Chapter 1
Seperti biasa Rin pulang dari rumah Oskar dengan senyum merekah lebar dan kembali menceritakan kejadian yang menyenangkan untuknya.
“Runa mau kenalan sama kak Oskar?” Rin berbinar-binar sambil menawari adiknya yang berusia 8 tahun agar mendapatkan kenalan baru.
Runa menggeleng, “itu temen kak Rin. Gak cocok sama usiaku”
Rin tersenyum gemas melihat respon adiknya, “kamu bisa anggap dia kakak baru”
Kali ini Runa meninggalkan tugas menggambarnya dan menatap Rin penasaran, “kan dia gak lahir dari mama”
Rin kembali tertawa, “temen kakak bisa jadi kakak kamu jugakan?”
Runa mengangguk. Dia belum mengerti sepenuhnya tapi mengiyakan ajakan kakaknya untuk kali ini. Rin kembali tersenyum lebar, “besok kakak pulang sekolah kamu jangan kemana-mana ok? Jangan ikut papa”
Runa mengangguk.
“Sayang tugasnya udah?” Aryanti datang mengecek keadaan Runa sekaligus menanyakan tugasnya.
“Belum ma, kakak ngajak ngobrol tadi”
“Rin―!” suara mamanya memperingatkan, “kamu juga ganti dulu sana. Kalau ada tugas kerjain ya”
Rin mengangguk dan segera ke kamarnya.
***
“Runa kok tumben gak pegang buku?” Aryanti heran saat anak bungsunya duduk dengan tenang sambil menonton kartun.
“Mau main sama kakak ma”
“Loh, kemana? Seharian kamu udah main sama temenmu kan?” Aryanti membelai rambut Runa yang hitam legam.
“Runa gak boleh dan kakak boleh main?” mata polos Runa menatap Aryanti.
“Bukan gitu. Nilai kakak kan udah bagus”
“Sampai kapan nilai Runa harus bagus terus ma? Hampir tiap hari nilai Runa sempurna”
“Biarin dia main” suara berat menyela kata-kata lanjutan Aryanti.
Senyum merekah dibibir Runa. Tubuhnya berlari memeluk sosok tegap, “papa!”
“Halo sayang, how’s your day?” Daru memeluk putrinya dan tersenyum lebar, menggendongnya dan berputar beberapa kali membuat Runa tertawa.
Setelah berhenti dan Daru menurunkan tubuh Runa putrinya yang manis ini menjawab, “pretty good”
“Jadi hari ini gak mau ikut papa jalan-jalan?”
“Ikut kakak dulu pa”
Daru mengangguk, “papa sendirian dong”
“Ditemenin mama lah” setelah itu Runa pergi ke dapur.
***
Rin menggenggam tangan Runa dan mendekati sebuah rumah dengan halaman yang luas. Disana sudah ada seorang lelaki yang terlihat malas tengah duduk di ayunan. Senyum Rin semakin mengembang melihat sosok Oskar.
“Oskar” Rin memanggil.
“Oh, hai Rin. Lama sekali” katanya melompat bangun sambil mendekati Rin dengan cepat.
“Aku mengajak adikku kesini dulu. Cukup lama membujuknya” dengan malu-malu beralasan, lalu dia tersadar, “Ini Runa. Dia umur 8 tahun ini”
“Runa” suaranya pelan, berdiri dibelakang Rin sampai Oskar berjongkok didepannya.
“Hai Runa,” Oskar tersenyum tipis, berusaha agar kehadirannya tidak menakuti anak kecil yang berusia dua tahun lebih muda darinya, “aku Oskar. Kamu bisa memanggilku seperti itu”
Runa kali ini balas menatap Oskar, “kupanggil kakak?”
“Tentu. Sekarang aku kakakmu” Oskar mengusap kepala Runa dengan lembut.
“Jadi hari ini kita mau apa?” Rin bertanya.
Oskar menoleh dan berdiri, “terserah kamu. Aku sebenarnya malas hari ini untuk melakukan apapun”
“Hei, jangan begitu” Rin tersenyum lebar, “bagaimana kalau kita jalan-jalan di kompleks ini? Runa baru pertama kalinya kemari, sekalian ke taman”
Oskar tersenyum dan mengangguk. Setelah berpamitan pada mamanya Oskar kembali mendekati Rin dan menggandeng Runa. Mereka bertiga berjalan beriringan sepanjang jalan.
***
Hari pertama Runa masuk SMP salah satu hal yang tidak dia inginkan karena menarik perhatian semua orang. Selain karena prestasinya, nama keluarganya, kekayaannya, juga parasnya. Paket lengkap untuk digunjingkan. Bahan yang mudah jadi kawan atau dimusuhi orang-orang.
"Runa!" Oskar memanggilnya saat Runa sedang menunggu didepan gerbang sekolah.
"Kak Oskar" Runa mengangguk dan meletakkan ponselnya kedalam tas, "mana kakak?"
Runa tidak melihat Rin yang akan mengajak Oskar untuk menjemputnya. Sejak lulus dari SD, Rin mulai mendatanginya ketika belum pulang sekolah, juga meminta Oskar menemaninya untuk menjemput Runa, dan sebenarnya mereka tidak perlu melakukannya lagi, dia sudah bisa pulang sendiri.
"Bentar lagi kesini kayaknya. Kakak duluan soalnya tadi ada urusan, jadi kesini dulu" Oskar menjawab lalu pandangannya melihat kebanyakan para siswi/siswa melihat kearah mereka yang langsung menghindari tatapan Oskar dengan berbagai macam respon, 80% diantaranya malu dengan pipi bersemu.
"Mau makan es krim dulu?" Oskar mengajak.
Runa mau tidak mau mengangguk. Cuacanya memang panas, dan tidak ada salahnya kalau makan es krim sambil menunggu Rin datang.
"Pak es krim chocolatenya dua, yang satu biasa aja satunya lagi pake krim, meses, sama chococipnya. Terus yang strawberry-vanila pake topping yang sama satu" Oskar menyebutkan es krim kesukaan Rin dan Runa.
Bapak penjual menunjukkan jempolnya sambil tersenyum lebar, mungkin karena dagangannya laku lumayan banyak.
"Mau camilan juga gak?" Oskar bertanya lagi.
Runa menggeleng, "kebetulan makanan yang kupengen penjualnya hari ini gak dateng kak, jadi nanti aja makan dirumah"
"Neng nih es krimnya"
Tiga es krim pesanan mereka jadi dan ditaruh dalam sebuah cup yang cukup besar, lumayan.
Cepat-cepat Runa menerima dua diantaranya dan satu lagi diterima Oskar.
"Berapa pak?" remaja lelaki itu mengeluarkan dompetnya.
Teriakan "kyaaa" dari beberapa sudut membuat Runa menghela nafas.
"27.000 dek"
Oskar menyerahkannya dan berterima kasih, segera menyusul Runa yang sudah berjalan ke salah satu tempat duduk yang kosong dan rindang dibawah pohon besar.
"Gimana hari pertama kamu?" Oskar bertanya. Dia melihat kedepan dan menikmati es krimnya dengan santai.
"Kurang suka" Runa menjawab terang-terangan.
Oskar berhenti makan dan menunduk menatap Runa yang sibuk dengan es krimnya.
"Orang-orang selalu merhatiin setiap perbuatanku disana"
"Bukannya bagus?" Oskar berusaha mengerti permasalahan Runa.
"Gak. Kebanyakan karena tau papa-mama, bahkan karena nilai juga" Runa kali ini memperhatikan rombongan lelaki yang memperhatikannya cukup lama dan beberapa tertawa, Oskar menyadarinya. Bahkan dia juga membalas tatapan anak laki-laki itu sehingga mereka membuang wajah dan pergi entah kemana.
"Kayak gitu juga?"
"Lumayan banyak" Runa mengangguk.
"Kalau ada masalah kayak gitu cerita ke kakak ya, kakak bantu kayak kak Rin" Oskar mengusap rambut Runa.
Runa mendongak untuk menatap Oskar, "kak Rin?"
Oskar mengangguk sambil tersenyum, tetap menepuk-nepuk lembut kepala Runa.
"Hei kalian nunggu lama ya" suara Rin membuat Runa menoleh.
Kelihatan betul bahwa Rin saat kemari berlari sebisanya sampai keringatnya menetes.
"Es krim kak, dibeliin sama kak Oskar" Runa memberikan es krimnya yang diterima Rin dengan senang hati.
"Tau aja kalau aku butuh yang dingin-dingin, huhh, panas" Rin duduk disebelah Oskar dan mengipasi dirinya sendiri.
"Darimana sih kak? Kok lama?" Runa bertanya dan memberikan tisu yang selalu dibawanya ketika butuh.
"Kan emang normalnya pulang jam segini Run. Oskar aja yang minggat duluan" Rin mulai memakan es-nya dan berdesis, "seger banget"
"Aku boleh mbolos juga?"
Rin melotot dan refleks berteriak, "Runa!"
***
Ahad adalah hari yang biasa digunakan Runa, Rin, dan Oskar untuk berkumpul jika tidak ada tugas atau perkumpulan lainnya dengan teman sekolah ataupun keluarga. Untuk Runa dia akan mengisinya dengan membaca buku atau apapun itu, sesekali juga mendengarkan celoteh kakaknya dan percakapan Oskar tentang teman atau organisasi yang di ikutinya harus berhenti karena mereka sudah kelas 3.
"Jadi bagaimana dengan dia Rin?" Oskar bertanya cukup serius.
Rin salah tingkah, "gak jadi masalah. Kurasa dia sudah sadar diri?"
"Harus ditindaki dengan tegas" Oskar menegaskan.
Walaupun dia masih SMP entah kenapa sifat dewasanya sudah ada. Mungkin salah satu pengaruh om Satya, papa Oskar. yang memang Runa kenal dengan pribadi baik dan bijaksana.
"Ada masalah?" Runa akhirnya menutup bukunya dan memperhatikan Oskar juga Rin.
Rin semakin salah tingkah, dia menatap Oskar dan Runa bergantian. Dan seakan meminta bantuan Oskar untuk menjelaskan.
Wajah Oskar melunak, "inget yang kakak bicarain sama kamu kemarin pulang sekolah?"
Runa mengangguk, dia fokus mendengarkan.
"Rin juga mengalami masalah dengan beberapa laki-laki dan kakak membantunya karena mereka tidak sopan" Oskar memakai bahasa dan tutur kata kepada anak kecil.
Runa anak yang cerdas dan dia bisa langsung mengerti maksud Oskar.
"Walaupun mereka hanya melihat kamu seperti kemarin Runa, tapi kalau kamu tidak nyaman kamu boleh menyuarakan isi pendapatmu. Mereka tidak berhak menatap seseorang dengan pandangan 'jahat', dalam konteks melecehkan. Kalau perkataan mereka merendahkan dan berarti buruk katakan ke papa, mama, Rin, atau kakak ya? Kamu juga harus bisa membela diri kamu sendiri jika merasa bisa mengatasinya. Mengerti?"
Runa kembali mengangguk dan kembali membaca walaupun pikirannya sempat teralihkan pada hal lain.
.
.
.
Memberikan kosentrasi pada Runa, Rin dan Oskar sedikit memberi jarak.
"Mau daftar SMA mana?" Rin bertanya.
"Belum dipikirin. Tapi mungkin papa dan mama sudah menentukan" Oskar mengendikkan bahunya, melihat anak-anak yang berlarian kesana-kemari sambil tertawa keras.
"Aku akan masuk sekolah yang sama kayak kamu" Rin mengangguk mantap.
Oskar menatapnya membuat Rin yang tengah memperhatikan hal lain merasa malu karena jengah, "kenapa?"
Rin menoleh, "ya?"
"Kita mau satu sekolah 12 tahun berturut-turut?"
Rin menggeleng, "kita baru kenal kelas 5, artinya baru 7 tahun"
"Sama saja. Satu sekolah" Oskar menggeleng.
"Papa sama mama akan langsung setuju kalau ada kamu" Rin menatap mata Oskar dengan serius, "aku gak bisa bebas milih sekolahan yang kumau Kar" kali ini suara Rin pelan.
Oskar diam sangat lama. Mereka hanya memperhatikan kebahagiaan orang-orang ditaman itu dan menikmati angin sepoi-sepoi yang memainkan anak rambut keduanya.
Buangan nafas Oskar yang kasar membuat Rin berjengit, "nanti kutanyakan papa"
Mata Rin sendu, "gak mau satu sekolah sama aku?"
"Gak gitu" gumam Oskar.
Suasana hening itu dipecahkan oleh Runa, "mau cari tempat makan? Runa laper"
Oskar tersenyum, "ayo. Kata temen kakak deket sini ada restoran baru buka dan enak banget"
Runa menatap Rin, "kakak ikutan?"
"Pasti dong" Rin mengulas senyum, "perut kakak juga keroncongan belum makan dari tadi. Untung kamu ngajak" dia menoel pucuk hidung mancung Runa yang langsung mengernyit karena tidak nyaman.
"Jangan gitu kak" Runa mengelus hidungnya yang masih terasa geli. Karena itu dia ingin bersin tetapi tidak bisa.
Rin tertawa dan merangkul pundak Runa. Oskar berjalan dibelakang dan mengawasi keduanya yang asik berbincang sambil menuju restoran kecil yang jadi tujuan ketiganya.
***
Rin & Oskar 5th Grade [Flashback]
Rin kembali berganti kelas. Banyaknya murid di angkatannya membuat Rin cukup sulit untuk mengenal kembali teman-temannya. Mengenalkan diri, kembali beradaptasi. Walaupun beberapa sudah dikenalnya karena berasal dari kelas sebelumnya, bahkan ada juga tahun-tahun sebelumnya tetapi mereka bahkan bukan teman yang dekat dengannya.
"Perkenalkan nama saya Rinari Seradigani, panggil saja Rin" Rin tersenyum.
Sang guru menatapnya lekat ketika mendengar namanya, "semoga kamu betah dikelas saya Rin. Ibu tunggu nilai-nilaimu tetap luar biasa seperti 4 tahun belakangan ini"
Rin mengangguk, berusaha mengabaikan kata "woahh" dan kata-kata lainnya dari anak kelasnya.
"Selanjutnya―"
"Selanjutnya―"
"Kamu―"
"Lanjut―"
Suara guru terdengar samar setelah Rin berhasil memperkenalkan dirinya, sampai suara jernih dan terdengar lantang membuatnya menoleh kebelakang, "saya Oskar Duwatya. Senang bertemu dengan kalian"
Rin terpaku pada keberaniannya. Dan dia tidak seperti anak laki-laki pada umumnya yang cerewet dan berlebihan. Anak ini sama sepertinya, hanya dibagian serius belajar, untuk hal lainnya dia lebih berani dan tenang dalam melakukan hal lain.
Rin memberanikan diri selagi jam istirahat, "aku Rin"
Oskar menatapnya, "Oskar"
"Kalau sesekali belajar bareng bisa?" Rin berharap jawabannya 'iya', dan Oskar mengangguk. Membuatnya tersenyum selebar itu pertama kali, "makasih"
Oskar mengangguk.
"Ini nomer hp yang disiapin mama kalau aku ada urusan tugas kelompok atau PR untuk ditanyakan, SMS aja kalau ada waktu" pipi Rin memerah setelah berhasil mengatakannya.
Sebelum Oskar menjawab anak manis itu sudah buru-buru kembali ke tempat duduknya dan sibuk membuka buku yang entah apakah dia sendiri mengerti isi bukunya jika wajahnya semerah itu.
Oskar mengangguk, "tidak ada salahnya memiliki teman belajar" katanya dalam hati dan menyimpan secarik kertas berisi nomor Rin.
***
May 25, 2022