Rheina dan Ella kini tengah duduk di sebuah kafe. Tak ketinggalan Revan yang ikut duduk di meja bundar yang sama di kafe itu.
"Mulai kapan?" Ella mengulang pertanyaannya tadi usai pelayan selesai mencatat pesanan mereka.
"Aku gak tau, Mbak, dia mulai kapan berhubungan dengan wanita itu."
"Wanita itu,, siapa?" Ella masih berusaha memastikan.
"Novita." Tampak netra Rheina mulai menggenang.
"Aku baru tahu kemarin, Mbak. Mereka melakukannya di ranjang kami. D-dan dia hamil anak Vano.." Rheina masih terbawa emosi sisa semalam.
Ella menutup mulutnya, tak menyangka rumah tangga Rheina yang dia kira baik-baik saja ternyata berakhir seperti itu.
"Novita, yang dekat sama kamu itu kan?" Pertanyaan Ella mendapat anggukan.
"Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" tanya Ella.
"Aku akan bercerai dengannya, Mbak. Dia memberiku pilihan yang sama sekali tak bisa aku terima."
"Bagaimana bisa?"
"Dia lebih memilih wanita itu. Memberi aku pilihan agar mau dimadu atau pergi tanpa membawa apapun."
Ella menggeleng. "Bukannya rumah itu kamu yang membelinya?"
"Sudah berganti nama jadi milik Vano, Mbak." pipi Rheina sudah mulai basah.
"Ya ampun. Ini gak bisa dibiarin, Re!" Ella mulai geram, terbawa emosi akan musibah yang menimpa wanita yang sudah ia anggap adiknya itu.
"Aku akan bantu kamu memenangkan perceraian kamu. Dan akan aku pastikan dia mendapat ganti rugi dari pria b******k itu!" Revan ikut angkat suara, geram.
Revan dan Ella ikut bersedih akan kejadian yang bertubi-tubi menimpa Rheina. Mereka meminta Rheina menceritakan segala sesuatunya dengan detail. Mulai dari awal sampai akhir tanpa ditutupi sedikitpun.
"Jadi kalian sudah berapa lama gak berhubungan suami istri?"
"Empat bulan sebelum kita meeting dengan Mister Takeda itu dia sudah tak pernah lagi menyentuhku, Mbak."
Rheina kini kembali ke hotel. Rencananya besok dia akan pindah ke rumah kontrakan yang direkomendasikan oleh Ella. Beruntung barang-barang Rheina tak banyak.
"Sekalian jangan lupa besok bikin surat lamaran kerja, kami pasti sangat senang kamu bergabung." Isi pesan dari Ella.
"Baik, Mbak." balas Rheina.
Rheina menghela nafas lega. Dia bersyukur masih ada orang baik didekatnya.
***
Revan mempelajari berkas-berkas Rheina. Dia ingin Rheina mendapatkan haknya. Meski cukup susah mengingat sudah dibalik nama oleh Alvano.
Ada sedikit rasa bahagia mengetahui Rheina akan bercerai dengan Alvano. Maka dari itu, pria itu sangat antusias membantu Rheina menyelesaikan perkara rumah tangganya.
Revan menyesap kopi di cangkirnya perlahan. Cangkir besi dengan corak hijau putih itu adalah benda kesayangannya. Dia selalu menggunakan benda itu ketika sedang minum kopi di rumah dan di kantornya. Seperti tak rela berjauhan dengan benda itu sedikit saja. Cangkir yang memiliki kenangan yang indah baginya.
"Gak usah dilihatin terus itu cangkir. Sampai kapanpun gak bakal berubah." Seorang wanita memasuki ruang kerja Revan.
"Iya, Mbak. Aku tahu." Revan sedikit gelagapan.
"Kamu yakin sama Rheina?" Revan mengangguk.
Ella tahu kalau Revan sudah lama memendam rasa kepada Rheina. Hanya saja Rheina tak pernah mengetahui itu, mungkin karena mereka sudah lama tak bertemu. Sehingga Rheina tak mengenali Revan. Tapi entah kalau ada hal lain, Ella pun belum tahu.
Revan nyaris ingin menyerah ketika mengetahui Rheina sudah menikah. Namun pria itu mulai memperjuangkan perasaannya lagi saat mengetahui Rheina akan berpisah.
Revan tak masalah bersama dengan Rheina yang berstatus janda meski dirinya tak pernah tampak menjalin hubungan bersama wanita. Sedari dulu Revan berharap berjodoh dengan Rheina. Maka dari itu, dia tetap bahagia meski menjadi suami kedua Rheina dalam ikatan pernikahan kedua
bagi wanita itu. Semoga.
***
Keesokan paginya, Rheina sudah selesai berkemas. Dia kemudian keluar dari kamar hotelnya. Dia check-out pagi itu.
Keluar dari pelataran hotel itu, Rheina melajukan mobilnya ke alamat yang sudah diberikan oleh Ella.
Rheina memasuki kawasan perumahan minimalis di Surabaya. Hunian sederhana namun tampak nyaman untuk dihuni. Sepertinya, Rheina akan betah tinggal disana.
Rheina sudah sampai di Blok D-32, rumah yang akan ditinggalinya selama setahun mendatang.
Rumah berlantai dua itu memiliki halaman yang cukup sejuk. Ada satu pohon rambutan disana dan juga berbagai macam bunga yang tertata rapi.
Rheina membuka pintu rumah itu, tak disangka Ella dan Revan ada disana. Menyambut kedatangan Rheina di rumah kontrakannya.
Menurut info dari Ella, rumah itu adalah milik sepupunya yang jarang sekali didatangi oleh pemiliknya. Perabot di dalam rumah itu sudah lengkap, mulai dari sofa, meja, kitchen set dan spring bed sudah berada di tempatnya. Alat elektronik pun sudah tersedia.
Rheina sedikit curiga kalau itu adalah rumah Ella, Karena sangat sulit untuk mendapatkan kontrakan yang lengkap dengan segala isinya di Kota itu.
Tak lupa Rheina berterima kasih kepada Ella dan Revan. Mereka sangat berjasa padanya. Rheina berencana akan mentraktir mereka di sebuah restoran jepang yang cukup terkenal disana nanti malam.
Matahari telah pulang, kini hari kembali malam. Seperti janjinya, Rheina telah siap pergi dengan Ella dan Revan.
Sebuah mobil pajero berwarna hitam terparkir di depan rumah Rheina. Revan turun dari mobil dengan pakaian semi formalnya. Dengan mengenakan kaos navy yang ditutup jas dan celana jeans navy senada, menambah ketampanan pria itu.
Rheina baru tahu kacamata berbingkai tipis transparan itu menambah kadar ketampanan dirinya. Tak kalah saing dengan oppa-oppa korea.
Wanita itu sempat tertegun takjub melihat keindahan di depannya yang begitu nyata, maha karya yang sempurna.
Lamunannya buyar ketika Revan telah sampai di depannya, hanya berjarak beberapa langkah.
Pria itu melambaikan tangannya tepat didepan wajah Rheina.
"Rhe, ada ilernya tuh!" ucap Revan setelah melambaikan tangannya di depan Rheina yang melamun.
"Hah? Mana?" Spontan Rheina mengusap mulutnya.
"Ih, mana ada!" pekik Rheina kesal.
"Abisnya bengong dari tadi. Ayo jalan. Mbak Ella katanya bakal langsung kesana. Aku disuruh jemput wanita pengangguran ini dulu," ledek Revan.
"Ish, nyebelin!" Rheina berjalan melewati Revan yang tergelak.
Mereka kemudian langsung menuju ke Restoran yang telah mereka booking sebelumnya.
***
Cukup lama Rheina dan Revan menunggu, namun Ella tak kunjung datang.
Tak disangka, mereka malah bertemu dengan tamu tak diundang yang baru saja datang.
"Oh, jadi memang kamu udah punya selingkuhan ya. Pantas saja memilih bercerai dibanding dimadu!"
Suara pria yang sangat dikenal oleh Rheina itu cukup keras. Rheina mengangkat kepalanya, mendongak menatap ke arah pria yang berdiri tepat di sampingnya dengan seorang wanita cantik, namun tak se-cantik wajahnya.
Rheina kembali fokus ke makanannya, menjaga emosinya agar tak meledak saat itu juga.
"Baguslah. J*lang sepertimu memang tak pantas bersanding denganku. Berpura-pura polos tapi sebenarnya busuk," ucap pria itu lagi.
Revan sudah mengepalkan tangannya. Rasanya ingin dia hajar pria yang masih berstatus suami Rheina itu. Namun dia masih tahan karena Rheina melarangnya ikut campur.
"Lebih baik kalian pergi daripada aku kehilangan selera makan ku!" Rheina kini angkat suara.