PART 4

1237 Kata
"Arin, Gavin ada gak?" tanya Aily pada Arin, teman sekelas Gavin yang sudah ia kenal sejak SMP. Arin hanya diam, matanya meliar seperti tengah menyembunyikan sesuatu.  "Arin!" seru Aily kesal sebab Arin tak kunjung menjawab.  "Gavin mungkin udah pulang Ly, gue duluan ya, jemputan udah dateng. Bye Ly," jawab Arin cepat, lalu pergi dengan tergesa menuju mobil jemputannya.  "Ish aneh banget," monolog  Aily, ia memutuskan untuk duduk dibangku menunggu Gavin.  Karena tadi pagi Aily berangkat bersama Gavin, jadi mungkin Mang Asep tidak akan menjemputnya. Aily terus menunggu meski satpam sekolah sudah menyuruhnya pulang karena gerbang sekolah akan segera ditutup.  "Gerbangnya mau saya tutup Neng, saya juga capek mau pulang. Mending Neng nyari taksi aja deh," geram Pak satpam, karena Aily tak kunjung bangkit dari duduknya dan terus ngotot ingin menunggu Gavin.  "Aily mau nungguin Gavin Pak satpam, bentar lagi aja yah." "Tap—," "Pak satpam jangan usir Aily." Mata Aily bersilau, memohon dengan kedua tangan yang ia satukan.  Pak satpam kicep, pasalnya baru kali ini ia bertemu dengan siswi SMA tapi kelakuan bak anak TK.  "Aily?" Sontak membuat Aily dan Pak satpam menoleh ke arah presensi yang memanggil nama Aily.  "Aland? Ngapain?" tanya Aily bingung dengan alis yang terangkat satu.  "Lo ngapain disini? Kok belum pulang? Ini udah maghrib loh," ucap Aland sok kenal. Pun Aily yang membuang muka karena masih teringat perlakuan Aland saat MOS waktu lalu. Aily masih kesal.  "Bukan urusan Aland!" ketus Aily.  Sontak buat Aland mengulum senyum. "Lo masih marah ya? Gue mau minta maaf sebenernya, cuman pas liat ekspresi lo kaya gitu, ya gak jadi." "Aily sih oh aja." Sontak mengundang tawa bagi Aland dan Pak satpam yang masih berada disana, karena ekpresi Aily yang sangat lucu.  "Ish, jangan gitu dong. Maafin gue ya?" "Udahlah Neng, pulangnya sama dia aja ya? Saya harus pulang, mau istirahat," bujuk Pak satpam. Namun kembali mendapat penolakan dari Aily. "Iya, gue anterin deh. Sebagai permintaan maaf gue." Aily masih diam seraya memikirkan tawaran Aland.  "Maghrib gini biasanya banyak hantu, hiiihh takut." Aily mulai bereaksi setelah mendengar kata hantu terucap dari bibir Aland,  "Apalagi disekolah ini, udalah Pak, kunci aja gerbangnya sama Aily sekalian." Aily bergerak gelisah, melihat sekeliling berusaha mencari hantu yang Aland sebutkan tadi, tiba-tiba matanya menangkap penampakan persis seperti yang ada dipikirannya. s**t.  "Tunggu! Aily maafin, Aily mau pulang bareng Aland." Akhirnya Aily luluh, berjalan mengejar Aland dan Pak satpam yang mulai berjalan lebih dulu. Aland tersenyum begitu pula dengan Pak satpam yang akhirnya bisa pulang dan istirahat setelah seharian bekerja.  "Nah, gitu dong." Aland lalu menarik tangan Aily untuk digenggamnya.  *** "Kenapa Gavin gak jemput?" tanya Aland.  Kini mereka sedang berada ditaman kota, tidak jauh dari sekolah. Aily meminta dibelikan silverqueen dan berjalan-jalan sejenak, syarat untuk permintaan maaf Aland, katanya.   "Aily gak tahu, Arin bilang mungkin Gavin udah pulang duluan. Tapi Gavin kan gak mungkin lupa sama Aily." Aily menjawab dengan sendu.  "Mungkin Gavin sibuk," "Ayo pulang, ini udah mau malem. Ntar dimarahin orang tua lo gimana?" lanjut Aland dan beranjak dari bangku taman menuju motornya diikuti Aily.  Aily berlari hingga saat menyebrang hampir saja dia tertabrak mobil jika saja Aland tak menariknya.  "Aily! Hati-hati!"  "Lo gak apapa?" Aily masih shock. Pun Aland menenangkan Aily, kenapa ada mobil di jam seperti ini?  "A-ayo pulang." "Lo beneran gak apapa?" Aily mengangguk.  "Nih pake, ntar masuk angin." Dengan cepat Aland membuka jaket dan menyampirkannya pada bahu Aily lalu menaiki motornya.  "Tapi Aland—," "Udah cepet, keburu malem," potong Aland, Aily lalu memakai jaket itu dan menaiki motor Aland.  Diam-diam Aland memerhatikan Aily dari kaca spionnya, membuat seulas senyum terpatri dibibirnya, entah kenapa Aily terlihat begitu berbeda baginya. Dia sungguh menyesal karena pernah menghukum Aily berlebihan waktu itu. "Terimakasih Aland, jaketnya Aily loundry dulu ya." Kini mereka sudah sampai dihalaman rumah Aily.  "Hmm, sans aja. Lo masuk gih," titah Aland yang diangguki Aily.  Tepat saat Aily akan memegang handle pintu, bunyi suara kembali menghentikannya karena pintu sudah dibuka dari dalam. Menampakkan seseorang dengan tatapan khawatir berdiri ditengahnya.  "Aily, Mama khawatir banget sama kamu. Aily gak papa? Dari mana aja?" cerocos Emma.  "Maaf, Aily tadi main dulu sama Aland," jawab Aily lalu menoleh ke arah Aland yang belum pergi.  "Halo tante," Sapa Aland sembari tersenyum.  "Iya, halo Aland? Terimakasih udah nganterin Aily, ya. Mau masuk dulu?" tawar Emma.  "Gak papa tante, saya pamit pulang dulu udah malem." "Lo ngapain disini?" Ketiga presensi beda kelamin itu lantas menoleh ke arah suara, disana berdiri seorang Gavin dengan wajah dingin namun menyiratkan tanya.  Gavin kemudian menghampiri Aily dan Emma. Namun saat Gavin akan menyapa bertujuan ingin meminta maaf, dengan cepat Aily masuk seolah tidak melihat Gavin.  "Loh, Aily...." Emma pun menyusul masuk dan meninggalkan dua orang pemuda yang kini sedang bersitegang.  "Lo ngapain disini?" Gavin kembali bertanya, Aland mendecih kemudian menjawab.  "Nganterin Aily lah, asal lo tahu, Aily nungguin lo sampe malem. Untung gue lewat, kalo ngga, mungkin Aily masih nunggu lo disekolah. Dasar gak bertanggung jawab." "Kalo lo udah capek ngurusin Aily, biar gue aja," tambah Aland disertai smirk-nya dan berlalu pergi meninggalkan Gavin dengan semua amarahnya.  Gavin masuk masih dengan kedua tangannya mengepal, entah kenapa rasanya tidak rela saat Aily bersama pria lain.  Saat didalam Gavin disuguhkan dengan pandangan kurang bersahabat dari Emma, pemuda itu lantas menghela napas sejenak. Bersiap untuk mendapat ceramah dari ibu mertua.  "Kamu ninggalin Aily sendiri disekolah?" "Kamu udah capek, iya?" "Untung Aland baik, gimana kalo nggak?! Gimana kalo dia jahatin Aily?!" "Kalo kamu gak bisa jemput Aily, hubungi Mama atau Mang Asep. Kalo Papanya Aily tahu kamu ninggalin Aily sendiri, dia bisa marah besar Vin," cecar Emma.  Pun Gavin hanya menunduk, merutuki segala kebodohannya dan malah menyetujui usulan Al untuk tidak membawa Aily, dan malah ketiduran di basecamp.  "Jangan lakukan hal itu lagi Vin." "Maaf, Ma. Ini yang terakhir, Gavin janji. Gavin mau liat Aily dulu."  Gavin kemudian berjalan menuju kamar Aily, ia mengetuk pintu kamarnya terlebih dulu sebelum akhirnya ia masuk dan menutup pintu kembali.  Kosong, tidak ada Aily bahkan ranjangnya pun masih rapi.  "Aily..."  Panggil Gavin namun tidak mendapat sahutan, sejurus kemudian terdengar suara gemericik air memenuhi sunyinya kamar. Gavin menghampiri dan berdiri tepat didepan pintu kamar mandi, dan mengetuknya perlahan.  "Aily..." panggil Gavin disela ketukan pintunya.  Brakk Mendengar suara barang jatuh sontak membuat Gavin khawatir, ia mengetuk pintu brutal dengan bibirnya yang senantiasa menyebutkan nama Aily.  "Aily, kamu gak papa? Denger Gavin gak?" "Aily! Jangan buat Gavin khawatir, buka!" "Aily buka!" Ceklek Pintu terbuka, menampilkan tubuh Aily yang memakai bathrobenya seraya mengusap keningnya dengan bibir mengerucut, sangat lucu, pikir Gavin.  "Sakit," lirihnya dengan suara parau.  Gavin langsung menarik tangan Aily dan menyuruhnya duduk disofa, lalu berjalan menuju laci untuk mengambil kotak P3K. Setelahnya ia kembali dan mulai mengobati luka dikening Aily perlahan.  "Kok bisa kaya gini?" "Tadi Aily kejedot wastafel, kenceng banget," adunya, yang membuat Gavin tersenyum geli akan wajah inosennya.  "Gavin ngetawain Aily ya? Aily masih marah!" "Iya maaf, Gavin udah dimarahin sama Mama loh tadi, jadi Aily jangan marah."  Gavin masih dengan kegiatannya mengobati kening Aily dan meniupnya sesekali. Gavin menempelkan plester lalu mencium luka itu, membuat pipinya bersemu merah.  "Kok merah pipinya?" goda Gavin.  "Hihihi Aily malu."  Aily lalu menutup muka dengan kedua tangannya, sedang Gavin terkekeh gemas dibuatnya lalu memeluk Aily, menghirup aroma sabun dan tubuh Aily yang menyatu, aroma favorit Gavin.  "Jangan deket-deket Aland, Gavin gak suka." Tanpa Gavin sadari, perasaannya mulai tumbuh pada gadis yang Gavin anggap sebagai bebannya. Gadis yang selalu merepotkan dirinya.  Juga, akankah Gavin melanggar janjinya karena gadis ini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN