Dilea PoV.
Aku berjalan tergesa mengikuti langkah Rafian yang lebar. Bahkan tak sekali dua kali aku berlari kecil agar bisa menjajarinya. Aku tak mau ditinggalkannya, lalu aku yang ditagih bill pembayarannya. Huh. Ini cowok memang licik. Dia yang bawa aku ke sini tapi dia nggak mau bayar sewa hotelnya. Pantas saja sampai sekarang dia belum punya cewek. Mana ada cewek yang mau sama cowok pelit kayak dia. 'Mungkin kalau seandainya dia pacaran, lalu si cewek minta jalan ke mall dia akan menggandeng cewek itu kuat-kuat biar nggak sempet ngambil barang yang diinginkannya. Haha. Kasian sekali,' pikirku sambil terus mengikutinya. Tanpa ku sangka Rafian telah berhenti di depanku dengan muka aneh.
"Ngapain loe ketawa sendiri?"
"Ada cowok ganteng lewat," jawabku asal. Rafian pun menghembuskan napas beratnya. Lalu kembali melanjutkan langkahnya. Kukepalkan tanganku di belakang kepalanya. Ingin sekali kujitak cowok itu sekuat tenaga. Tapi, belum sempat kulakukan itu tubuhnya kian menjauh. Mau tak mau aku langsung mengikutinya.
"Hai, Mr. Roland!" sapa Rafian sambil melambaikan tangan kanannya. Aku yang tak mengetahui dia akan berhenti mendadak malah menabrak punggungnya dari belakang. Brukk!!! Rafian pun menoleh. "Kalau jalan tuh pakai mata" ucapnya ketus.
"Dimana-mana jalan tuh pakai kaki. Bukan pakai mata! Huh," sungutku.
"Hai, Rafian. Why did you go last night?" tanyanya sambil menepuk pundak Rafian.
"I'm sorry Mr. Roland. Aku ada urusan tadi malam," jawab Rafian.
"Urusan?" tanya Mr. Roland sambil melirik ke arahku. Dengan sedikit terpaksa, kutarik kedua ujung bibirku bersamaan. "Oh, ya ya. Saya mengerti," tambahnya sambil manggut-manggut tak jelas.
"Maksudnya?" ucapku dan Rafian bersamaan.
"Sudahlah. Karena kita bertemu disini. Come on, we breakfast together!" ajaknya tulus.
"Oh, no. I'm sorry. I have to go now," balasku cepat sambil melangkahkan kakiku menjauh. Namun, baru dua langkah kakiku bergerak. Telingaku menangkap percakapan Rafian dan orang bule itu.
"Bagaimana Mr. Roland sudah ada bayangan ingin bangun hotel di Indonesia lagi?" Suara Rafian tiba-tiba menyusup di telingaku. 'Hotel? Tender besar nich?' batinku langsung menghentikan langkahku. Aku menoleh ke arah keduanya.
"Let's talk about this while eating!" ajak Mr. Roland sambil merangkul Rafian. Mereka pun berjalan ke arah yang berlawanan denganku. Hingga beberapa saat kemudian aku teringat sesuatu.
"Rafian tunggu!!" ucapku sebelum mereka sempat berlalu. Benar saja kedua orang beda negara itu pun menghentikan langkahnya. Lalu menoleh ke arahku yang tengah berlari ke arahnya.
"I'm sorry Mister," ucapku sedikit membungkuk sambil menarik tangan Rafian menjauh.
"Apaan sich loe?" protes Rafian.
"Loe lupa ya? Nih, kunci kamar tadi. Gue nggak mau cek out dan bayar sewa kamar semalem." Aku menyerahkan smart lock yang tadi digunakan untuk mengunci pintu kamar hotel.
"Dasar cewek pelit. Gue kira loe lupa terus mau bayar," balas Rafian sambil meraih benda mirip KTP itu.
"Enak aja. Loe kan yang ajak gue kesini. Jadi, elo donk yang harus tanggung jawab," sahutku tak mau kalah.
"Ya udah. Sana pergi! Gue ada acara penting," ujar Rafian setengah mengusir. Aku sich tahu kenapa dia bilang begitu. Pasti karena dia takut tendernya kumenangkan lagi. Haha. ' Dasar anak kemarin sore. Segitu doang nyali loe.' kataku dalam hati.
"No. No. Saya pikir lebih baik kita makan bersama. Apa anda tidak ingin mengenalkan pacar anda pada saya Rafian?" celetuk Mr. Roland yang tiba-tiba muncul di antara kami dengan bahasa Indonesia yang lancar. 'Mungkin dia sering datang ke sini. Makanya logatnya sudah fasih gitu,' ucapku membatin.
"Tap… tapi…," ucapku dan Rafian bersamaan.
"Sudah. Sudah. Lupakan sejenak masalah kalian. Mending kita makan bersama. Agar kalian semakin romantis," sahut Mr. Roland menyela sanggahan kami. Dia pun merangkul pundakku dan Rafian. Lalu mendorong kami ke arah lift untuk menuju restoran dalam hotel yang berada di rooftop hotel bintang lima itu.
Sampai di puncak hotel tepatnya di lantai 10. Rafian menekan tombol bergambar dua segitiga yang salah satu sudutnya saling bertolak belakang. Pintu lift pun terbuka lebar. Dan menyajikan keindahan pemandangan pagi hari Jakarta yang mendapat pantulan cahaya dari sunrise yang seolah keluar dari belakang gedung. Beberapa tanaman seperti pohon palm dan semak hias pun tumbuh subur di beberapa tempat. Sehingga menambah kesan segar dan alami. Puluhan tenda membran berbentuk payung yang digunakan sebagai atap meja makan semakin mempercantik pemandangan. Kami pun memilih meja paling ujung agar bisa menikmati suasana kota Jakarta di pagi hari.
"Pilihlah menu apa saja yang kalian mau. Biar saya yang traktir," ucap Mr. Roland sambil terus menerus tersenyum. Aku yang duduk di samping Rafian pun melempar pandang ke arahnya. Dan ternyata dia pun tengah memandangku. Segera kubuang pandanganku ke lain arah.
"Bubur ayam." Lagi-lagi aku dan Rafian mengucapkan hal yang sama dalam waktu yang sama pula. Kami pun kembali saling pandang.
"Kalian ini sangat romantis. Aku dan istriku juga memiliki makanan favorit berdua," puji Mr. Roland yang langsung membuatku menggidik.
"Ah, hanya kebetulan Mister. Lagian pagi-pagi gini kan emang enak makan bubur ayam. Apalagi bubur ayam di sini terkenal enak," elak Rafian.
Setelah beberapa saat berbincang. Pesanan kami pun datang. Sang waitress meletakkan dua mangkok bubur ayam, satu piring nasi liwet, di piring lain seekor ayam kampung sudah tertunduk pasrah dengan kulit yang sudah menghitam karena dipanggang dan ditemani berbagai sayur lalapan yang begitu segar. Tak lupa tiga gelas air putih sebagai pendamping sarapan kami. Aku tak begitu tahu kenapa kedua laki-laki di sampingku memilih air putih. Tapi yang jelas, aku suka minum air putih banyak-banyak. Jika baru menenggak minuman keras.
"Untuk pembuatan hotel baru? I have a plans to build new hotel in Seribu island," ucap Mr. Roland setelah mengelap bibirnya yang belepotan. Ia pun meraih gelas air putihnya lalu menyeruput hingga tinggal setengah.
"Good idea, Mister. Saya tahu satu pulau cantik di sana. Dan jaraknya tak begitu jauh dari Dermaga Marina Ancol. Sekitar 20 menit menggunakan speedboat. Tapi?.... Bagaimana jika kita membicarakannya nanti saja. Agar lebih formal," ucap Rafian sambil melirikku. Aku yang tengah menyendokkan bubur ayam terakhirku ke mulut langsung menggigit sendok alumunium itu kuat-kuat. Sebel.
Maksudnya apa coba dia bilang begitu? Takut tender ini gue menangin lagi. Hihi. Sempat kepikiran sich.
"Why?" tanya Mr. Roland bingung.
"Because…. I want to introduce my pretty girl with you. So I don't want to ruin this moment," ucap Rafian sedikit berfikir sambil merangkul pundakku. Segera kutabok telapak tangannya hingga dia sedikit meringis.
"Oh, no. No. I like it. No problem," ucapku cepat-cepat lalu kutahan senyumku sejenak. Namun, tiba-tiba kakiku diinjak oleh Rafian dengan cukup keras. "Aw," rintihku.
"Oh, honey. Kamu lupa hari ini ada meeting ya? Ya sudah. Biar ku antarkan sekarang," ucap Rafian sambil memapahku agar beranjak dari dudukku. Dasar Rafian. Dia memang sengaja ingin membawaku pergi dari sini.