PART 3

1507 Kata
Koridor yang awalnya ramai kini mendadak sepi, hanya terdengar bisikan-bisikan dari siswi kala melihat seorang pemuda dengan wajah kelewat tampan dan seorang gadis berjalan disampingnya sembari bergelayut manja dilengan pemuda itu.  Sementara si Pemuda terlihat sangat santai bahkan seolah tak peduli dengan pujian yang dilontarkan para siswi itu padanya. Ini hal biasa bagi seorang Gavin.  Adhlino Gavin Adhitama, pria berperawakan tinggi dan wajah tampan nan dinginnya itu nampak biasa. Tidak ada gurat bahagia saat mendengar semua pujian siswi itu padanya. Tidak penting, menurutnya. Namun,  "Oh, jadi itu pacarnya Kak Gavin?" Salah satu bisikan terdengar di perungunya, Gavin mencoba abai selama itu tidak berlebihan. Yah, meski beberapa orang tahu jika dia sudah punya pacar, tapi tidak banyak yang tahu jika Aily adalah pacar Gavin. Walaupun itu hanya di klaim oleh Aily saja.  "Anak baru, kan?" Lagi,  "Gue denger, dia putri Gibraltar," "Masa?" "Iya, katanya anaknya polos banget. Mentalnya kayak anak kecil, harusnya sih, dia nggak bisa lulus tes buat masuk." "Udah jelaskan, dia bisa masuk Perwira karena duit aja." "Iyalah, Orang b**o gitu." Gavin terhenti dari langkahnya kala mendengar ucapan kelewat batas itu, meski sebenarnya iya. Tapi entah kenapa Gavin tidak suka saat Aily direndahkan atau dihina.  "Hahahaa." Tawa siswi itu membuat amarah Gavin memuncak, ia mengepalkan kedua tangannya serta telinga memerah menahan amarah. Sementara Aily terlihat acuh, seakan tidak mendengar ucapan siswi yang menghinanya barusan.  Gavin berbalik, melepas rangkulan tangan Aily lalu berjalan menuju siswi yang menghina gadisnya tadi. Sontak membuat siswi itu salting dan kege-eran.  "Hai, lo cantik hari ini," sapa Gavin setelah berada di hadapan siswi itu, membuat pipinya bersemu merah malu-malu dan membuat siswi lain iri melihatnya. Di notice most wanted sekolah siapa yang tidak iri coba? Sedangkan Aily masih memantau pergerakan Gavin sembari berjongkok dan memakan coklat miliknya.  "Masa sih, Kak?" balas siswi itu tersipu malu.  "Tapi sayang, mulut lo sampah!" Savage.  Gavin membuat siswi itu diam seketika dan menahan malu karena jadi bahan tertawaan siswi. Bibir Gavin menyunggingkan senyum miringnya. Sementara siswi itu mengepalkan tangannya kuat.  "Jangan ada yang ngatain Aily lagi. Ngerti!" tegas Gavin. Ia pun kembali menghampiri Aily dan membawa gadis itu pergi menuju kelas Aily.  *** "Muka lo kenapa, Vin? Kusut banget, udah kaya bekas spanduk aja."  Adalah Azriel Elvan Syahrreza, sahabat Gavin yang paling tidak bisa diam, bertanya saat melihat ekspresi Gavin seperti orang dikejar utang.  "Palingan juga masalah si bocil," sahut Ray. Ray Galen Riordan, sahabat Gavin yang sikapnya sebelas duabelas dengan Elvan. Memiliki banyak kenalan gadis, pecicilan dan penebar gombalan.  Tetapi, diantara semua gadis yang Ray goda, Ray hanya memiliki satu incaran gadis yang berhasil memikat hatinya.  "Lo bilang sekali lagi coba," ujar Gavin datar, namun sukses membuat Ray menciut takut.  "Elah, becanda doang Vin, " beo Ray takut-takut.  "Tar ke basecamp jangan lupa bro." Itu Al. Zidane Alterio. Manusia paling dingin, dikenal sebagai kulkas berjalan. Wajah tanpa ekspresi dan tak tersentuh. Orang bilang, Al memiliki keluarga yang cukup terpandang namun tidak harmonis. Mungkin itulah yang memicu sikap Al.  Dan yang paling penting, pertanyaan yang tidak pernah terjawab bahkan oleh para sahabatnya. Mengapa Al selalu mengenakan baju sweater atau baju lengan panjang lainnya?  Tak lama setelah itu bel berbunyi bersamaan masuknya Pak Guru ke kelas Gavin. XII. Semua murid mendesah frustasi lantaran mengingat jika hari ini akan diajari oleh Guru killer disekolah ini.  SMA Perwira 2, selain terkenal akan cogan dan lahirnya murid berprestasi, namun juga terkenal akan Guru killernya. Rata-rata semua guru di sekolah ini galak dan tegas, hanya satu dua Guru yang santuy kalau lagi ngajar.  Selebihnya galak dan judes, membuat semua murid ogah belajar. Mungkin kalo gak ada cogan, sudah pasti sepi nih sekolah.  "Kerjakan halaman 38 sampai 40, kalo gak beres, gak boleh istirahat." Titahan tegas Pak Hasan yang tentu saja mendapat protes dari muridnya, terutama Ray dan kawannya, Elvan.  "Lah gila sih Pak, kita belajar contoh aja kagak ngerti. Lah ini banyak banget, gak ada kesiannya emang jadi guru," protes Ray, tanpa takut akan dimarahi.  Sementara para gadis mengigit kuku mereka khawatir, takut jika Pak Hasan ngamuk seperti dulu dan berujung kena skorsing satu kelas.  "Kamu gak ada kapoknya ya, mau Bapak skors lagi? Kerjain! Biasanya juga nyari di google," jawab Pak Hasan, Ray nyengir bagai kuda saat aksi googling-nya ketahuan. Pun dengan siswi lain yang merasa lega, karena Pak Hasan tidak marah.  Dua jam berlalu, namun belum ada satu pun orang yang mengumpulkan tugasnya. Para siswi hanya sibuk dengan HP, ghibah, dan selfie-selfi saat tidak ada Pak Hasan dikelas.  Sedangkan siswa laki-laki sibuk berkumpul dan menonton di pojok kelas, kecuali Gavin dan kawan-kawan.  "Elah Vin, lu galau mulu. Kerjain ngapa, lima belas menit lagi istirahat noh. Lu gak laper apa?" gerutu Elvan yang mendapat anggukan dari Al dan Ray.  Pasalnya, hanya Gavin yang otaknya paling encer diantara mereka dan kelas 12, tapi dari tadi Gavin malah sibuk melamun dan memainkan HP sesekali.  "Berisik lu," jawab Gavin lalu mulai mengisi lembar jawaban.  "Dih.. " Sementara dikantin, Cleo, Kirana dan sikembar tengah memakan makanannya dengan tenang. Kecuali Aily yang katanya tidak lapar, namun para sahabatnya tahu jika Aily hanya sedang menunggu Gavin. Mereka istirahat lebih awal dan masuk lebih cepat, sekolah menerapkan sistem itu agar kantin tidak terlalu penuh.  "Gavin kok belum istirahat ya?" gumam Aily sembari celingak celinguk mencari keberadaan Gavin.  "Kelas Gavin istirahat 15 menit lebih lambat Ly," jawab Kirana.  "Mending lo pesen aja, gue pesenin deh. Dari pada keburu laper," bujuk Kirana.  "Aily gak laper, Ana."  Pun Kirana hanya ber-oh ria saja, percuma membujuk Aily. Mereka pun kembali pada kegiatannya masing-masing.  Beberapa menit kemudian, suasana kantin terdengar riuh. Dan yah, tentu saja karena kedatangan Gavin dan kawan-kawan. Mereka berteriak memuji empat sekawan itu, bahkan tak jarang ada yang berteriak mengajak mereka pacaran bahkan untuk menikah.  Mereka berempat berjalan dengan santainya memasuki kantin. Gavin, Ray dan Al berjalan menghampiri meja Aily dan sahabatnya. Sementara Elvan bertugas untuk memesan makanan mereka.  "Hai bocil," sapa Ray pada Aily yang langsung mendapat tatapan sinis dari gadis itu dan Gavin.  "Hai cantik," sapa Ray lagi pada Kirana, membuat Kirana salting seketika. Asal kalian tahu, Kirana menyukai Ray dari jaman SMP.  "Hai Kak Ray," jawab Kirana dengan pipi merahnya.  "Kamu gak makan?" Kini giliran Gavin yang bertanya. Pasalnya ia tidak melihat pesanan Aily.  "Aily gak laper," katanya. Gavin mendengus, jika seperti ini, maka ia harus berusaha dengan sangat keras untuk membujuk si polos ini. Ck, menyusahkan, merepotkan!  "Spada yuhuuu, pesanan Sultan sudah datang."  Tiba-tiba Elvan datang dengan nampan berisi tiga piring nasi goreng dan semangkuk soto serta nasinya dalam mangkuk kecil.  Gavin pun mengambil nasi goreng pesanannya begitu juga dengan Al. Dan Ray yang mengambil soto ayam miliknya.  "Thanks, El."  "Yoi bro," jawab Elvan dan memulai makan. "Kalian gak bosen ya, gue liat-liat tiap istirahat makan nasi goreng mulu. Kak Ray sotooo terus." Celetukan bingung itu berasal dari Eliza.  "Nasi goreng is my life." Elvan menjawab dengan nasi penuh dalam mulutnya.  "Setuju! Walaupun kembung lama-lama makan soto." Ray menambahkan.  Eliza ber-oh ria.  "Sini," ajak Gavin pada Aily namun ditolak gadis itu.  "Aily gak laper." Aily membuang muka kesal.  "Jangan buat Gavin marah." Gavin mencoba bersabar. Namun tetap mendapat penolakan dari Aily. Gavin menghela napas jengah.  "Cle, lo pindah kesini," titah Gavin, Cleo pun pindah ke tempat duduk Gavin.  "Makan!" tegas Gavin. "Nggak!" Gavin mengusap wajahnya kesal. "Gavin suapin." Akhirnya Gavin juga yang mengalah. "Iya!" jawab Aily semangat dan membuka mulutnya. Sementara semua sahabat mereka diam-diam menahan tawa. "Adem banget dah liat lo sama si bocil, Vin." Ray menginterupsi. Kemudian Elvan pun berkata, "Hooh, biasanya kan, ribut terus. Apalagi si bocil yang udah kek kaleng rombeng mulutnya–," "Elvan!" Aily menelan nasi goreng. "Gavin punya temennya kok gitu sih, sama Aily!" "Iya, mereka emang b*****t," "Gavin jangan temenan lagi sama Elvan! Nanti kebawa b*****t!" balas Aily menggebu-gebu.  Sedangkan Elvan semakin tertawa. Begitu juga sahabat Aily yang lainnya. Sebab, saat Aily marah, gadis itu malah terlihat lucu dengan pipi yang sedikit menggembung menggemaskan seperti bayi. "Lucu banget sih, bayi kita," ujar Elvan.  "Aily bukan bayi, Aily udah gede. Iya, kan Gavin?"  Gavin mengangguk meski sebenarnya ia terpaksa. Kembali menyuapi Aily dan sesekali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya sendiri.  "Dasar bocil." "Jangan di pancing lagi," ujar Gavin dingin membuat Ray nyengir kuda dan ditertawakan oleh yang lainnya.  Pacarable banget kan Gavin.  Kriiing Kriiing Bel berbunyi dengan pemberitahuan agar kelas X masuk kedalam kelas karena waktu istirahat mereka sudah habis. Aily minum lalu beranjak untuk masuk kelas bersama keempat sahabatnya.  "Aily udah kenyang, Aily masuk dulu ya." Gavin mengangguk.  Sepeninggal Aily, mereka kembali berbincang. "Lo gak bosen Vin?" tanya Elvan, dan mendapat dengusan dari Gavin.  "Hooh, tiap hari ngurusin Aily. Udah kaya Papa muda aje lu," sambung Ray.  "Tau gua mah, palingan si Gavin mau kayak di t****k t****k jadi sugar daddy ala-ala."  Ray dan Al terkekeh akan ucapan absurd Elvan.  "Ntar Aily buat t****k pake sound, Aku suka body goyang Papa muda, Papa muda da da da da da... " Bahkan Ray sampai memperagakannya.  Lagi-lagi membuat mereka terkekeh kecuali Gavin.  "Bacot lu betiga." Al yang merasa tidak mengatakan apapun akhirnya mendelik, menatap Gavin seketika. Ada masalah hidup apa sih, Gavin ini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN