulai emosi. Ku lihat Rafian mengambil bantal yang ku lempar tadi. Kemudian berjalan dengan tegap ke arahku. Mata elangnya pun menatapku dengan tajam. Mengintimidasi. "Loe inget-inget sendiri aja. Apa yang sudah terjadi semalam," ucap Rafian setengah berbisik tepat di telinga kananku. Dari badannya yang dicondongkan mendekatiku, aku dapat mencium aroma wangi dan segar yang semerbak dari tubuhnya. Bahkan, tubuhku terasa merinding saat kulitnya yang dingin karena siraman air tadi menyentuh kulit mulusku. Sedang jantungku berdegup kencang tak beraturan. "Maksud loe?" tanyaku sambil melawan mata elangnya yang terlihat teduh. Dari jarak wajah kami yang terlalu dekat, dapat ku rasakan hembusan nafas cowok Indo yang jadi incaran banyak cewek ini. Tapi yang membuatku kesal dia tak menjawab. Ia malah mengangkat bahunya bersamaan. Cuek. Rafian menjauhkan badannya lalu memakai pakaian yang baru saja diambilnya dari lemari tadi. Sedang aku memberanikan diri membuka selimut yang sedari tadi ku peluk. Huft. Aku pun bernafas lega saat melihat celana panjangku masih melekat di tempatnya. Ku hempas selimut itu kemudian berdiri. "Mana baju gue? Kenapa gue pakai baju ini?" tanyaku memberondong Rafian. Sambil menunjuk kaos pendek kedodoran berwarna putih tulang yang melekat di badanku. "Loe masih nggak inget apa-apa tentang semalam?" tanya Rafian dengan nada yang tak enak didengar. Aku menggeleng dengan cepat. Karena memang aku belum bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi semalam. Seingatku…. Flashback "Halo, Ta. Loe jadi ke Jakarta?.... Oke. Gue tunggu di tempat biasa ya…. Iya. Kita dugem. Haha…. Jelas donk. Siapa dulu yang presentasi?.... Enak aja. Kerja gue juga bagus kali. Nggak cuma tampang doank yang bagus. Hahaha…. Iya. Iya. Tunggu gue di sana ya. Bye. Tut." Aku tersenyum melihat pantulan bayanganku di spion depan mobil. 'Good job, Lea. Loe dapetin tender besar lagi. Itu artinya perusahaan loe bisa dinobatkan menjadi perusahaan konstruksi terbaik di Indonesia. Haha,' sorakku dalam hati. Aku membelokkan mobilku memasuki salah satu kawasan perumahan elit di Jakarta Selatan. Aku membuka sedikit kaca jendela mobilku saat melewati pos security. Ku lempar senyum yang sebenarnya sedikit terpaksa. 'Ini cuma formalitas. Toh, kadang aku membutuhkan mereka,' pikirku dalam hati sambil terus melajukan kendaraan kebanggaanku. Sampai di rumah paling depan dan paling besar dari deretan rumah mewah lainnya. Mobilku berhenti. Tiiiinnn. Tiiinnn. Klaksonku agar salah satu asisten rumah tangga Omah keluar dan membukakan pintu gerbang untukku. Dan kurang dari lima menit kemudian pintu besi itu terbuka. Para ARTku memang sudah terbiasa gesit dalam mengerjakan tugasnya. Maklum, aku memang nggak suka menunggu terlalu lama. Mobilku pun masuk dengan leluasa ke dalam pekarangan yang cukup luas. Saking luasnya kadang aku pun berpikir ini lebih mirip taman kota ketimbang halaman depan rumah. Setelah melewati taman yang dihuni berbagai jenis tanaman hias dengan kolam ikan dan air mancur di tengah-tengahnya, akhirnya aku sampai juga di teras depan rumah. Aku pun menghentikan mobilku lalu turun. "Maaf, Non. Mobilnya biar saya masukkan dalam garasi," ucap Mang Dewa setelah memarkirkan sepeda motornya tak jauh dari mobilku. Yap! Untuk membukakan pintu gerbang saja para ARTku sudah difasilitasi motor matic. Biar cepat sampai. "Nggak usah Mang. Ntar mau dipake lagi," jawabku sambil berlalu. "Oh, siap Non." Aku berjalan menyusuri beberapa ruangan yang aku sendiri pun tak ingat apa saja gunanya. Setelah menemukan pintu belakang dari rumah berukuran 1.500 m² itu, aku mempercepat langkahku. "Halloo, Omah," sapaku pada seorang wanita berumuran setengah abad sambil memeluknya dari belakang. Beliau yang tengah asyik menikmati teh panas ditemani pisang goreng keju kesukaannya pun sedikit terlonjak karena kaget. "Kamu ini. Suka sekali bikin Omah kaget," balas Omah sambil mencubit pipi cucunya dengan gemas. "Hehe," aku hanya nyengir kuda. "Bagaimana tendernya? Berhasil?" "Jelas donk, Omah. Siapa dulu yang presentasi, cucu Omah?" ucapku membanggakan diri. "Jangan terlalu tinggi hati, sayang. Sepandai-pandainya tupai melompat pastilah akan jatuh juga," ucap Omah mulai memberi wejangan. "Iiih, kok Omah ngomongnya gitu," balasku pura-pura ngambek sambil mencomot pisang goreng itu lalu kumasukkan ke dalam mulut. "Yah, Omah kan. Cuma mengingatkan, bukan mendoakan. Agar, kamu jadi orang yang nggak sombong. Rendah hati itu lebih utama sayang," tambah Omah lagi. "Iya, Omah. Iya. Aku ngerti kok," jawabku. "Ya udah. Aku mandi dulu ya Omah. Dan setelah ini, aku izin keluar ya. Mau ketemu sama Tata," tambahku setelah menelan gorengan khas Indonesia itu. "Ya udah, sana. Cuma ingat! Pulangnya jangan larut malam," pesan Omah. "Siap, Boss," balasku sambil memberi hormat. Lalu kembali berjalan masuk ke dalam rumah.  Tak butuh waktu lama aku pun kembali keluar dengan memakai celana hitam dipadukan dengan kemben sequin berwarna gold. Aku pun hanya mengikat rambut panjangku di belakang leher. Sehingga memberikan kesan santai tapi tetap glamour. Tiga puluh menit mengemudi di jalan raya. Akhirnya aku sampai juga di club malam yang kutuju. Kuparkirkan mobil mewah berwarna merah metalik di tempat parkir yang disediakan. Aku keluar dari mobilku lalu berjalan ke arah pintu masuk. Belum sempat masuk ke dalam seseorang memanggilku dari belakang. "Leaaa," ucap suara yang sangat familiar di telingaku. Aku pun langsung menoleh. "Tataa," balasku ikutan histeris. Kami pun  berpelukan untuk melepas rindu. Maklum, sudah lama kita tidak ketemu. Terakhir paling saat ketemu di pesta pernikahannya setengah tahun lalu.  Tata panggilan sayangku pada Calista Adriyana. Temanku sejak masih orok. Kami bak saudara kembar beda ayah dan beda ibu. Namun, kami lahir di tempat yang sama, Bidan yang sama serta detik yang sama. Bahkan Om Irwan, ayah Calistalah yang mengadzaniku dulu. Karena ayahku yang seharusnya ikut menemani ibu melahirkanku justru lebih memilih mengencani wanita lain yang lebih muda dari ibu. Huh, sungguh aku semakin benci dengan lelaki itu, jika teringat tentang hal ini. "Nih, temen-temen gue dari Bandung," ucap Tata memperkenalkan ketiga temannya yang berdiri di belakangnya. "Hai," sapa ku yang langsung di balas kata yang sama oleh ketiga gadis manis itu. Meskipun tak semanis aku tentunya. "Ya udah. Yuk kita seneng-seneng di dalam," ajak Tata penuh semangat. Dia memang paling suka main-main si sini. Walaupun dengan syarat yang sudah ku tetapkan, yaitu: Nggak boleh ngajak cowok ataupun membiarkan cowok masuk dalam kumpulannya di dalam sana. Waktu pun terus berlalu. Tapi, aku dan teman-teman belum juga merasakan capai. Entah karena pengaruh minuman keras atau memang kami yang belum mau menghentikan pesta ini. Kami terus saja melenggak-lenggokkan badan sesuai irama DJ yang menggelegar. Beberapa cowok yang mencoba mendatangi kami dengan segala basa-basi dapat dihalau oleh teman-teman Tata. Dia memang paling tahu seleraku.  Bahkan, sampai teman pun dia tahu seperti apa teman yang kusenangi. "Le! Udah jam sebelas. Yakin loe mau tetep di sini aja. Omah loe khawatir gimana?" ucap Tata yang langsung mengingatkanku pada pesan Omah sebelum aku berangkat tadi. Dia memang yang paling sadar saat ini. Sebab, dia yakin aku akan mabuk berat makanya dia yang pasti akan mengantarku pulang. "Ya udah… gue… pulang dulu ya… bye," pamitku setengah tak sadar. Aku pun berjalan dengan sempoyongan. Beberapa kali aku hampir terjatuh tapi saat Tata mau menemaniku pulang ketiga temannya pun lebih parah dariku. Makanya dia membiarkanku sempoyongan mencari jalan keluar. Bruukk! Tubuhku kembali hampir terjatuh. Untung ada seorang lelaki yang menangkap tubuhku. Lelaki?!!! Aku langsung melepas pelukannya di tubuhku. "Siapa elo hah? Jangan mengambil kesempatan didalam kesempitan. Ngerti'," ucapku tak sadar. Kudorong dia jauh-jauh lalu kembali berjalan. Namun, lagi-lagi aku terjatuh jika tubuhku tidak ditangkap seseorang. Dia pun menarik tubuhku lalu mendekapku dalam gendongannya. Aku pun berontak agar dia mau melepaskanku, tapi tenagaku semakin berkurang. Hingga akhirnya aku tak sadarkan diri. Brrukk! Aku merasa tubuhku kembali terjatuh di tempat yabg lebih empuk. Saat ku coba membuka mataku yang terasa berat ini. Kulihat bayangan seorang laki-laki tengah berada di atas tubuhku. Entah, mendapat bisikan dari mana aku malah mengalungkan tanganku di lehernya. "Apa yang loe mau dari gue? Uang, perhiasan atau tubuh gue?" tanyaku nyeleneh. Dia berusahan menarik tanganku dari lehernya. Sedang aku yang masih terpengaruh alkohol malah mempererat pelukanku. Lalu… Chup! Kucium bibirnya yang manis itu. Flashback End. "Aaaa. Enggak. Enggak. Enggak mungkin gue cium loe?" ucapku panik saat memoriku mulai kembali. Rafian hanya mendengus sambil merapikan bajunya. "Terus setelah itu. Gue nggak inget apa-apa lagi. Cepet jawab!!! Apa yang selanjutnya terjadi?" tanyaku histeris sambil memukuli d**a Rafian. Tiba-tiba, dia menangkap tanganku lalu menggenggamnya erat. "Ini yang loe lakuin sama gue," bisiknya tepat di telinga kananku. Mataku pun seketika melotot. "Hah??!!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN