Chapter 2

2237 Kata
Selama beberapa tahun bersama Oskar tidak sedikit banyak perempuan yang mendekatinya. Rin bahkan juga menyadari bahwa Oskar sempat dekat dengan beberapa perempuan itu tetapi kemudian dia menjauh. Entah apa alasannya yang membuatnya mengurungkan niat berhubungan dengan mereka. Sejujurnya Rin bahagia dengan keadaan mereka saat ini. Tetapi aneh. Ada seorang perempuan yang mendekatinya setelah 3 bulan mereka menjadi siswa di SMA Terka ini, dan akhirnya ada yang memantapkan diri mendekati Oskar. “Ini bekalnya ya, dimakan” katanya sambil tersenyum manis. Jujur penampilannya sudah luar biasa, baik, prestasinya juga tidak kalah dengan Rin, bedanya dia bisa bergaul dengan yang lain. Rin kesulitan berinteraksi jika orang lain tidak mengajaknya mengobrol terlebih dahulu. Dia biasa didekati, bukan mendekati. Pengecualian untuk Oskar yang menarik perhatiannya dulu. “Aku juga bawa untuk Rin” kali ini Viza mengeluarkan satu kotak bekal lagi. “Eh?” Rin kaget, baru kali ini orang yang berusaha mendekati Oskar beramah-tamah dengannya. “Sama kok, kubawain sandwich juga. Semoga suka” katanya. “Jangan keterusan” Oskar berkata. “Aku ada waktu buatin bekal ringan kayak gini” Viza kekeh dengan usahanya. “Makasih” Rin segera bersuara, “bekalnya bakalan kita abisin. Kotak makannya kubalikin nanti ya” Viza mengangguk. Setelah berusaha mengobrol lebih panjang dengan Oskar akhirnya dia pamit untuk kembali ke kelasnya. Teman sekelas tidak tahan untuk bersorak setelah Viza pergi bahkan ada yang menggoda Oskar, “udah punya Rin masih juga dideketin Viza? Edan Kar!” katanya tertawa keras sambil menepuk bahunya. Rin tenggelam ditengah-tengah antusiasme teman-teman Oskar. *** Runa pulang sendirian tanpa menunggu Rin maupun Oskar. Kali ini dia bahkan juga tidak pulang sendirian karena Yosha ikut dengannya kerumah untuk mengerjakan tugas kelompok bersama. “Ini rumah kamu?” suaranya yang memang selalu berisik di kelas tengah kagum dengan apa yang ada didepannya. “Biasa aja Sha, ini punya papa sama mama. Aku numpang” kataku sambil berjalan masuk ketika bibi sudah membukakan gerbang depan. “Gila, keren banget” komentarnya. Runa berhenti berjalan dan menoleh, “jangan gitu. Rumah kamu juga seluas rumah ini bahkan mungkin lebih” Mendapati ekspresi datar Runa Yosha tertawa malu, “kok tau?” “Papa aku temen papa kamu, aku sering ketemu om Fadhil waktu diaajak papa jalan” Runa kembali berjalan dan langsung diikuti Yosha dengan cepat supaya berjalan beriringan. Matanya semakin berbinar mengetahui fakta bahwa Runa sudah mengenal papanya lebih dulu. “Lain kali aku juga bakalan ikut papa kalau diajak, supaya kita bisa main bareng” Yosha meletakkan tasnya di sofa ruang tamu dan segera duduk, memperhatikan Runa yang pergi sebentar entah kemana. Beberapa saat kemudian dia kembali membawa berbagai jenis camilan disusul orang yang membukakan gerbang tadi, membawa dua gelas air es. “Makasih bi” Yosha tersenyum saat menerima es, “paling seger bi kalau minum es abis jalan kaki. Manteplah!” Bi Irah tersenyum, “nama bibi, bi Irah” Yosha mengangguk dan beralih pada Runa yang mengeluarkan buku-bukunya. “Mau langsung ngerjain sekarang?” “Iya. Kalau kelamaan bisa sampai besok-besok nanti” Mereka berdua mulai menekuni tugasnya dan berdiskusi dengan serius, membuat Runa cukup terkejut karena dikiranya Yosha akan terus bercanda sepanjang waktu dan tugas ini akan ia kerjakan sepenuhnya seperti kasusnya dengan beberapa anak kelasnya. “Eh ada temen Runa?” suara Aryanti yang baru saja pulang dari acaranya di luar. Yosha langsung berdiri dan menyalimi, membuat senyum Aryanti mengembang. “Aku Yosha Padetar tante, lagi ngerjain tugas kelompok. Bolehkan kalau abis ini main sebentar?” Runa menoleh. Ini acara dadakan namanya. Dia tidak biasa bermain bersama selain dengan Rin juga Oskar. “Boleh” Aryanti memberikan izin setelah berpikir juga menyadari bahwa anak ini adalah anak dari rekan bisnis juga salah satu teman yang cukup dekat dengan suaminya, “mau kemana? Taman juga?” “Tante ini,” Yosha tertawa, “anak perempuan mainnya sesekali ke mall gak apa dong?” “Tante gak bisa izinin kalau cuma kalian berdua” Aryanti menggeleng. “Asisten papa biasanya bakal nemenin tante, boleh ya? Katanya Runa dah lama gak main?” Yosha membujuk dengan membawa namanya membuat Runa menatapnya lekat. Akhirnya Aryanti mengangguk setelah mengkonfirmasinya dengan menghubungi suaminya yang kebetulan bersama sang rekan. “Tante keatas dulu, kalian selesaiin tugasnya sebelum pergi ok?” “Siap tante!” Yosha tersenyum lebar. “Have fun Runa” mamanya mengecup pucuk rambutnya dan segera pergi ke kamarnya. “Jadi? Sejak kapan aku setuju ikutan?” Runa tidak bisa mengungkapkan perasaan tidak terimanya pada Yosha. “Kita temen Run, harusnya sesekali jalan bareng” Yosha menyanggah, kembali fokus pada tugasnya. “Yang selama ini sok dekat itu kamu” Runa menampiknya dengan keras. “Karena kulihat kamu selalu sendirian dari kelas 1, apa salahnya kalau aku mulai jadi temen kamu? Seenggaknya masa SMP kamu gak akan terlewati gitu aja hanya dengan orang-orang yang suka jemput kamu itu. Dunia itu luas Runa, jangan terlalu tertutup dan mulai lihat orang yang bener-bener pengen kenalan dan jadi temen kamu. Soal jahat enggaknya mereka, tujuan mereka ngedekatin kamu apa, gak usah diurus” Yosha mengatakannya dengan sisi pandang yang memang belum didapatkan Runa. “Jangan sok dewasa” Runa kembali menulis setelah menatap Yosha lama. “Mungkin karena mamaku udah gak ada?” Yosha mengatakannya dengan ringan, tetapi hal itu membuat Runa membisu sepanjang waktu yang tersisa sampai mereka selesai mengerjakannya. Yosha merenggangkan tubuhnya setelah duduk untuk waktu yang cukup lama. Dia berbalik dan menatap Runa yang masih merapikan hasil kerja mereka. “Ayo jalan, pak Jo udah didepan jemput kita” Runa berhenti dan memperhatikan Yosha lama. Yosha kira Runa akan menolaknya lagi seperti biasa tetapi kata-kata Runa membuatnya tersenyum lebar, “ganti pake baju aku aja. Kita gak mungkin ke mall pake seragam” *** Runa baru sampai rumah pukul 8 malam, hal yang sangat jarang dilakukannya. Atau mungkin pertama kali dilakukannya tanpa Rin dan Oskar. Seperti biasa mama dan papanya menghabiskan waktu bersama di depan televisi, sedang bercerita mungkin tentang hari yang dilalui. “Runa udah pulang?” Aryanti menyadari kehadiran Runa dan segera mendekatinya, “mau teh anget? Atau s**u?” “s**u aja ma” Runa menjawab. Mamanya langsung tersenyum dan segera kebelakang, sementara Runa mendekati papanya. “Halo sayang, kata mama kamu punya temen sekarang ya?” Daru menggoda putri bungsunya. “Aku dari dulu kan ada kak Rin sama kak Oskar pa” Runa menaruh belanjaannya dan menyalimi papanya. “Beda itu Run, temen itu yang sebaya carinya, seumuran sama kamu. Kalau Rin dan Oskar kan sudah seperti kakak sendiri. Mereka berbeda” Daru menjelaskan. “Terserah papa deh” Runa menyerah. Daru tersenyum dan mengelus rambut Runa yang panjangnya diatas siku tangannya, “gak nyangka temen kamu anaknya temen papa, dunia sempit ya” “Pergaulan papa aja yang kurang luas” Runa mengeluarkan sebuah dress dan baju dengan motif dan warna yang sama. “Kamu kalik” Daru tertawa, “temen papa mah dimana-mana” Runa sedikit cemberut, tetapi tangannya menyerahkan dress dan sebuah baju ketangan papanya. Bersamaan dengan mamanya yang datang membawa segelas s**u hangat. “Apa nih?” Daru bertanya antusias, di ikuti Aryanti yang duduk sambil menatapnya penasaran. “Buat mama sama papa. Kalau ada acara penting bisa couple-lan, kecuali kalau gak suka sama motif/warnanya” Aryanti tersenyum, “mama pake dong. Bagus gini kok, warnanya juga selera mama” “Makasih sayang” Daru kembali gemas. “Kakak dimana?” Daru mengangkat wajahnya ketika Runa berdiri, “tadi abis sama kita disini sebelum kamu pulang. Kayaknya diatas, sempet nanyain kamu mungkin ada yang mau diomongin” Runa mengangguk dan bergegas ke kamar kakaknya meninggalkan papa dan mamanya yang akhirnya tertawa bersama sambil membicarakan apakah ada kondangan akhir bulan ini. “Kak?” Runa melongok ke kamar kakaknya. Rin menoleh. Dia sedang mengerjakan sesuatu di meja belajarnya, “udah pulang?” Runa mengangguk dan dia memberikan toples manis berisi permen. “Buat kakak?” Rin tersenyum. “Iya” Runa mengangguk, “kalau kakak masih belajar aku balik sekarang ya? Mau ngerjain tugas lagi” Rin mengiyakan dan setelah itu Runa keluar dari kamarnya. *** Tapat saat Runa keluar dari pintu rumahnya Oskar datang setelah menyapa penjaga rumah yang biasa datang dari subuh untuk bergiliran waktu. “Kak Oskar tumben pagi-pagi kesini” “Iya Run, mau bareng kalian berdua berangkatnya” Oskar berkata. “Tapi kak Rin dianter sopir biasanya, kakak bareng sekalian” Runa kali ini menuruni undakan batu yang sengaja di desain papanya, bersiap pergi ke sekolah. “Aku sama Rin juga mau jalan” Oskar berkata. Runa kali ini diam dan menatap mata Oskar lurus, membuatnya merasa tidak nyaman dan membuang wajah. Pak Tahar, penjaga rumah dengan terburu-buru mendekati Runa. Apalagi ketika bi Irah yang bergerak membukakan pintu, “non temennya dateng buat berangkat bareng gitu” “Temen?” beo Oskar. Runa juga berpikir sebentar lalu mengangguk, “sebentar ya kak” Runa berjalan mendekati sebuah mobil yang lalu jendelanya memperlihatkan sosok Yosha. “Runaaa, untung belum berangkat. Yuk bareng” Yosha membukakan pintu mobilnya. “Aku mau jalan kaki” Runa menggeleng. “Ayolah, sekali ini aja. Besok kamu jalan kaki gak apa, yang sekarang bareng dulu” Yosha bersikeras. Runa lelah berdebat sepagi ini setelah kemarin dia sendiri juga sudah melakukannya dengan Yosha. “Kak Oskar jalan aja sama kak Rin ya!” tanpa bicara apapun bahkan pada Oskar yang memanggilnya Runa masuk kedalam mobil dan melambai sekilas. “Sejak kapan dia punya teman?” “Kemarin” suara Rin menyadarkan Oskar. Oskar kali ini menatap Rin. “Apa?” Rin salah tingkah. “Kamu gak masalah dia punya temen?” Oskar bertanya. “Harusnya dia emang punya temen seumurannya kan? Apa yang salah?” Rin bertanya balik dan mulai berjalan. “Kita mau kemana?” Oskar bertanya. “Yang bilang mau jalan kaki tadi siapa?” Rin tertawa kecil. Oskar tertawa, tidak lepas tapi manis sekali. “Kalau gitu kita harus cepet, nanti telat” Rin mengangguk. Jantungnya kembali berdegup kencang. *** “Runa” Runa mengenalnya dari Yosha. Salah seorang yang sedari seminggu lalu membelikannya berbagai macam makanan ringan sampai mulai dua hari terakhir ini mulai memberikan barang-barang kebutuhan perempuan, seperti ikat rambut, dasi sekolahnya yang kebetulan lupa ia bawa pastinya beli di koperasi sekolah, tapi entah darimana dia bisa mendapatkan informasi secepat itu. Dan masih banyak lagi macamnya sampai Runa tidak bisa berkata-kata untuk menolaknya. Memaksa menerima, itu yang Runa rasakan. “Kenapa?” Runa bertanya. Regis tersenyum lebar sampai hampir seluruh gigi depannya terlihat, “ada dua tiket ke taman bermain AA, ikut ya” “Buatku sama Yosha?” Runa menoleh. Disebelahnya Yosha yang diam-diam mendengarkan melotot kearahnya tetapi Runa juga tau bahwa temannya itu juga ingin ikut jika mendapatkan tiket gratis. Senyum Regis menyurut, “nggaklah. Buat kita berdua” Runa menggeleng, “gak deh” dan mulai membaca kembali bukunya. “Run sekali ini aja” Regis meminta. Runa menggeleng lagi membuat lelaki itu kembali kesal dan akhirnya menendang meja sebelahnya. Membuat Yosha tersentak dan Runa kembali menoleh kearahnya. “Run jangan gini deh, udah mending dikasih banyak kan? Apa salahnya nurutin permintaan sekali aja” Regis menatapnya marah. Anak-anak sekelas tidak berani ikut campur. Runa kembali menggeleng, “aku gak pernah minta” “Runa!” desisnya dengan suara naik dan tangan yang kali ini mencengkeram pergelangannya erat. “Regis! Jangan macem-macem!” Yosha berdiri dan berteriak, dia tidak terima perlakuan Regis pada Runa yang menurutnya sudah kasar. “Ada apa ini Regis? Lepasin tangan Runa!” suara tegas Bu Zarah menggema diseluruh penjuru kelas. Regis refleks melepaskannya. “Kamu main tangan?” Bu Zarah bertanya. Regis mengangguk mengakui saat melihat pergelangan Runa memerah. “Ikut saya ke kantor sekarang” Regis melihat kearah Runa yang kali ini tengah dicek keadaannya oleh Yosha juga mulai dikerumuni orang-orang yang sedari tadi diam tanpa melakukan apapun. “Tangan kamu merah banget” seseorang bersuara prihatin. “Regis udah gila” komentar Unni, dia mengusap perutnya yang kelaparan dan mulai mengeluarkan camilan kesehariannya. “Siapa yang gak gila kalau di diemin segitunya setelah ngasih banyak barang?” Sarah menatap Runa seakan dia orang terbodoh yang pernah dilihatnya. “Shut up Sarah! You’re disturbing my sleep” Sena bangun dan mulai menguap. Dengan malas dia berdiri dan merenggangkan badannya. “Kenapa? Itu kenyataan!” seru Sarah. Sena berdiri dihadapannya dan menatap kebawah. Tatapannya tidak main-main, “kamu sudah banyak membuat ribut sampai aku juga terganggu. Bagaimana? Harus kuapakan?” Tubuh Sarah mundur, keberaniannya mengerut dihadapan salah satu orang tertinggi di kelas ini, “kamu sepupuku. Kenapa malah membela mereka?” suaranya keras tetapi bergetar. “Hubungan darah tidak ada kaitannya dengan ini. Kamu mengganggu kenyamananku dikelas ok?” Sena menunggu jawabannya, “mengerti?” ulangnya. “Apa?” Sarah kembali mundur. Dia mengerti kalau Sena dengannya sangat berbeda, bahkan mereka tidak akrab dan jarang menyapa saat pertemuan keluarga. Bagi Sarah, Sena seperti pecundang yang selalu menyendiri dan tidak mau bergaul dengan saudaranya yang lain. Walaupun begitu kenyataannya Sena selalu didekati oleh mereka. “Mau coba tinjuku? Kebetulan aku sudah menguasai sabuk hitam minggu lalu” Sarah langsung keluar pintu kelas. Dan Sena kembali tidur, tidak memikirkan tatapan Runa kepadanya. Sementara Runa juga tidak lagi memperhatikan ocehan Yosha yang ingin membawanya ke UKS. ‘Drama hari ini lebih banyak dari yang kubayangkan’ keluh Runa dalam kepalanya. Runa hanya berharap bahwa Rin maupun Oskar tidak akan mempermasalahkan hal ini. Sudah cukup dengan apa yang dilihatnya hari ini. *** May 31 2022
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN