BAB 3

1002 Kata
Rheina memilih tinggal di sebuah hotel untuk sementara waktu. Dia tak mungkin kembali ke panti asuhan tempat ia dibesarkan. Tak mungkin juga ia pergi ke rumah sahabatnya, mustahil. Rheina memilih hotel yang tak terlalu mahal, karena tak mungkin dia menghabiskan tabungannya untuk menginap di hotel, dia bukan milyarder. Dia berencana untuk mencari informasi rumah kontrakan besok, atau mungkin tinggal di mess karyawan yang disediakan oleh perusahaan nya bisa jadi sebuah pilihan. Rheina memejamkan matanya. Meski susah, dia berusaha untuk tidur agar tak memikirkan apa yang baru saja ia alami. Tentu tak mudah bagi setiap wanita mendapati kenyataan pengkhianatan yang terjadi di depan matanya. *** Paginya, Rheina berangkat ke kantor seperti biasa. Meski sedang mengalami masalah pelik, tak membuat semangat kerjanya luntur. Dia harus bekerja untuk membiayai dirinya sendiri. Sepanjang koridor, beberapa orang menatap ke arah Rheina yang berjalan hendak menuju ruangannya dengan perasan iba. Rheina meyakinkan dirinya jika ia bisa kuat. Dia tak akan menyerah dan mengalah hanya karena berada satu divisi dengan Novita. Dia tak akan pindah untuk menghindari itu, justru dia mulai berpikir untuk memindahkan wanita itu ke divisi lain. Rheina tiba di ruangannya. Terdapat sebuah amplop cokelat berada diatas meja kerjanya. Tanpa dibaca pun Rheina sudah paham maksudnya. Rheina merapikan berkas-berkasnya, lalu dia membuka isi kertas dalam amplop tersebut. Surat Pindah ke Kantor Cabang. Rheina hanya bisa tersenyum. Ternyata Novita bisa dengan mudah menggerakkan pihak HR (Human Resource/Personalia) dan para direksi untuk membuatnya pindah dalam semalam. Rheina mengetikkan surat pengunduran dirinya, mencetaknya dan meletakkannya kedalam amplop cokelat yang akan diberikannya kepada pihak HR. Usai membuat surat pengunduran diri Rheina mengambil berkas-berkas hasil kerja kerasnya. Dia juga membawa semua hasil desain miliknya termasuk rancangan desain di musim berikutnya yang masih belum diketahui oleh pihak perusahaan. Mereka memberhentikan Rheina secara sepihak, dan Rheina pun juga bisa memberikan kerugian yang akan mereka terima. Anggaplah Rheina jahat, licik, culas dan sebagainya. Rheina tak akan berlaku jahat kepada orang lain jika orang itu tak jahat kepadanya. Rheina menghubungi Ella, memberi kabar akan dirinya yang dipecat oleh perusahaan tanpa sebab. Ella yang mendengar kabar itu sangat geram. Sebuah panggilan Rheina terima, dari Ella. Wanita yang sudah seperti kakaknya itu langsung menghubunginya tak lama setelah Rheina memberi kabar. "Aku jemput kamu di lobi kantormu, Re." "Tapi, Mbak. Mobilku kan ada di parkiran." "Nanti Revan yang urus. Kamu aku jemput. Bersiaplah." "Iya, Mbak," Rheina memilih mengalah. Rheina berjalan menuju kantor HR untuk memberikan surat pengunduran dirinya. Saat sampai di kantor HR dan bertemu dengan pimpinan HR, pengunduran diri Rheina ditolak. Pria yang menjabat sebagai kepala HR itu berkata bahwa Rheina harus mematuhi perintah perusahaan mengenai pindah tugas ke kantor cabang. Rheina berusaha bernegosiasi secara baik-baik, namun tetap saja, negosiasi dengan mereka cukup alot, perusahaan tetap menolak permintaan resign Rheina. "Walau surat pengunduran ini ditolak oleh perusahaan, saya tetap mengundurkan diri. Pindah ke kantor cabang sama dengan kalian menurunkan jabatan saya. Lebih baik saya mengundurkan diri daripada dipindah," ucap Rheina tegas. Rheina tetap meletakkan surat pengunduran dirinya diatas meja kepala personalia itu. "Kita akan bertemu di pengadilan jika pihak perusahaan menolak menyetujui surat resign ini!" ancam Rheina. Rheina kemudian keluar dari ruang HR. Dia segera menuju ke ruangannya dan membawa barang-barang miliknya. Dia pun memindahkan file-file rencana proyek baru ke dalam usb miliknya. File itu masih miliknya, bukan milik perusahaan karena masih belum Rheina riliskan. Usai berkemas, Rheina berpamitan kepada beberapa rekan kerja yang selama ini sering berinteraksi dengannya. Rheina juga berpamitan dengan trio wanita penggosip dan seorang pria yang sedikit kemayu itu yang cukup baik dengannya. meski tak terlalu dekat dengan mereka, selama Rheina berkerja di perusahaan itu, mereka yang paling bisa diajak bekerjasama dan sangat membantu memudahkan pekerjaan Rheina. Sepanjang perjalanan menuju lobi, Rheina menyapa orang-orang yang dikenalnya. Mereka ikut bersedih atas tragedi yang Rheina alami. Mobil Ella sudah menunggu di depan kantor. Namun, seorang pria tampak sedang menunggu dari luar mobil itu. "Kamu masuklah, Mbak Ella ada di dalam. Aku yang bawa mobilmu, sini kuncinya," ucap pria itu setelah membantu Rheina memasukkan kotak yang berisi berkas dan barang-barangnya. Rheina memberikan kunci mobilnya. Setelahnya, pria itu langsung berlalu menuju tempat parkir untuk mengeluarkan mobil Rheina. Ella melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Awalnya hanya hening diantara mereka. "Mulai kapan?" tanya Ella tiba-tiba. "Kita mampir ke kafe depan sana dulu, Mbak. Kita ngobrol disana. Gak enak kalau sambil nyetir ngobrolnya." Ella mengangguk. Dia melajukan mobilnya ke sebuah kafe terdekat. Rheina dan Ella kini tengah duduk di sebuah kafe. Tak ketinggalan Revan yang ikut duduk di meja bundar yang sama di kafe itu. "Mulai kapan?" Ella mengulang pertanyaannya tadi usai pelayan selesai mencatat pesanan mereka. "Aku gak tau, Mbak, dia mulai kapan berhubungan dengan wanita itu." "Wanita itu,, siapa?" Ella masih berusaha memastikan. "Novita." Tampak netra Rheina mulai menggenang. "Aku baru tahu kemarin, Mbak. Mereka melakukannya di ranjang kami. D-dan dia hamil anak Vano.." Rheina masih terbawa emosi sisa semalam. Ella menutup mulutnya, tak menyangka rumah tangga Rheina yang dia kira baik-baik saja ternyata berakhir seperti itu. "Novita, yang dekat sama kamu itu kan?" Pertanyaan Ella mendapat anggukan. "Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" tanya Ella. "Aku akan bercerai dengannya, Mbak. Dia memberiku pilihan yang sama sekali tak bisa aku terima." "Bagaimana bisa?" "Dia lebih memilih wanita itu. Memberi aku pilihan agar mau dimadu atau pergi tanpa membawa apapun." Ella menggeleng. "Bukannya rumah itu kamu yang membelinya?" "Sudah berganti nama jadi milik Vano, Mbak." pipi Rheina sudah mulai basah. "Ya ampun. Ini gak bisa dibiarin, Re!" Ella mulai geram, terbawa emosi akan musibah yang menimpa wanita yang sudah ia anggap adiknya itu. "Aku akan bantu kamu memenangkan perceraian kamu. Dan akan aku pastikan dia mendapat ganti rugi dari pria b******k itu!" Revan ikut angkat suara, geram. Revan dan Ella ikut bersedih akan kejadian yang bertubi-tubi menimpa Rheina. Mereka meminta Rheina menceritakan segala sesuatunya dengan detail. Mulai dari awal sampai akhir tanpa ditutupi sedikitpun. "Jadi kalian sudah berapa lama gak berhubungan suami istri?" "Empat bulan sebelum kita meeting dengan Mister Takeda itu dia sudah tak pernah lagi menyentuhku, Mbak."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN