"Ini minum dulu."
"Terimakasih, Gavin." Aily menerima botol air yang Gavin sodorkan dan meminumnya.
Kini mereka ada disisi lapangan dibawah pohon rindang. Gavin terus memperhatikan gerak gerik Aily yang kini tengah mengibaskan tangannya berusaha menciptakan angin guna menghalau gerah dan panas yang dirasanya.
"Sini."
Aily menatap Gavin dengan sorot wajah seakan bertanya ada apa Gavin menyuruhnya untuk mendekat.
"Gavin kipasin," katanya.
Aily mengangguk patuh dan sedikit mendekat, alu Gavin mengambil buku untuk mengipasi Aily. Membuat hati gadis lain yang melihat adegan itu seperti terbakar api, panasnya bukan main.
"Sekali-kali protes, kalo kamu rasa itu udah keterlaluan. Jangan diem aja, ngerti?!" kesal Gavin, yang bahkan tidak didengar Aily.
Gadis polos itu hanya fokus melihat siswa lain yang sedang sibuk berlarian kesana kemari demi mendapat tanda tangan anggota OSIS. Serta menikmati semilir angin sejuk membelai kulit porselennya yang Gavin ciptakan.
Gavin lalu mengambil sapu tangan dari kantong celananya dan mulai membersihkan keringat Aily. Dan lagi-lagi menciptakan cemburu dan iri dihati siapa saja yang melihatnya. Tentunya untuk para gadis.
"Aily denger nggak?" lanjut Gavin, karena Aily tak kunjung menjawab.
"Iya," jawab Aily masih terfokus pada pemandangan di depannya.
"Terus kenapa gak buat topi sama alas duduknya? Gavin, kan udah bilang jangan lupa." Lagi, Gavin kembali bersuara.
"Aily juga kan, udah bilang gak bisa buatnya."
"Kenapa gak bareng sama Cleo?"
"Kenapa gak Gavin aja yang buatin?"
Skakmat, Gavin hanya mampu menghela nafas setelah kalah argumen dari gadis itu.
Semua orang tahu jika anak kecil selalu punya jawabannya sendiri, termasuk Aily yang memang seperti anak kecil.
"Tadi sarapan apa?" tanya Gavin mencari topik lain. Selain itu, ia khawatir Aily belum sarapan jika tidak bersama dengannya.
"Aily nggak sarapan, kan, Gavin nggak ada. Tapi Aily sarapan sih,"
Maka, mata Gavin membulat sempurna hingga nyaris lompat dari tempatnya. Jawaban absurd macam apa itu?
"Jadi, Aily sarapan apa nggak?"
Aily mendecak kesal. Apa Gavin ini bodoh atau bagaimana. "Kan Aily udah bilang Aily nggak sarapan, tapi sarapan sih, ngerti nggak?!" kesalnya menggebu-gebu.
Sebenarnya, IQ Aily itu berapa? "Aily bilang nggak, tapi sarapan, jadi gimana?"
"Ck, sarapan! Hanya sedikit!"
Gavin menghela pelan. Kenapa tidak sedari tadi saja Aily bilang intinya! Bikin orang pusing dengan memutar-mutar kalimat seperti ini! Hah, untung Gavin sabar dan sudah terbiasa dengan segala keunikan yang lebih pantas disebut sebagai keanehan ini!
Aily pun bangkit dan membersihkan roknya dari debu lapangan, ia mengeluarkan buku dan pensil dari tasnya lalu menyodorkan itu pada Gavin.
"Aily minta tanda tangan, Gavin liat, Cleo pasti udah beres."
Aily lalu menunjuk Cleo yang kini tengah beristirahat bersama Kirana disebrang lapangan.
"Biar Gavin yang minta sama yang lain. Aily sama Cleo aja." Gavin mengambil buku serta pensil Aily.
Mereka pun menghampiri Cleo dan Kirana yang berada diseberang mereka. Tepat saat Gavin dan Aily melewati tengah lapangan, para siswa lainnya terutama murid baru melihat ke arah mereka dengan tatapan tanya dan iri.
Meski itu hal biasa untuk teman seangkatan Aily, karena sejak Aily SMP pun kerap kali mereka melihat kedekatan antara Gavin dan Aily. Tapi tetap tidak menghilangkan rasa iri dihati mereka.
"Cle, titip Aily. Gue nyari tanda tangan dulu," pesan Gavin dan diangguki oleh Cleo. Setelahnya Gavin pergi mencari tanda tangan untuk Aily.
"Lo gak papa kan Ly?"
"Ada yang sakit gak?"
"Lo pusing?"
"Bilang aja, bilang. Gak apa-apa kok," tanya Kirana beruntun.
"Aily ga papa kok, tadi panas banget. Aily juga gak suka sama Aland Aland itu," kesal Aily menggebu-gebu.
Sementara kedua sahabatnya itu hanya tersenyum dan membenarkan.
"Aily, Cleo, Kirana!" Teriakkan itu mengalihkan perhatian ketiga gadis itu, mereka kemudian tersenyum setelah mengetahui orang di balik suara yang memanggil nama mereka tadi.
"Kembar, kemana aja? Aily kok baru liat," ucapnya setengah girang setelah mendapati sahabat kembar tak seirasnya kini hadir ditengah mereka.
"Kita gak kembar ya Ly."
Adalah Eliza Tanisha Harumi, yang selalu menentang kekembaran mereka. Ya, meski nyatanya memang begitu. Sahabat Aily sejak SMP.
"Dih, siapa juga yang mau kembaran sama lo," jawab Erina Tanisha Harumi, sang adik yang juga selalu menentang kekembaran mereka. Tentunya sahabat Aily juga.
"Tapi kan, kalian lahirnya bareng, cuma beda lima menit doang. Iyakan Cle?"
Cleo mengangguk penuh.
"Tadi lo dihukum ya? Gavin marah gak?" tanya Erina.
"Iya, Gavin untung nolongin Aily. Yah, walopun telat sih," jawab Kirana.
"Diberitahukan kepada seluruh siswa kelas 10 untuk kumpul kembali dilapangan." Suara Gavin kembali menggema, seluruh siswa kelas 10 pun kembali berkumpul.
Setelah semua berkumpul kembali, Gavin menyuruh semua siswa untuk masuk kedalam kelas guna mendapat pembinaan dilanjut game.
***
"Sekian untuk MOS hari ini, terimakasih. Saya dan anggota OSIS lainnya minta maaf kalo ada perkataan yang tidak baik. Selamat datang dan selamat belajar disekolah baru kalian ini. Semoga kalian betah," ucap Gavin diakhir acara MOS, setelahnya semua siswa kelas 10 dipulangkan begitu juga dengan kelas lainnya, termasuk kelas Gavin.
"Gavin!" teriak Aily saat Gavin menginjakkan kakinya diparkiran, pun Gavin yang mengerti dengan cepat menghampiri Aily.
"Gavin gak lupa kan, mau beliin Aily silverqueen?" ingat Aily pada Gavin. Pemuda itu menghela napas, kemudian mengangguk pasrah.
Aily dengan berat hati meminta Mang Asep untuk pulang, ia meminta maaf karena telah membuat Mang Asep menunggu dari pagi hingga pukul dua siang.
Kini Aily dan Gavin pergi menuju supermarket untuk membeli silverqueen yang dijanjikan Gavin tadi pagi pada Aily.
Sesampainya di supermarket dengan cepat Aily mengambil troli, dan pergi menuju stand coklat. Gavin dibuat melongo akan tingkah Aily yang mengambil silverqueen seperti orang kesetanan.
"Jangan banyak-banyak, ntar sakit gigi," katanya, namun mendapat protes dari Aily.
"Gavin bilang kan yang banyak, jadi gapapa," beo Aily, lalu kembali mengambil coklat dengan merek yang berbeda.
"Itu udah hampir setengah troli, Aily.." bujuk Gavin lagi.
"Ini buat panda, Gavin." Lagi, Gavin kembali melongo akan ucapan Aily.
"Panda itu kucing, bukan manusia, kucing gak makan coklat."
Mana ada kucing makan coklat? Perihal panda, itu adalah seekor kucing yang Aily beri nama panda. Alasannya karena Aily menyukai panda, namun takut ketika bertemu secara langsung. Oleh karena itu Aily membeli kucing dan memberinya nama panda. Unik, kan?
"Ish, Aily beli pake duit sendiri!"
Gavin pun menghela nafas lelah karena pada akhirnya Gavin yang akan selalu membayarnya, lelah karena kalah argumen dengan Aily lagi.
"Terserah," pasrah Gavin.
Mereka menuju kasir, dan ya, tentu saja Gavin yang akhirnya membayar semuanya, walaupun uang Aily tidak terhitung banyaknya.
Secara, Aily berasal dari keluarga Gibraltar, keluarga yang berpengaruh pada perekonomian di negaranya.
***
"Huwaaaaaaa, sakit..."
Gavin yang mendengar raungan Aily pun memijit pangkal hidungnya pusing. Sudah setengah jam lamanya Aily meraung dan berguling-guling dikarpet.
Sepulang dari minimarket Aily mengaduh kesakitan karena tiba-tiba giginya sakit. Kebanyakan makan coklat ya, kayak gitu.
"Gavin kan udah bilang jangan banyak-banyak, batu banget dibilangin," kesal Gavin tanpa menghiraukan raungan Aily, pun Emma terlihat biasa saja, ini sudah biasa untuknya. Toh, nanti Aily diam sendiri.
"Awshhh." Kini giliran pemuda beku itu yang mengaduh, pasalnya Aily menimpuk Gavin dengan remot TV.
"Aily lagi sakit, jangan dimarahin!" Aily lalu kembali meraung, berguling-guling dikarpet melampiaskan rasa sakitnya.
"Diem gak! Gavin lagi nonton TV!"
Bukannya menenangkan, Gavin malah lebih fokus pada pertandingan bolanya.
"Mama...." rengek Aily pada Emma.
"Makanya kalo Gavin bilang jangan, ya jangan. Aily sendiri kan yang sakit. Sini."
Gavin menyuruh Aily untuk duduk disampingnya. Kalau Aily tidak mengadu, mungkin Gavin tidak akan luluh. Pun Aily menuruti dan tidur dipaha Gavin.
Sedangkan wanita setengah baya yang melihat itu tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
Dengan telaten Gavin mengelus pipi Aily, meski pandangannya tetap fokus pada layar TV didepan. Beberapa saat kemudian Aily mulai diam, hanya sedikit meringis saat tangan Gavin berhenti mengelus pipinya.
Modus si polos sih, itu mah.